Kuala Tungkal, (Media TIPIKOR)
Selain rusaknya bangunan rumah penduduk dan jaringan kabel bawah tanah milik Telkom, kualitas pengerjaan proyek Drainase yang menelan dana sekitar Rp 25 milyar melalui APBD Tanjabbar tahun 2013 ini juga sangat diragukan. Pasalnya, ditemukan boks drainase yang terlihat retak.
Kabid Binkimrum Dinas PU Tanjabar Fuarti Suandri saat ditemui, Kamis (14/11) di Kuala Tungkal, mengaku bahwa pihaknya telah mewarning pihak rekanan yang terkesan lamban dalam menyelesaikan proyek, “Padahal limit waktu sudah dekat.Proyek ini kan nilainya besar. Jadi kami mewarning rekanan agar cepat menyelesaikan pengerjaannya," ujar Fuarti.
Selain itu saat melakukan croscek terhadap proses pengerjaan proyek Drainase pihak Dinas PU Tanjabar juga menemukan boks-boks drainase yang terpasang telah pecah, “Boks yang pecah, kami minta diganti,” kata Fuarti menegaskan.
Dilain pihak, para warga sangat menyayangkan sebahagian proyek Drainase yang telah selesai namun tidak berfungsi dengan baik. “Drainase itu adalah untuk saluran pembuangan air menuju sungai, sehingga air yang menggenang pada saat hujan akan mengalir dengan lancar, namun kenyataan di lapangan justru air yang ada di dalam drainase tidak mengalir sama sekali seperti saat drainase yang lama, tak ubahnya seperti air dalam kolam,” ujar Bandi salah seorang warga Kualatungkal.
Proyek ini juga sangat menggangu kenyamanan pengguna jalan, lanjut Bandi menambahkan, “Tumpukan material proyek pembangunan drainase di kota Kuala Tungkal mengakibatkan penyempitan bahu jalan, pekerjaan ini juga menimbulkan debu yang berdampak pada kesehatan warga,’’ ujarnya.
Berdasarkan pantauan Media TIPIKOR di sepanjang jalan Sriwijaya memang tampak tumpukan material seperti pasir dan kerikil yang ditumpuk di bahu jalan sehingga mempersempit Bahu jalan.
Debu Proyek Drainase Sebabkan Polusi Udara
Banyaknya debu bertebaran berasal dari pengerjaan proyek Drainase di Kota Kualatungkal, kabupaten Tanjung Jabung Barat, provinsi Jambi dirasakan sangat mengganggu aktivitas warga bahkan berdampak menimbulkan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa), juga menimbulkan masalah lain seperti rusaknya jaringan Telkom dan rusaknya bangunan rumah warga akibat galian.
Menurut Budi salah seorang tokoh masyarakat kota Tungkal berharap kepada pihak rekanan agar dalam proses pengerjaan proyek Drainase tersebut dapat lebih peka terhadap masyarakat sekitar, “Jangan seenakanya saja bekerja. Kalau bisa disiram dengan air tiap hari agar debunya tidak tebal yang dapat mengakibatkan polusi udara dan berpotensi menimbulkan penyakit," pungkas Budi.
Sebeblumnya, untuk mengantisipasi dampak polusi udara dari debu proyek Drainase ini Budi beserta beberapa tokoh masyarakat Kota Tungkal lainnya telah melakukan aksi bagi-bagi masker di Jalan Sriwijaya Ujung kota Tungkal yang berjarak beberapa meter dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
“Aksi ini dilakukan karena kami peduli dengan sesama pengguna jalan agar jangan sampai terjangkit penyakit Ispa setelah terkena polusi udara,” ujar Budi.
Sementara itu Kabag P2 Dinkes Tanjab Barat, Ernita, mengatakan debu yang berterbangan menurutnya berefek pada Ispa bila terhirup terus menerus. “Kalau memang masyarakat membutuhkan masker, kami sudah menyediakan di Dinkes dan bisa diambil," pungkasnya.(ndi)
Terkait Dugaan Korupsi Rumah Sakit Bari Palembang
LSM UGD : Kejati Sumsel terkesan Peti Es kan Kasus
Sumsel, (Media TIPIKOR)
Dugaan Mark UP yang terjadi di rumah sakit Bari kota Palembang provinsi Sumsel terkait Pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) 1 Unit CT-Scan 64 Slices melalui APBD kota Palembang tahun 2011 senilai Rp12.626.200.000 ini sepertinya telah menuai perhatian publik.
Menurut Ir Feri Kurniawan selaku ketua LSM Underground Development (UGD) Sumsel saat ditemui di Palembang, kemarin, mengatakan bahwa proyek ini sangat sarat dengan korupsi, “Pengadaan mesin CT Scan 64 slices ini dilaksanakan oleh CV. Bintang Perkasa Medika Jl. Putri Rambut Selako No. 39 RT 21 RW 07 Kel. Bukit Lama Kec. Ilir Barat I Palembang selaku rekanan yang menjadi pemenang tender proyek. Sangat patut di duga syarat dengan korupsi, berdasarkan investigasi yang telah kami lakukan harga dari mesin scan ini lebih kurang hanya Rp 3 M, jadi dari jumlah anggaran yang telah di tetapkan sungguh sangat besar sekali,” ujar Feri.
Mengenai adanya dugaan korupsi pengadaan alkes tersebut, imbuh Feri lagi, “LSM UGD telah melakukan investigasi pada tahun 2012 lalu, adapun kronologis dari laporan tersebut yaitu awalnya telah melaporkan perihal kasus ini ke kapuspen Kejati Sumsel, yang waktu itu masih di jabat oleh Ikeu Bachtiar SH, dengan terlapor yaitu Direktur RSUD Bari Kota Palembang Dr. Markiani Mars dan Direktur Utama PT Bintang Perkasa Medika Sugito, selanjutnya kami diminta untuk melengkapi data laporan dan saksi ahli oleh Kapuspen Kejati Sumsel Ikeu Bachtiar SH untuk menindak lanjuti pengaduan tersebut, karena menurut beliau dalam kasus ini terindikasi sangat jelas adanya dugaan korupsi dalam pengadaan satu set CT Scan RSUD Baru tersebut, kemudian untuk meningkatkan dan menguatkan dugaan korupsi kasus ini kami membawakan seorang Saksi ahli ke Kejati Sumsel yaitu Saudara JK. Dedi N SE” kata Feri menerangkan secara detail mengenai CT Scan tersebut.
Adanya laporan LSM UGD di tahun 2012 yang lalu terkait masalah dugaan korupsi dalam pengadaan CT Scan ini ke Kejati prov Sumsel, masih kata Feri, “Kemudian kami (LSM Underground Development-Red) di hubungi oleh Pihak RSUD Bari dengan maksud ingin meminta LSM UGD mencabut laporan pengaduan ke Kejati dengan alasan kemanusiaan karena sakit permanen yang di derita oleh Dr. Markiani Mars. Menindak lanjuti masalah tersebut kamipun menghubungi Kasi penyidikan, Bambang Panca SH untuk mengetahui perkembangan perkara tersebut, dan dijawab bahwa perkara sudah sampai penyelidikan dan tidak dapat dicabut karena target Kejati Sumsel. LSM UGD segera menghubungi Alwi SH sebagai Koordinator penyidikan dan dijawab “Tunggu saja nanti akan ditunjuk jaksa penuntut untuk perkara tersebut, kata Alwi”, jawaban yang telah di berikan oleh para penegak hukum itu jelas menunjukkan bahwa kasus ini akan segera ditangani dengan serius guna tindak lanjutnya,” papar Feri kepada Media TIPIKOR.
“Namun entah apa yang terjadi hingga di tahun 2013 ini pasca pergantian jabatan Kejati dari Basri ke Joni Ginting, sepertinya perkara dugaan korupsi tersebut tidak berlanjut, lebih parah lagi sampai kepergian Joni Ginting dari tugasnya di kejati Sumsel ini pun tak kunjung selesai juga, sehingga terlihat seolah-olah perkara ini seperti di peti es kan oleh para penegak hukum yang ada di kejati Sumsel,” kata Feri lagi.
Hal ini menjadi pertanyaan besar bagi publik terhadap kinerja aparat Kejati Sumsel. Dugaan Mark UP dalam Pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) 1 Unit CT-Scan 64 Slices rumah sakit Bari kota Palembang yang diduga telah merugikan Negara milyaran rupiah ini tiba-tiba saja fakum tanpa ada tindak lanjut sama sekali.
Sementara itu pada 9 Oktober 2013 lalu pihak LSM UGD menerima jawaban dari asisten bidang tindak pidana khusus Irdam, SH, MH melalui surat dengan No. R 330/N6.5/Fd1/10/2013 yang menyatakan bahwa kasus ini sedang dalam proses penyidikan Kejaksaan Tinggi Sumsel.
Sampai berita ini di turunkan tiga kali sudah pergantian kepala Kejati Provinsi Sumsel dilakukan, namun kasus ini terkesan jalan di tempat.
Publik menilai bahwa sepertinya pihak Kejati Sumsel kurang serius dalam penegakan hukum terhadap kasus yang terjadi di wilayah provinsi Sumsel.
Demi untuk memperoleh kejelasan pihak LSM Underground Development Sumsel berencana akan membawa kasus ini ke Kejagung RI di Jakarta serta akan melapor ke bidang Jaksa Agung Muda Bidang pengawasan atas kinerja Kejati Sumsel yang mengundang tanda tanya besar di mata publik.Bersambung.(Fer)
LSM UGD : Kejati Sumsel terkesan Peti Es kan Kasus
Sumsel, (Media TIPIKOR)
Dugaan Mark UP yang terjadi di rumah sakit Bari kota Palembang provinsi Sumsel terkait Pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) 1 Unit CT-Scan 64 Slices melalui APBD kota Palembang tahun 2011 senilai Rp12.626.200.000 ini sepertinya telah menuai perhatian publik.
Menurut Ir Feri Kurniawan selaku ketua LSM Underground Development (UGD) Sumsel saat ditemui di Palembang, kemarin, mengatakan bahwa proyek ini sangat sarat dengan korupsi, “Pengadaan mesin CT Scan 64 slices ini dilaksanakan oleh CV. Bintang Perkasa Medika Jl. Putri Rambut Selako No. 39 RT 21 RW 07 Kel. Bukit Lama Kec. Ilir Barat I Palembang selaku rekanan yang menjadi pemenang tender proyek. Sangat patut di duga syarat dengan korupsi, berdasarkan investigasi yang telah kami lakukan harga dari mesin scan ini lebih kurang hanya Rp 3 M, jadi dari jumlah anggaran yang telah di tetapkan sungguh sangat besar sekali,” ujar Feri.
Mengenai adanya dugaan korupsi pengadaan alkes tersebut, imbuh Feri lagi, “LSM UGD telah melakukan investigasi pada tahun 2012 lalu, adapun kronologis dari laporan tersebut yaitu awalnya telah melaporkan perihal kasus ini ke kapuspen Kejati Sumsel, yang waktu itu masih di jabat oleh Ikeu Bachtiar SH, dengan terlapor yaitu Direktur RSUD Bari Kota Palembang Dr. Markiani Mars dan Direktur Utama PT Bintang Perkasa Medika Sugito, selanjutnya kami diminta untuk melengkapi data laporan dan saksi ahli oleh Kapuspen Kejati Sumsel Ikeu Bachtiar SH untuk menindak lanjuti pengaduan tersebut, karena menurut beliau dalam kasus ini terindikasi sangat jelas adanya dugaan korupsi dalam pengadaan satu set CT Scan RSUD Baru tersebut, kemudian untuk meningkatkan dan menguatkan dugaan korupsi kasus ini kami membawakan seorang Saksi ahli ke Kejati Sumsel yaitu Saudara JK. Dedi N SE” kata Feri menerangkan secara detail mengenai CT Scan tersebut.
Adanya laporan LSM UGD di tahun 2012 yang lalu terkait masalah dugaan korupsi dalam pengadaan CT Scan ini ke Kejati prov Sumsel, masih kata Feri, “Kemudian kami (LSM Underground Development-Red) di hubungi oleh Pihak RSUD Bari dengan maksud ingin meminta LSM UGD mencabut laporan pengaduan ke Kejati dengan alasan kemanusiaan karena sakit permanen yang di derita oleh Dr. Markiani Mars. Menindak lanjuti masalah tersebut kamipun menghubungi Kasi penyidikan, Bambang Panca SH untuk mengetahui perkembangan perkara tersebut, dan dijawab bahwa perkara sudah sampai penyelidikan dan tidak dapat dicabut karena target Kejati Sumsel. LSM UGD segera menghubungi Alwi SH sebagai Koordinator penyidikan dan dijawab “Tunggu saja nanti akan ditunjuk jaksa penuntut untuk perkara tersebut, kata Alwi”, jawaban yang telah di berikan oleh para penegak hukum itu jelas menunjukkan bahwa kasus ini akan segera ditangani dengan serius guna tindak lanjutnya,” papar Feri kepada Media TIPIKOR.
“Namun entah apa yang terjadi hingga di tahun 2013 ini pasca pergantian jabatan Kejati dari Basri ke Joni Ginting, sepertinya perkara dugaan korupsi tersebut tidak berlanjut, lebih parah lagi sampai kepergian Joni Ginting dari tugasnya di kejati Sumsel ini pun tak kunjung selesai juga, sehingga terlihat seolah-olah perkara ini seperti di peti es kan oleh para penegak hukum yang ada di kejati Sumsel,” kata Feri lagi.
Hal ini menjadi pertanyaan besar bagi publik terhadap kinerja aparat Kejati Sumsel. Dugaan Mark UP dalam Pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) 1 Unit CT-Scan 64 Slices rumah sakit Bari kota Palembang yang diduga telah merugikan Negara milyaran rupiah ini tiba-tiba saja fakum tanpa ada tindak lanjut sama sekali.
Sementara itu pada 9 Oktober 2013 lalu pihak LSM UGD menerima jawaban dari asisten bidang tindak pidana khusus Irdam, SH, MH melalui surat dengan No. R 330/N6.5/Fd1/10/2013 yang menyatakan bahwa kasus ini sedang dalam proses penyidikan Kejaksaan Tinggi Sumsel.
Sampai berita ini di turunkan tiga kali sudah pergantian kepala Kejati Provinsi Sumsel dilakukan, namun kasus ini terkesan jalan di tempat.
Publik menilai bahwa sepertinya pihak Kejati Sumsel kurang serius dalam penegakan hukum terhadap kasus yang terjadi di wilayah provinsi Sumsel.
Demi untuk memperoleh kejelasan pihak LSM Underground Development Sumsel berencana akan membawa kasus ini ke Kejagung RI di Jakarta serta akan melapor ke bidang Jaksa Agung Muda Bidang pengawasan atas kinerja Kejati Sumsel yang mengundang tanda tanya besar di mata publik.Bersambung.(Fer)
Sebanyak 309 Kepala Daerah Terjerat Korupsi
Jakarta, (Media TIPIKOR)
Hampir semua gubernur, bupati, dan wali kota di Indonesia saat ini tidak memperjuangkan kepentingan rakyat bangsa serta negara secara keseluruhan, tetapi hanya memperjuangkan kepentingan pribadi dengan mengejar pendapatan ekonomi (uang) sebesar-besarnya. Hal ini dibuktikan dari 500-an lebih kepala daerah, sudah lebih dari 300 yang terkena kasus korupsi. Kementerian Dalam Negeri mencatat sebanyak 309 kepala daerah di Tanah Air terjerat kasus korupsi sejak pemilihan kepala daerah secara langsung pada 2005, kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan di Jakarta, Kemarin.
“Terakhir saya mendapat laporan sudah 309 kepala daerah terlibat proses hukum terkait kasus korupsi, baik berstatus tersangka, terdakwa maupun terpidana,” kata Djohermansyah ketika ditemui di Gedung Kemdagri Jakarta.
Angka tersebut menembus perk¬iraan Dirjen Otda yang sebelumnya memprediksi angka kepala daerah erjerat korupsi akan mencapai 300 pada akhir tahun 2013.
"Awalnya hanya 173 kepala daerah, saya pernah bilang akhir tahun 2013 angka ini bisa menembus 300, ternyata belum sampai akhir (tahun) sudah lebih dari 300," kata Guru Besar Institut Pendidikan Dalam Negeri IPDN) ini.
Berdasarkan catatan Kemdagri, sebanyak 304 kepala daerah tercatat terlibat dalam kasus korupsi. Angka tersebut melambung cukup signifikan selama sepekan, termasuk kasus dugaan suap Bupati Gunung Mas lambit Bintih terhadap Ketua non ¬aktif Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar baru-baru ini.
Biaya politik mahal tidak hanya terjadi pada saat penyelenggaraan Pilkada berlangsung, tetapi juga ketika ada sengketa pilkada yang harus dibawa ke Mahkamah Konstitusi di Jakarta. Belum lagi praktik politik transaksional yang terjadi dalam proses putusan sengketa pilkada tersebut.
Djohermansyah menjelaskan faktor utama tindak pidana korupsi yang dilakukan para kepala daerah itu adalah tingginya biaya politik selama pemilihan umum kepala daerah berlangsung, “Korupsi (kepala daerah) itu terjadi karena biaya tinggi pilkada, karena dalam politik tidak ada yang gratis. Ketika orang ingin mendapat kursi jabatan dalam Pilkada, uang yang dikeluarkan tidak sedikit,” ujarnya.
Oleh karena itu, untuk memi¬nimalisir praktik korupsi di daerah, Kemendagri mengusulkan pelak¬sanaan pilkada tidak langsung atau melalui perwakilan rakyat di DPRD untuk tingkat kabupaten dan kota.
"Sejak pilkada secara langsung tahun 2005, semakin lama penyelenggaraannya makin buruk. Inti pokok persoalannya pada biaya yang mahal dalam penyelenggaraan pilkada,” katanya.(Fery)
Jakarta, (Media TIPIKOR)
Hampir semua gubernur, bupati, dan wali kota di Indonesia saat ini tidak memperjuangkan kepentingan rakyat bangsa serta negara secara keseluruhan, tetapi hanya memperjuangkan kepentingan pribadi dengan mengejar pendapatan ekonomi (uang) sebesar-besarnya. Hal ini dibuktikan dari 500-an lebih kepala daerah, sudah lebih dari 300 yang terkena kasus korupsi. Kementerian Dalam Negeri mencatat sebanyak 309 kepala daerah di Tanah Air terjerat kasus korupsi sejak pemilihan kepala daerah secara langsung pada 2005, kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan di Jakarta, Kemarin.
“Terakhir saya mendapat laporan sudah 309 kepala daerah terlibat proses hukum terkait kasus korupsi, baik berstatus tersangka, terdakwa maupun terpidana,” kata Djohermansyah ketika ditemui di Gedung Kemdagri Jakarta.
Angka tersebut menembus perk¬iraan Dirjen Otda yang sebelumnya memprediksi angka kepala daerah erjerat korupsi akan mencapai 300 pada akhir tahun 2013.
"Awalnya hanya 173 kepala daerah, saya pernah bilang akhir tahun 2013 angka ini bisa menembus 300, ternyata belum sampai akhir (tahun) sudah lebih dari 300," kata Guru Besar Institut Pendidikan Dalam Negeri IPDN) ini.
Berdasarkan catatan Kemdagri, sebanyak 304 kepala daerah tercatat terlibat dalam kasus korupsi. Angka tersebut melambung cukup signifikan selama sepekan, termasuk kasus dugaan suap Bupati Gunung Mas lambit Bintih terhadap Ketua non ¬aktif Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar baru-baru ini.
Biaya politik mahal tidak hanya terjadi pada saat penyelenggaraan Pilkada berlangsung, tetapi juga ketika ada sengketa pilkada yang harus dibawa ke Mahkamah Konstitusi di Jakarta. Belum lagi praktik politik transaksional yang terjadi dalam proses putusan sengketa pilkada tersebut.
Djohermansyah menjelaskan faktor utama tindak pidana korupsi yang dilakukan para kepala daerah itu adalah tingginya biaya politik selama pemilihan umum kepala daerah berlangsung, “Korupsi (kepala daerah) itu terjadi karena biaya tinggi pilkada, karena dalam politik tidak ada yang gratis. Ketika orang ingin mendapat kursi jabatan dalam Pilkada, uang yang dikeluarkan tidak sedikit,” ujarnya.
Oleh karena itu, untuk memi¬nimalisir praktik korupsi di daerah, Kemendagri mengusulkan pelak¬sanaan pilkada tidak langsung atau melalui perwakilan rakyat di DPRD untuk tingkat kabupaten dan kota.
"Sejak pilkada secara langsung tahun 2005, semakin lama penyelenggaraannya makin buruk. Inti pokok persoalannya pada biaya yang mahal dalam penyelenggaraan pilkada,” katanya.(Fery)
KPK: Indonesia Merugi 20 Ribu Triliun Pertahun
Jakarta, (Media TIPIKOR)
Sistem perizinan dan regulasi yang tumpang tindih serta korupsi kepala daerah pada pemanfaatan sumberdaya alam dan energi telah membuat Indonesia merugi lebih dari 20 ribu triliun.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini mengarahkan mata pada kasus-kasus di sektor tersebut, selain juga pertanian dan pangan.
Ketua KPK Abraham Samad menyatakan, sangat ironis ketika pemerintah membangga-banggakan APBN senilai Rp1700 triliun. Padahal, sebenarnya bangsa ini menderita kerugian Rp 20 ribu triliun setiap tahun.
"Ini hanya hitung-hitungan kasar dari potensi penerimaan royalti dari pengelolaan gas, dan mineral kita yang mayoritas dikuasai asing," katanya dalam diskusi Dampak Korupsi terhadap Kehidupan Petani di Desa Kalibening, Tingkir, Salatiga.
Dalama cara Hari Lahir Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT) ke XIV itu Samad menjadi pembicara bersama Gubernur Jateng Ganja Pranowo.
Samad mengatakan, saat itu ada 144 blok sumur migas yang semuanya dikelola asing. Berdasarkan kontrak kerja, Indonesia sebagai pemilik migas hanya mendapat bagian keuntungan 31 persen. Padahal, setiap tahun satu blok migas bisa menghasilkan keuntungan Rp165 triliun. Kemudian, 50 persen dari perusahaan-perusahaan mineral saat ini tidak membayar royalti.
Alasannya, mereka mengaku sudah membayar upeti kepada pejabat daerah yang jumlahnya lebih besar dari royalti yang seharusnya dibayarkan. Para kepala daerah juga disinyalir banyak menerbitkan izin pengelolaan hutan dan eksplorasitambani yang tidak sesuai ketentuan.
Maka jika kontrak perusahaan asing, termasuk Freeport diperbaharui, serta pungutan pejabat dan korupsi kepala daerah dihapus, pendapatan Indonesia bisa lebih dari Rp20 ribu triliun. Ini belum termasuk pendapatan dari pajak, industri, perdagan eksport impor dan lain-lain,"Kalau ini terjadi, APBN kita bagikan keseluruh rakyat Indonesia setiap orang akan kebagian Rp20 juta tiap bulan, tidak usah bekerja," katanya.
Menuju kearah sana, KPK kini sedang mengkaji peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan sumber daya alam dan energi. Selain itu juga peraturan tentang pertanian dan ketahananpangan yang diduga banyak tidak berpihak pada rakyat kecil.
"Produksi daging sapi kita sebenarnya cukup, tapi mengapa sekarang impor. Karena beberapa sentra Sapi justru menjual keluar negeri," katanya.(Fery)
Jakarta, (Media TIPIKOR)
Sistem perizinan dan regulasi yang tumpang tindih serta korupsi kepala daerah pada pemanfaatan sumberdaya alam dan energi telah membuat Indonesia merugi lebih dari 20 ribu triliun.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini mengarahkan mata pada kasus-kasus di sektor tersebut, selain juga pertanian dan pangan.
Ketua KPK Abraham Samad menyatakan, sangat ironis ketika pemerintah membangga-banggakan APBN senilai Rp1700 triliun. Padahal, sebenarnya bangsa ini menderita kerugian Rp 20 ribu triliun setiap tahun.
"Ini hanya hitung-hitungan kasar dari potensi penerimaan royalti dari pengelolaan gas, dan mineral kita yang mayoritas dikuasai asing," katanya dalam diskusi Dampak Korupsi terhadap Kehidupan Petani di Desa Kalibening, Tingkir, Salatiga.
Dalama cara Hari Lahir Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT) ke XIV itu Samad menjadi pembicara bersama Gubernur Jateng Ganja Pranowo.
Samad mengatakan, saat itu ada 144 blok sumur migas yang semuanya dikelola asing. Berdasarkan kontrak kerja, Indonesia sebagai pemilik migas hanya mendapat bagian keuntungan 31 persen. Padahal, setiap tahun satu blok migas bisa menghasilkan keuntungan Rp165 triliun. Kemudian, 50 persen dari perusahaan-perusahaan mineral saat ini tidak membayar royalti.
Alasannya, mereka mengaku sudah membayar upeti kepada pejabat daerah yang jumlahnya lebih besar dari royalti yang seharusnya dibayarkan. Para kepala daerah juga disinyalir banyak menerbitkan izin pengelolaan hutan dan eksplorasitambani yang tidak sesuai ketentuan.
Maka jika kontrak perusahaan asing, termasuk Freeport diperbaharui, serta pungutan pejabat dan korupsi kepala daerah dihapus, pendapatan Indonesia bisa lebih dari Rp20 ribu triliun. Ini belum termasuk pendapatan dari pajak, industri, perdagan eksport impor dan lain-lain,"Kalau ini terjadi, APBN kita bagikan keseluruh rakyat Indonesia setiap orang akan kebagian Rp20 juta tiap bulan, tidak usah bekerja," katanya.
Menuju kearah sana, KPK kini sedang mengkaji peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan sumber daya alam dan energi. Selain itu juga peraturan tentang pertanian dan ketahananpangan yang diduga banyak tidak berpihak pada rakyat kecil.
"Produksi daging sapi kita sebenarnya cukup, tapi mengapa sekarang impor. Karena beberapa sentra Sapi justru menjual keluar negeri," katanya.(Fery)
Limbah PT SPF Cemari Palemraya
Sekda: Hentikan sementara SPF, sebelum masalah selesai
Oganilir, (Media TIPIKOR)
Bocornya aliran pipa pembuangan gas mengandung partikel debu dari PT Sumatera Prima Fiberboard (SPF) menyebabkan masyarakat desa Palemraya kecamatan Inderalaya kabupaten Ogan Ilir provinsi Sumatera Selatan merasa gerah. Pasalnya polusi udara dari kebocoran pipa pembuangan tersebut sangat mengganggu aktivitas warga bahkan telah berdampak pada kesehatan warga khususnya para anak-anak sudah mulai terserang penyakit radang saluran pernafasan yang dapat mengancam keselamatan jiwa.
Sekretaris Daerah (Sekda) kabupaten Ogan Ilir (OI) H. Sobli meminta dengan tegas kepada pihak PT. SPF agar menghentikan sementara waktu pengoperasian pabrik Density Fibreboard & Panel Kayu tersebut sampai permasalahan limah debu yang mencemari lingkungan desa Palemraya ini selesai, “Kita punya wewenang untuk menghentikan operasi perusahaan tersebut sepanjang telaah terhadap kasus dokumen Amdal yang telah meresahkan masyarakat ini belum diselesaikan”, ujar Sobli kepada Media TIPIKOR, Kamis (21/11) di Indralaya.
Sobli menambahkan, akan segera meminta Dinas Pertambangan Energi dan Lingkungan Hidup kabupaten Ogan Ilir untuk segera melakukan kroscek data di lapangan, “Nanti kita minta pihak Dinas Pertambangan Energi dan Lingkungan Hidup untuk menyelesaikan permasalahan sampai tuntas, dan akan meminta Dinas Kesehatan Ogan Ilir segera melakukan kroscek terkait kabar para anak-anak yang sakit tersumbat pernapasan yang diduga karena pencemaran lingkungan oleh PT SPF,” katanya.
Hal senada juga disampaikan Arhandi Tabroni selaku wakil ketua DPRD Ogan Ilir yang menyatakan dengan tegas bahwa PT SPF harus segera menyelesaikan permasalahan limbah debu yang mencemari lingkungan ini, “Kalau pihak PT SPF tidak mampu menyelesaikan masalah ini, maka tutup saja pabriknya”, kata politisi PAN ini singkat.
Menurut warga yang tinggal disekitar pabrik bahwa pihak PT SPF membuang gas debu udara pada dini hari sekitar jam 01.00 Wib dimana para warga masih sedang beristirahat tidur, “Saat pagi hari ketika akan bersih-bersih, terlihat debu udara sudah menempel dinding rumah, kaca-kaca jendela, pekarangan rumah. Kondisi tanaman sayur-mayur di ladang juga habis ditempeli debu pencemaran pabrik sehingga tidak berwarna hijau lagi,” kata salah seorang warga kepada Media TIPIKOR sembari meminta agar identitasnya tidak di publikasikan.
Sementara itu Media TIPIKOR belum berhasil mengkonfirmasi pihak PT SPF terkait polusi udara yang disebabkan bocornya pipa pembuangan, dari pantauan dilapangan PT SPF terkesan menutup mata dengan melakukan pembiaran terhadap bocornya pipa pembuangan milik PT SPF sehingga diduga PT SPF telah melakukan pelanggaran terhadap UU No. 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup dan UU No. 18 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengolahan lingkungan hidup.(Suparman)
Sekda: Hentikan sementara SPF, sebelum masalah selesai
Oganilir, (Media TIPIKOR)
Bocornya aliran pipa pembuangan gas mengandung partikel debu dari PT Sumatera Prima Fiberboard (SPF) menyebabkan masyarakat desa Palemraya kecamatan Inderalaya kabupaten Ogan Ilir provinsi Sumatera Selatan merasa gerah. Pasalnya polusi udara dari kebocoran pipa pembuangan tersebut sangat mengganggu aktivitas warga bahkan telah berdampak pada kesehatan warga khususnya para anak-anak sudah mulai terserang penyakit radang saluran pernafasan yang dapat mengancam keselamatan jiwa.
Sekretaris Daerah (Sekda) kabupaten Ogan Ilir (OI) H. Sobli meminta dengan tegas kepada pihak PT. SPF agar menghentikan sementara waktu pengoperasian pabrik Density Fibreboard & Panel Kayu tersebut sampai permasalahan limah debu yang mencemari lingkungan desa Palemraya ini selesai, “Kita punya wewenang untuk menghentikan operasi perusahaan tersebut sepanjang telaah terhadap kasus dokumen Amdal yang telah meresahkan masyarakat ini belum diselesaikan”, ujar Sobli kepada Media TIPIKOR, Kamis (21/11) di Indralaya.
Sobli menambahkan, akan segera meminta Dinas Pertambangan Energi dan Lingkungan Hidup kabupaten Ogan Ilir untuk segera melakukan kroscek data di lapangan, “Nanti kita minta pihak Dinas Pertambangan Energi dan Lingkungan Hidup untuk menyelesaikan permasalahan sampai tuntas, dan akan meminta Dinas Kesehatan Ogan Ilir segera melakukan kroscek terkait kabar para anak-anak yang sakit tersumbat pernapasan yang diduga karena pencemaran lingkungan oleh PT SPF,” katanya.
Hal senada juga disampaikan Arhandi Tabroni selaku wakil ketua DPRD Ogan Ilir yang menyatakan dengan tegas bahwa PT SPF harus segera menyelesaikan permasalahan limbah debu yang mencemari lingkungan ini, “Kalau pihak PT SPF tidak mampu menyelesaikan masalah ini, maka tutup saja pabriknya”, kata politisi PAN ini singkat.
Menurut warga yang tinggal disekitar pabrik bahwa pihak PT SPF membuang gas debu udara pada dini hari sekitar jam 01.00 Wib dimana para warga masih sedang beristirahat tidur, “Saat pagi hari ketika akan bersih-bersih, terlihat debu udara sudah menempel dinding rumah, kaca-kaca jendela, pekarangan rumah. Kondisi tanaman sayur-mayur di ladang juga habis ditempeli debu pencemaran pabrik sehingga tidak berwarna hijau lagi,” kata salah seorang warga kepada Media TIPIKOR sembari meminta agar identitasnya tidak di publikasikan.
Sementara itu Media TIPIKOR belum berhasil mengkonfirmasi pihak PT SPF terkait polusi udara yang disebabkan bocornya pipa pembuangan, dari pantauan dilapangan PT SPF terkesan menutup mata dengan melakukan pembiaran terhadap bocornya pipa pembuangan milik PT SPF sehingga diduga PT SPF telah melakukan pelanggaran terhadap UU No. 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup dan UU No. 18 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengolahan lingkungan hidup.(Suparman)
Samisake Tahap I Rp 4 Miliar
Kuala Tungkal, (Media TIPIKOR)
Program andalan Pemerintah Provinsi Jambi (Samisake) segera meluncur ke seluruh wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Untuk tahap I, sebesar Rp 4 miliar lebih akan dicairkan ke tiap kecamatan, dengan nominal bervariasi.
Kepala Sub Bidang Kesejahteraan Rakyat Bapemdal Tanjab Barat, Zulkifli menjelaskan, realisasi bantuan Samisake untuk tahap I, berupa program bedah rumah dan beasiswa mencapai 50 persen. "Pengucuran dana itu nanti, langsung ke tiap kecamatan, " ujarnya, Jumat kemarin.
Terkait realisasi program yang dicanangkan oleh Hasan Basri Agus (HBA) ini, pengucuran tahap I ini memiliki perdedaan sistem dengan yang sebelumnya. Untuk saat ini, sistem pelaporan realisasi program Samisake tidak lagi mengunakan sistem pelaporan copy, melainkan online.
"Harapannya, kalau dengan sistem online, bisa mempermudah pantauan untuk mengtahui kecamatan mana yang telah direalisasikan," ujarnya.
Lebih lanjut Zulkifli menerangkan, bahwa untuk pencairan tahap II nantinya, baru dapat dilakukan jika pencairan tahap I mencapai 80 persen. Jika belum sampai maka pencairan tahap II tidak bisa dilakukan. "Mekanismenya memang begitu, pencaipannya harus sudah 80 persen, baru bisa pencairan tahap II," tuturnya.
Sementara, untuk tahun ini, pencairan tahap I pun sudah dipastikan lambat, karena harus ada verifikasi ulang terhadap calon penerima bedah rumah di setiap kecamatan.
"Bahkan sejauh ini ada tiga kecamatan yang belum melaporkan realisasi program bedah rumah dan bea siswa tahap I," ungkapnya. Sehingga belum bisa meneruskan laporan ke provinsi.
Jika ternyata pencairan tahap II bisa dilakukan, maka dalam pencairan tahap II nantinya, akan dialokasikan ke kegiatan yang berbeda dengan tahap I, seperti untuk bantuan modal UMKM, dan sertifikat gratis.
Namun meski realisasi tahap II belum dijalankan, salah satu bentuk konsep realisasi, diantaranya sertifikat gratis diperkirakan gagal sama halnya dengan tahun lalu. Itu terjadi karena keterbatasan personel BPN di Tanjab.(ndi)
Kuala Tungkal, (Media TIPIKOR)
Program andalan Pemerintah Provinsi Jambi (Samisake) segera meluncur ke seluruh wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Untuk tahap I, sebesar Rp 4 miliar lebih akan dicairkan ke tiap kecamatan, dengan nominal bervariasi.
Kepala Sub Bidang Kesejahteraan Rakyat Bapemdal Tanjab Barat, Zulkifli menjelaskan, realisasi bantuan Samisake untuk tahap I, berupa program bedah rumah dan beasiswa mencapai 50 persen. "Pengucuran dana itu nanti, langsung ke tiap kecamatan, " ujarnya, Jumat kemarin.
Terkait realisasi program yang dicanangkan oleh Hasan Basri Agus (HBA) ini, pengucuran tahap I ini memiliki perdedaan sistem dengan yang sebelumnya. Untuk saat ini, sistem pelaporan realisasi program Samisake tidak lagi mengunakan sistem pelaporan copy, melainkan online.
"Harapannya, kalau dengan sistem online, bisa mempermudah pantauan untuk mengtahui kecamatan mana yang telah direalisasikan," ujarnya.
Lebih lanjut Zulkifli menerangkan, bahwa untuk pencairan tahap II nantinya, baru dapat dilakukan jika pencairan tahap I mencapai 80 persen. Jika belum sampai maka pencairan tahap II tidak bisa dilakukan. "Mekanismenya memang begitu, pencaipannya harus sudah 80 persen, baru bisa pencairan tahap II," tuturnya.
Sementara, untuk tahun ini, pencairan tahap I pun sudah dipastikan lambat, karena harus ada verifikasi ulang terhadap calon penerima bedah rumah di setiap kecamatan.
"Bahkan sejauh ini ada tiga kecamatan yang belum melaporkan realisasi program bedah rumah dan bea siswa tahap I," ungkapnya. Sehingga belum bisa meneruskan laporan ke provinsi.
Jika ternyata pencairan tahap II bisa dilakukan, maka dalam pencairan tahap II nantinya, akan dialokasikan ke kegiatan yang berbeda dengan tahap I, seperti untuk bantuan modal UMKM, dan sertifikat gratis.
Namun meski realisasi tahap II belum dijalankan, salah satu bentuk konsep realisasi, diantaranya sertifikat gratis diperkirakan gagal sama halnya dengan tahun lalu. Itu terjadi karena keterbatasan personel BPN di Tanjab.(ndi)
Sambut Wagubsu dan Rombongan FKUB Sumut
Gubernur Papua: Seluruh etnik yang tinggal di tanah papua adalah saudara
Medan, (Media TIPIKOR)
Gubernur Papua Lukas Enembe menjamin semua umat beragama dan etnik untuk hidup secara damai di tanah Papua karena Papua adalah bagian dari NKRI dan semua umat beragama dan etnik yang tinggal di tanah Papua adalah saudara.
Pernyataan ini disampaikan Lukas Enembe ketika menyambut kedatangan Wakil Gubernur Sumut Ir HT Erry Nuradi MSi beserta Hj Evi Diana Erry beserta unsur Pengurus FKUB Sumut yang dipimpin Dr H Maratua Simanjuntak MA di VIP Bandara Sentani Papua, Minggu pagi (24/11).
Kedatangan Wagubsu dan rombongan disambut dengan tarian Papua dan Wagubsu diminta memijak piring sebagai tanda telah tiba di tanah Papua dengan selamat.
Kunjungan Wagubsu selaku Ketua Dewan Penasihat FKUB Sumut beserta 25 Pengurus FKUB Sumut dalam rangka studi banding dan lokakarya antara FKUB Sumut dengan FKUB Papua tentang Kiat-kiat memelihara kerukunan di dua daerah dan mengunjungi tempat tempat ibadah mulai tanggal 23-28 November 2013.
Kegiatan ini atas bantuan penuh dan dorongan dari Gubsu H Gatot Pujo Nugroho ST,MSi yang sebelum keberangkatan telah memberikan pembekalan kepada pengurus FKUB Sumut dan Kepala Badan Kesbangpol Sumut Drs H Eddy Syofian MAP yang akan membawa makalah atas nama Pemerintah Provinsi Sumut.
Lebih lanjut Gubernur Lukas Enembe menyatakan Tanah Papua memiliki potensi yang sangat besar terutama kandungan emas, tambang, pariwisata yang belum dikelola secara optimal. Oleh karenanya Pemerintah Daerah Papua bertekad untuk mempertahankan suasana kondusif tanah Papua serta upaya meningkatkan kualitas sumber daya putra putri Papua.
"Kami mengakui warga Sumut telah banyak memberi andil bagi terbangunnya suasana kondusif serta banyak memberi kontribusi bagi peningkatan kualitas sumber daya masyarakat Papua karena sejak 1963 banyak Guru dan Birokrat dari Dumut mengabdi di Papua," ujar Lukas Enembe yang baru 8 bulan menjabat Gubernur Papua yang sebelumnya Bupati di salah satu kabupaten.
Gubernur Papua berharap masyarakat Sumut dapat meyakinkan dan mempromosikan kepada masyarakat lainnya bahwa di Papua tidak ada gejolak, tidak ada pertentangan agama dan etnik.
Sementara itu Wagubsu HT Erry Nuradi menyatakan keinginan FKUB Sumut ke Papua untuk lebih melihat secara langsung dan mendalam tentang upaya membina kerukunan di tanah Papua.
"Kedua daerah memiliki persamaan dalam mengelola kerukunan sehingga kedua daerah dapat memberi kontribusi bagi bangsa untuk membangun kerukunan nasional" ujar Wagubsu.
Selama kunjungan FKUB Sumut ke Papua antara lain agenda kegiatan pertemuan masyarkat Batak di Papua dengan Wagubsu dan FKUB, workshop dan seminar Kiat kiat membangun kerukunan dengan pemakalah KA Kesbangpol Sumut, KA.Kanwil Kemenag Sumut,Ketua FKUB Sumut dengan pejabat Papua dan seluruh Pengurus FKUB se provinsi Papua, kunjungan ke Mac Arthur, kunjungan ke kampung seni Ayopo, kunjungan ke perbatasan Indonesia dengan Negara Papua Nugini.
Turut dalam rombongan FKUB Sumut para Dewan Penasihat, KA.Kanwil Kemenag imut Drs H Abdul Rahim MHum, KA,Kesbanpol dan Linmas Drs H Eddy Syofian, Ketua MUI Sumut Ptof Dr H Abdullah Syah MA, beserta dari majelis majelis agama dan beberapa Ketua FKUB Kabupaten kota.(Bond/Rzl)
Medan, (Media TIPIKOR)
Gubernur Papua Lukas Enembe menjamin semua umat beragama dan etnik untuk hidup secara damai di tanah Papua karena Papua adalah bagian dari NKRI dan semua umat beragama dan etnik yang tinggal di tanah Papua adalah saudara.
Pernyataan ini disampaikan Lukas Enembe ketika menyambut kedatangan Wakil Gubernur Sumut Ir HT Erry Nuradi MSi beserta Hj Evi Diana Erry beserta unsur Pengurus FKUB Sumut yang dipimpin Dr H Maratua Simanjuntak MA di VIP Bandara Sentani Papua, Minggu pagi (24/11).
Kedatangan Wagubsu dan rombongan disambut dengan tarian Papua dan Wagubsu diminta memijak piring sebagai tanda telah tiba di tanah Papua dengan selamat.
Kunjungan Wagubsu selaku Ketua Dewan Penasihat FKUB Sumut beserta 25 Pengurus FKUB Sumut dalam rangka studi banding dan lokakarya antara FKUB Sumut dengan FKUB Papua tentang Kiat-kiat memelihara kerukunan di dua daerah dan mengunjungi tempat tempat ibadah mulai tanggal 23-28 November 2013.
Kegiatan ini atas bantuan penuh dan dorongan dari Gubsu H Gatot Pujo Nugroho ST,MSi yang sebelum keberangkatan telah memberikan pembekalan kepada pengurus FKUB Sumut dan Kepala Badan Kesbangpol Sumut Drs H Eddy Syofian MAP yang akan membawa makalah atas nama Pemerintah Provinsi Sumut.
Lebih lanjut Gubernur Lukas Enembe menyatakan Tanah Papua memiliki potensi yang sangat besar terutama kandungan emas, tambang, pariwisata yang belum dikelola secara optimal. Oleh karenanya Pemerintah Daerah Papua bertekad untuk mempertahankan suasana kondusif tanah Papua serta upaya meningkatkan kualitas sumber daya putra putri Papua.
"Kami mengakui warga Sumut telah banyak memberi andil bagi terbangunnya suasana kondusif serta banyak memberi kontribusi bagi peningkatan kualitas sumber daya masyarakat Papua karena sejak 1963 banyak Guru dan Birokrat dari Dumut mengabdi di Papua," ujar Lukas Enembe yang baru 8 bulan menjabat Gubernur Papua yang sebelumnya Bupati di salah satu kabupaten.
Gubernur Papua berharap masyarakat Sumut dapat meyakinkan dan mempromosikan kepada masyarakat lainnya bahwa di Papua tidak ada gejolak, tidak ada pertentangan agama dan etnik.
Sementara itu Wagubsu HT Erry Nuradi menyatakan keinginan FKUB Sumut ke Papua untuk lebih melihat secara langsung dan mendalam tentang upaya membina kerukunan di tanah Papua.
"Kedua daerah memiliki persamaan dalam mengelola kerukunan sehingga kedua daerah dapat memberi kontribusi bagi bangsa untuk membangun kerukunan nasional" ujar Wagubsu.
Selama kunjungan FKUB Sumut ke Papua antara lain agenda kegiatan pertemuan masyarkat Batak di Papua dengan Wagubsu dan FKUB, workshop dan seminar Kiat kiat membangun kerukunan dengan pemakalah KA Kesbangpol Sumut, KA.Kanwil Kemenag Sumut,Ketua FKUB Sumut dengan pejabat Papua dan seluruh Pengurus FKUB se provinsi Papua, kunjungan ke Mac Arthur, kunjungan ke kampung seni Ayopo, kunjungan ke perbatasan Indonesia dengan Negara Papua Nugini.
Turut dalam rombongan FKUB Sumut para Dewan Penasihat, KA.Kanwil Kemenag imut Drs H Abdul Rahim MHum, KA,Kesbanpol dan Linmas Drs H Eddy Syofian, Ketua MUI Sumut Ptof Dr H Abdullah Syah MA, beserta dari majelis majelis agama dan beberapa Ketua FKUB Kabupaten kota.(Bond/Rzl)
0 comments:
Post a Comment