Monday, May 26, 2014

Edisi 68/MTip/2014

KPK Akan Klarifikasi Harta Kekayaan Capres

 Jakarta  (Media TIPIKOR)
KPK akan mengklarifikasi laporan harta kekayaan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang akan maju dalam Pemilihan Umum Presiden 2014 pada 9 Juli.
"Informasi yang saya terima dari Direktorat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK, utusan Pak Joko Widodo telah melaporkan pendaftaran LHKPN. Sedangkan Pak Jusuf Kalla akan menyampaikan laporan harta kekayaan sebagai syarat maju di pemilihan presiden pada Kamis (22/5)," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi, di Jakarta, Rabu.
Selain Joko Widodo, pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, lanjut Johan, telah menyampaikan laporan harta kekayaan mereka , Selasa (20/5).
"Dalam konteks ini, laporan harta kekayaan yang disampaikan calon presiden dan calon wakil presiden merupakan salah satu pemenuhan syarat yang ditetapkan KPU. Setelah laporan diterima, KPK akan memverifikasi dokumen yang disampaikan. Jika ada yang kurang, akan disampaikan ke capres dan cawapres," kata Johan.
Johan mengatakan tahapan berikutnya setelah verifikasi dokumen yaitu klarifikasi data lapangan dari laporan yang disampaikan ke Direktorat LHKPN KPK. Jika KPK menemukan ketidaksesuaian data di lapangan dengan laporan di dokumen, maka akan disampaikan ke KPU.
"Misalnya, dalam laporan itu disampaikan rumah. Kemudian akan dicek, apakah rumah yang dilaporkan itu sesuai dengan yang ada di laporan harta kekayaan," kata Johan.
KPK, lanjut Johan, akan mengumumkan laporan harta kekayaan calon presiden dan calon wakil presiden bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Klarifikasi mungkin akan dilakukan Juni, sedangkan Mei ini dilakukan verifikasi dokumen laporan harta kekayaan yang disampaikan," kata Johan.
Sebelumnya, KPK telah mengirim surat dan formulir Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memudahkan calon presiden dan calon wakil presiden saat melengkapi persyaratan resmi pendaftaran ke KPU.
"Pekan lalu, KPK sudah mengirim surat ke KPU. Isinya agar KPU menindaklanjuti salah satu poin di dalam surat edaran KPU tentang pencalonan presiden dan wakil presiden itu. Poin itu adalah setiap calon presiden harus melaporkan LHKPN," kata Bambang.
KPK, menurut Bambang, berharap calon presiden dan calon wakil presiden yang mendaftarkan diri ke KPU dapat segera melengkapi formulir LHKPN karena akan ditindaklanjuti dan diklarifikasi oleh KPK.(hol)

Penyidik Polda Dalami Kasus Korupsi Untag

Jakarta  (Media TIPIKOR)
Penyidik Polda Metro Jaya mendalami laporan dugaan kasus tindak pidana korupsi dan penggelapan aset Universitas 17 Agustus (Untag) Jakarta.
"Terdapat tujuh laporan di Polres Metro Jakarta Utara dan satu laporan di Polda Metro Jaya," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Rikwanto di Jakarta Rabu.
Rikwanto menyebutkan laporan itu terkait dugaan korupsi, penggelapan dan penipuan dengan terlapor Ketua Yayasan Untag Rudyono Dharsono.
Rikwanto akan menelusuri penyelidikan kasus itu berdasarkan laporan dari pengurus yayasan dan dosen Untag.
Sejauh ini, penyidik kepolisian belum meningkatkan status Rudyono yang masih menyandang saksi.
Salah satu Dosen Untag Tuswoyo Giri Atmojo menambahkan Rudyono diduga terlibat berbagai kasus lainnya seperti pencucian uang, penggunaan ijasah palsu dan penyalahgunaan kekuasaan.
Rudyono juga diduga terlibat penjualan dan penggelapan aset Untag secara sepihak atau tanpa melaporkan kepada Ketua Dewan Pembina dan Ketua Dewan Pengawas, serta jajaran pengurus yayasan lainnya.
Akibat penjualan aset Untag berupa lahan tanah, pihak yayasan menderita kerugian hingga Rp91 miliar.
Rudyono juga dituduh mendirikan Yayasan Husada Karya yang bergerak pada bidang Akademi Perawat dan membangun kampus akademi tersebut di tanah milik Yayasan Untag.
Tuswoyo mengungkapkan Rudyono mengembangkan bisnis pembangunan landasan pacu lapangan terbang di Majalengka, Jawa Barat, yang terindikasi dari dana penjualan aset Untag.(hol)

Advokat-Advokat Nakal di Pusaran Korupsi

Jakarta (Media TIPIKOR)
Profesi advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) kerap ternodai oleh ulah segelintir oknum. Keberadaan advokat nakal menjadi sesuatu hal yang tidak terbantahkan dalam praktik peradilan. Sejak KPK berdiri hingga 2014, KPK telah menangani sejumlah perkara korupsi yang melibatkan advokat.
Kasus teranyar, advokat Susi Tur Andayani yang tengah menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Susi diduga menjadi perantara suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) M Akil Mochtar dalam sejumlah sengketa Pilkada. Susi dituntut tujuh tahun penjara karena dianggap terbukti turut serta melakukan suap.
Selain Susi, masih ada sejumlah advokat yang terjerat kasus korupsi. Sebut saja, Mario Cornelio Bernardo. Advokat yang juga anak buah Hotma Sitompoel ini divonis Pengadilan Tipikor Jakarta dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp200 juta karena terbukti menyuap pegawai Mahkamah Agung (MA), Djodi Supratman.
Advokat lainnya yang pernah masuk dalam bidikan KPK adalah Adner Sirait, Harini Wijoso, dan Tengku Syaifuddin Popon. Adner ditangkap KPK usai menyuap Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (TUN) Ibrahim untuk memuluskan perkara sengketa tanah seluas 9,9 hektar di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2010 lalu.
Sementara, Harini ditangkap KPK karena berupaya menyuap pegawai MA dan hakim agung terkait kasus yang melibatkan Probosutedjo pada 2005. Kemudian, Tengku yang juga pengacara mantan Gubernur Aceh, Abdullah Puteh ditangkap KPK saat memberikan suap kepada dua oknum panitera Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Bukan hanya di KPK. Kepolisian Republik Indonesia (Polri) juga pernah menjerat para advokat-advokat nakal di pusaran kasus korupsi ini. Misalnya, kasus korupsi yang melibatkan dua advokat, Haposan Hutagalung dan Lambertus Palang Ama. Keduanya dianggap terbukti menghalang-halangi proses hukum Gayus Halomoan Tambunan dengan merekayasa penanganan perkara Gayus.
Semua kasus tersebut menjadi potret begitu rentannya profesi advokat. Salah-salah, advokat malah terperosok dalam pusaran korupsi.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan ada satu modus yang sering dilakukan oleh para advokat nakal ini. “Jadi, dia ikut terlibat menjadi bagian dalam penyuapan,” katanya kepada hukumonline, Selasa (20/5).
Johan melanjutkan, advokat-advokat nakal itu bukan sekedar menjadi perantara suap, tapi menjadi pelaku penyuapan. Apabila dilihat dari semua kasus yang melibatkan advokat di KPK, seluruhnya terkategori tindak pidana suap. KPK belum pernah menjadikan advokat sebagai tersangka karena menghalang-halangi penyidikan.
Walau begitu, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sempat menyatakan, perbuatan obstruction of justice atau menghalang-halangi proses penegakan hukum juga merupakan bagian dari modus operandi korupsi. Obstruction of justice tidak hanya bisa dilakukan oleh koruptor, melainkan dilakukan pihak-pihak lain, seperti advokat.
Bambang mencontohkan, dalam suatu kasus korupsi yang ditangani KPK. Lembaga anti rasuah itu menemukan indikasi perbuatan mengarahkan saksi dan meminta saksi bersembunyi agar tidak memenuhi panggilan KPK. Ia menganggap upaya demikian sebagai salah satu indikasi perbuatan obstruction of justice.
“Tidak boleh saksi disuruh bersembunyi. KPK mulai serius menangani dugaan perbuatan obstruction of justice. Beberapa waktu lalu, KPK telah menetapkan tersangka kepada seseorang yang diduga berbohong di persidangan. Karena kalau tidak begitu, kita tidak bisa bongkar secara lebih luas dan lebih tuntas,” ujarnya.
Menurut Bambang, kalangan profesional yang membantu koruptor tersebut adalah gatekeeper. KPK tidak akan pandang bulu dalam menangani perbuatan obstruction of justice. Setidaknya, KPK memiliki instrument dalam UU Tipikor, yaitu Pasal 21 dan Pasal 22 untuk menjerat pelaku obstruction of justice.
Meski KPK belum menerapkan pasal itu terhadap advokat yang diduga menghalang-halangi proses penegakan hukum, KPK mulai bertindak tegas. Dalam kasus Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah misalnya. KPK mencium adanya upaya menghalang-halangi penyidikan dengan mengarahkan saksi dan menyuruh saksi bersembunyi.
KPK bahkan harus menjemput paksa seorang saksi bernama Siti Halimah dari sebuah hotel di Bandung karena bersembunyi dari pemeriksaan KPK. Untuk mengetahui siapa pihak di balik perbuatan obstruction of justice itu, KPK telah memeriksa sejumlah pengacara Atut, Andi F Simangunsong, Nasrullah, dan TB Sukatma.
Namun, KPK masih mempelajari sejauh mana keterlibatan para pengacara Atut. KPK menyarankan agar para advokat menjalankan fungsinya sebagai penasihat hukum dengan baik. Jangan sampai para pengacara malah melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa dikategorikan sebagai obstruction of justice.
Selain pengacara Atut, KPK juga pernah menemukan indikasi mengarahkan saksi yang diduga dilakukan pengacara Djoko Susilo, Juniver Girsang. Saat bersaksi di persidangan Djoko, penyidik KPK Novel Baswedan mengungkapkan pihaknya memiliki rekaman CCTV hotel, dimana pengacara Djoko berupaya mengumpulkan sejumlah saksi.
Walau Juniver membantah pertemuan di hotel untuk mengarahkan saksi, nyatanya sejumlah saksi mencabut keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang memberatkan Djoko. Akan tetapi, KPK tidak memperpanjang dugaan tersebut. KPK hanya menyatakan siap memberikan rekaman CCTV jika diminta Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI).
Kemudian, dalam perkara suap pengurusan izin kuota impor daging sapi dengan terdakwa Ahmad Fathanah, penuntut umum KPK pernah meminta pengacara Fathanah, Ahmad Rozi untuk tidak turut mendampingi Fathanah. Pasalnya, Rozi merupakan salah seorang saksi yang sempat dimintai bantuan oleh Luthfi Hasan Ishaaq.
Masih ada beberapa advokat yang disebut-sebut turut terlibat dalam kasus korupsi yang ditangani KPK. Seperti, Arbab Paproeka, Wa Ode Nur Zainab, dan Sahrin Hamid. Arbab bersama Wa Ode Nur Zainab disebut pernah menerima aliran dana dari Wa Ode Nurhayati yang diduga berasal dari hasil korupsi.
Nama Arbab kembali mengemuka dalam sidang perkara Akil. Bupati Buton Samsu Umar Abdul Samiun mengaku pernah dimintai Rp6 miliar oleh Arbab yang mengatasnamakan dirinya sebagai utusan Akil. Sementara, Sahrin selaku kuasa hukum Bupati Morotai pernah meminta seorang saksi mengupayakan dana Rp3 miliar untuk MK.
Modus Advokat Nakal
Sekretaris Dewan Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Sugeng Teguh Santoso mengakui modus penyuapan sering dilakukan advokat-advokat nakal. Ia sangat setuju dengan penangkapan-penangkapan yang dilakukan terhadap para advokat yang “menghalalkan” penyuapan dalam menjalankan profesinya.
Pada intinya, penyuapan itu dilakukan advokat nakal untuk mempengaruhi PNS, penyelenggara negara, atau penegak hukum agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya. Sugeng berpendapat, praktik seperti itu kerap membawa keuntungan tersendiri bagi para advokat nakal.
“Si advokat nakal itu bisa bermain dengan nilainya. Katakanlah dari hasil pembicaraan, baik hakim yang meminta atau advokat yang menawarkan, memberikan sesuatu. Ada kesepakatan Rp1. Nah, dia bisa menaikkan jadi Rp3 atau Rp5. Itu kan wilayah-wilayah yang tidak diketahui, kecuali mereka tertangkap tangan,” bebernya.
Namun, Sugeng membantah jika semua advokat dianggap melakukan praktik kotor. Ada advokat yang memang tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan korupsi karena menangani perkara-perkara orang miskin. Ada juga advokat yang menjaga integritas dan takut dengan ketanya pemantauan aparat penegak hukum.
Terkait dengan tindakan menghalang-halangi proses penegakan hukum, Sugeng memiliki pandangan berbeda. Menurutnya, makna menghalang-halangi harus dibicarakan secara komperhensif dan mendalam. Ada ketidaksepahaman mengenai tindakan mana saja yang dikategorikan sebagai obstruction of justice.
Apabila seorang advokat merahasiakan keberadaan kliennya yang sedang bersembunyi, tentu tidak dapat dikategorikan sebagai upaya menghalang-halangi. Sugeng berpendapat, tindakan penegak hukum yang mengkategorikan itu sebagai tindak pidana yang diatur dalam Pasal 21 UU Tipikor sebagai upaya kriminalisasi.
“Kewajiban advokat kan merahasiakan rahasia kliennya. Kewajiban penegak hukum mengungkap kasus korupsi. Seharusnya, mereka melakukan upaya-upaya yang lebih cerdas dalam suatu proses pembuktian. Jangan mendiskreditkan atau mengkriminalisasi advokat. Itu yang saya akan tentang,” tuturnya.
Andaikata ada advokat yang diduga melakukan tindakan menghalang-halangi, seperti yang disebut Bambang dalam kasus Atut, Sugeng meminta kasus itu diserahkan ke Dewan Kehormatan PERADI. Atau kasus tersebut diserahkan ke Kepolisian agar penanganan perkara berjalan fair dan tidak berat sebelah.
Pencabutan Lisensi
Pencabutan lisensi beracara atas advokat yang terjerat tindak pidana korupsi menjadi kewenangan PERADI. KPK pernah mencoba memasukan pencabutan hak praktik beracara dalam tuntutan perkara Mario Cornelio Bernardo. Namun, tuntutan itu tidak dikabulkan majelis karena pencabutan lisensi beracara merupakan kewenangan PERADI.
Sugeng mengatakan, dalam catatan PERADI, belum ada advokat yang diberhentikan karena melakukan korupsi. Padahal, berdasarkan Pasal 9 UU Advokat, PERADI dapat memberhentikan atau mencabut lisensi advokat yang telah divonis bersalah berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap dengan ancaman pidana minimal empat tahun.
Dengan belum adanya tindakan tegas dari Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PERADI, Sugeng sangat menyayangkan. Ia menyatakan, keputusan pemberhentian untuk advokat-advokat yang terkena pidana bukan di Dewan Kehormatan, melainkan di DPN PERADI. Domain Dewan Kehormatan sebatas pada pelanggaran kode etik profesi.
Walau begitu, Sugeng menjelaskan, tidak tertutup kemungkinan proses kode etik berjalan bersamaan dengan proses pidana. Namun, proses di Dewan Kehormatan dilakukan berdasarkan laporan pelanggaran kode etik. Sugeng mencontohkan, dalam kasus Probosutedjo, ada seorang advokat yang hampir diproses di Dewan Kehormatan.
Advokat itu akhirnya mengundurkan sebelum disidangkan di Dewan Kehormatan. Contoh lain, ada advokat yang dilaporkan kliennya ke Dewan Kehormatan, tapi dilaporkan pula ke Kepolisian karena diduga melakukan penipuan. Setelah menempuh proses sidang kode etik, Dewan Kehormatan mengeluarkan putusan pemberhentian.
Permasalahannya, keputusan pemberhentian itu tidak otomatis dilaksanakan dengan pencabutan lisensi beracara. Pelaksanaan putusan ada di DPN PERADI. Sama halnya pemberhentian untuk advokat-advokat yang terjerat korupsi. Keputusan pemberhentian dan pencabutan lisensi ada di tangan DPN PERADI.
“Ini sebetulnya satu kritik bagi kami, PERADI. Saya setuju segera dilaksanakan. Supaya keputusan itu bewibawa, harus ada pelimpahan kewenangan ke Dewan Kehormatan, sehingga kami akan laksanakan eksekusinya. Tapi, pelimpahan kewenangan itu bisa saja digugat, karena dalam UU Advokat pelaksanaan putusan oleh DPN,” katanya.
Selaku advokat yang aktif di Dewan Kehormatan, Sugeng merasa hal itu menjadi masukan penting bagi DPN PERADI. Sugeng juga mendorong agar DPN PERADI segera menindak advokat-advokat yang terkena tindak pidana. Ia khawatir advokat-advokat yang telah terkena pidana tersebut bisa kembali beracara setelah bebas dari penjara.
Sebenarnya, Pasal 11 UU Advokat telah mengatur bahwa terhadap advokat yang dijatuhi pidana dengan putusan berkekuatan hukum tetap, panitera pengadilan negeri menyampaikan salinan putusan kepada organisasi advokat. Namun, bukan berarti jika tidak diberikan salinan putusan, DPN PERADI tidak dapat mengeluarkan pemberhentian.
Sugeng menganggap, DPN PERADI bisa melakukan pemantauan terhadap perkara-perkara pidana yang melibatkan advokat. PERADI juga tidak perlu membuat nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) dengan MA. “PERADI kan tidak bergantung dengan MA. Sebetulnya tinggal political will dari PERADI saja,” ujarnya.
Tata Cara
Ketua Umum DPN PERADI Otto Hasibuan membenarkan PERADI belum pernah mengeluarkan keputusan pemberhentian atau pencabutan lisensi terhadap para advokat terpidana kasus korupsi. Namun, pembahasan mengenai itu sudah dibicarakan dalam rapat PERADI, mengingat banyak advokat yang terkena korupsi.
Otto menjelaskan, sesuai UU Advokat, pemberhentian dan pencabutan lisensi merupakan kewenangan PERADI. Ia beralasan, selama ini, PERADI belum pernah memberhentikan advokat-advokat yang terkena kasus korupsi karena terbentur dengan mekanisme. PERADI juga baru membentuk Komisi Pengawas selaku eksekutor putusan.
“Jadi, sekarang ini kami sedang buat mekanisme, tata cara pemberhentian advokat yang dipenjara. Rabu ini (21/5) akan kami tetapkan tata cara pencabutan izin mereka itu. Bagaimanapun mereka harus diberi tahu. Ada dua persoalan di sini. Satu mengenai kode etik dan satu lagi melanggar ketentuan undang-undang,” katanya.
Otto mengungkapkan, dahulu PERADI belum merumuskan tata cara pemberhentian dan pencabutan lisensi untuk advokat-advokat yang terjerat pidana. Apakah harus melalui Dewan Kehormatan atau langsung dicabut oleh DPN PERADI. Jika melalui Dewan Kehormatan, advokat tersebut harus disidangkan kode etik terlebih dahulu.
“Nah, sekarang setelah kami bentuk Komisi Pengawas, kami nanti mau menyerahkan ke Komisi Pengawas untuk melakukan eksekusinya. Komisi Pengawasan ini kan perpanjangan tangan dari DPN PERADI. Tinggal kami atur tata caranya. Itulah yang kami laksanakan nanti. Setelah ditetapkan tata caranya, kami akan eksekusi semua,” tandasnya.(hol)

Kinerja Walikota Gunungsitoli Bobrok
DPRD Buat Rekomendasi

Gunungsitoli  (Media TIPIKOR)
Kepemimpinan serta tugas dan tanggung jawab yang diemban Drs. Martinus Lase M.Sp sebagai Walikota Gunungsitoli selama beberapa tahun ini sepertinya kacau balau, hal ini membuat DPRD Kota Gunungsitoli membentuk Pansus berdasarkan PP Nomor 3 Tahun 2007 tentang LPPD kepada Pemerintah, LKPJ Kepala Daerah, ILPPD kepada masyarakat.
Pansus LKPJ Walikota Gunungsitoli TA. 2013 bertujuan memberikan catatan yang bersifat strategis untuk dipedomani oleh Walikota Gunungsitoli dalam pelaksanaan tugasnya atas LKPJ TA 2013.
Sejumlah anggota DPRD Kota Gunungsitoli kepada wartawan menyatakan bahwa pembentukan pansus hingga diterbitkannya rekomendasi tersebut mengingat kepemimpinan Martinus Lase sebagai Walikota Gunungsitoli gagal dan benar-benar bobrok sehingga berada pada ambang kehancuran.
Diantara  sejumlah anggota DPRD tersebut Yanto lebih lanjut mengharapkan agar walikota Gunungsitoli Drs. Martinus Lase M.SP serius dalam mengambil langkah-langkah menjalani isi rekomendasi tersebut sebab waktu yang telah diberikan hanya selama 2 bulan. Jadi inilah akibatnya jika membangkang dan mengkangkangi segala aturan, akhirnya kejepit, tegasnya Yanto.
Rekomendasi yang diajukan DPRD Kota Gunungsitoli berupa catatan khusus kepada Walikota Gunungsitoli diantaranya Walikota Gunungsitoli harus dapat menempatkan personil PNS sesuai dengan tingkat kemampuan dan keahlian pada jabatan yang akan diberikan (the right man on the right place), sebab kelemahan pada pencapaian target kinerja pada program RPJMD terletak pada keluhan ketersediaan sumber daya manusia sementara jumlah rasio personil pegawai telah melebihi target maka dengan demikian walikota Gunungsitoli harus mengevaluasi beberapa personil jabatan esolon II dan Esolon III.
Mengingat rendahnya pencapaian persentase kinerja pemerintah bila dibandingkan dengan target peraturan daerah RPJMD maka walikota dapat memerintahkan seluruh SKPD dalam membuat RKPD, KUA dan PPAS wajib yang didasarkan pada nomenklatur program kegiatan yang tercantum dalam RKPD. Walikota gunungsitoli perlu meninjau ulang pengadaan tanah pemerintah Ta. 2013 terkait peruntukannya dan harga beli sehingga sesuai dengan NJOP kondisi sebenarnya.
Selanjutnya Walikota Gunungsitoli harus segera menuntaskan pembangunan kantor UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Gunungsitoli Idanoi yang telah terbengkalai serta bangunan-bangunan pemerintah yang telah selesai agar segera diserahterimakan dan difungsikan terlebih-lebih terminal faekhu, terminal gomo. Walikota diminta agar penempatan pegawai pada seluruh puskesmas Se-Kota Gunungsitoli serta manajemen pelayanan dasar dan kelayakan kebersihan lingkungan puskesmas dan pemanfaatan alat-alat kesehatan yang telah ada. Walikota harus dapat meningkatkan kedisplinan para PNS dan membatasi perjalanan Dinas luar para pejabat Kepala Daerah.
Selanjutnya dari sisi asset daerah maka harus ditandai dengan nomor registrasi asset sesuai tahun anggaran yang berkenaan, serta segera melakukan langkah-langkah atas penyerahan asset dari pemerintah Kabupaten Nias.
Terkait dengan asset berupa kendaraan Dinas yang lagi bermasalah maka walikota harus bertanggungjawab untuk menyerahkannya dalam waktu cepat dalam rangka kepatuhan penegakkan hukum.
Walikota juga harus bisa memberikan perhatian khusus dalam menangani kesemrautan lalu lintas serta terminal-terminal illegal dan termasuk dalam penertiban, penataan keindahan kota dengan membongkar seluruh bangunan teras atau kios, lapak yang berdiri diatas badan jalan disenjang ruas jalan; menyisir pantai, jalan kelapa, terusan jalan ahmad yani-lagundri, jalan gomo dhi simpang jalan sudirman sampai perempatan jalan ahmad yani, jalan lagundri belakang deretan lapak pedagang ikan dan membongkar seluruh plang merk kedai yang menompang dan berdiri menggandeng promosi produk-produk rokok dan produk lainnya serta menertibkan seluruh bahan bangunan yang diletakkan dibadan jalan sepanjang jalan diponegoro dan ruas jalan lainnya.
Rekomendasi yang telah disampaikan Pansus LKPJ tersebut, harus dan wajib disempurnakan serta dilaksanakan Walikota Gunungsitoli selambat-lambatnya 60 hari kalender terhitung mulai tanggal 16 Mei 2014.
Sementara itu menyikapi hal tersebut Walikota Gunungsitoli saat di temui diruangannya untuk dimintai tanggapannya terkait rekomendasi DPRD ternyata tidak dapat ditemui karena berada diluar daerah. Demikian pula saat ditemui Wakil Walikota Gunungsitoli Drs. Aroni Zendrato dan Sekda Kota Gunungsitoli Edison Ziliwu juga tidak berhasil ditemui karena tidak berada di kantor Walikota. Sementara saat ditanya keberadaan para pejabat tersebut kepada staf pegawai yang berada di ruang tunggu jawabannya tidak tahu pada kemana.
Namun sebelum dikeluarkannya rekomendasi tersebut saat wartawan Tipikor menemui Wakil Walikota Gunungsitoli Drs. Aroni Zendrato, kepada wartawan menyampaikan segala kegiatan kerja Pemerintah Kota Gunungsitoli dari setiap SKPD, baik dalam hal kegiatan pengadaan fisik maupun non fisik sama sekali tidak tahu, namanya saja Wakil Walikota.
Begitu juga dalam pelaporan pencapaian kerjanya SKPD tersebut kepada pemerintah kota mungkin sudah dilaporkan kepada Walikota dan tidak pernah dilaporkan kepada saya sebagai wakil walikota, tutur Aroni.
Sementara ditempat terpisah, Tema L. yang selama ini dikenal sebagai tokoh pemuda Kota Gunungsitoli yang sangat ngotot mengkritik kinerja Pemerintah Kota Gunungsitoli, kepada Wartawan Tipikor menyampaikan dengan tegas dalam menanggapi rekomendasi DPRD Kota Gunungsitoli, yang mana rekomendasi tersebut jangan hanya sebatas wacana dari DPRD Kota Gunungsitoli tetapi harus benar-benar diterapkan.
Yang perlu kita pertanyakan kepada Wakil Rakyat sebagaimana isi dari rekomendasi mereka, apa ia, apa benar dan apakah sanggup Walikota melaksanakan hal itu dalam waktu 60 hari kerja. Lalu tindakan apakah yang akan dilakukan DPRD jika Walikota mengabaikannya. Jadi hal ini ada perlu Anggota DPRD Kota Gunungsitoli memperhatikan dan menimbangnya, jelas Tema.
Dia menambahkan Selain masalah kinerja Pemerintah Kota Gunungsitoli yang dibuatkan rekomendasinya oleh DPRD, maka ada lagi beberapa hal yang dibutuhkan kajian khusus dari DPRD Kota Gunungsitoli dan harus segera ditanggapi dan kalau bisa dibentuk pansus.
Hal ini termasuk sejumlah kasus dugaan korupsi yang diduga melibatkan Walikota Gunungsitoli dan Sekda Kota Gunungsitoli dalam hal ini kasus korupsi pada Pengadaan Alat Kesehatan, kasus dugaan korupsi Dana Hibah DOB dan juga kasus dugaan korupsi pada pembangunan kantor Walikota Gunungsitoli Dinas Tarukim serta kasus Dugaan SPPD Fiktif Kadis Tarukim Kota Gunungsitoli, tegasnya.
Jika dilihat dari isi rekomendasi DPRD Kota Gunungsitoli yang ditujukan kepada Walikota Gunungsitoli sepertinya antara para pejabat di pemerintah Kota Gunungsitoli tidak searah dan sejalan sehingga ada kepincangan. Hal ini bisa kita dibuktikan dengan memperhatikan kinerja setiap SKPD yang tidak bisa memaksimalkan kinerjanya.
Keharmonisan di tubuh para pejabat dilingkungan Pemerintah Kota Gunungsitoli sudah mulai jelas adanya perbedaan pendapat baik para pimpinan maupun para kepala SKPD.
Dengan demikian sangatlah kita butuhkan perhatian khusus dari para Wakil Rakyat dalam menyelaraskan hal ini, sehingga apa yang diharapkan dalam pencapaian kinerja pemerintah Kota Gunungsitoli dapat terwujud sebagaimana dambaan kita bersama, imbuh Tema mengakhiri.
Dari pantauan wartawan Media TIPIKOR setiap hari, Walikota Gunungsitoli dan sekda Kota Gunungsitoli alergi terhadap wartawan yang sering menyorot kinerja Pemerintah Kota Gunungsitoli sehingga saat ditemui untuk dimintai tanggapannya tetap tidak dapat ditemui.
Pernah wartawan Media TIPIKOR selama 3 hari berturut-turut mencoba menemui walikota Gunungsitoli dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore menunggu di ruang namun dengan banyak alasan disampaikan hingga tidak bisa ditemui. Apalagi keberadaan para pejabat tersebut dikantornya bisa dihitung berapa hari dalam seminggu sebab kebanyakan diluar daerah.(Nota Lase)

Akibat Proyek Saluran Air Limbah Jalan Kupak-kapik
Masyarakat Kota Medan Kecewa

Medan (Media TIPIKOR)
Masyarakat Kota Medan saat ini dikecewakan akibat banyaknya jalan yang kupak-kapik diakibatkan proyek penggalian jalan untuk pembangunan saluran air limbah, bahkan akibat proyek ini juga berakibat kemacetan yang panjang.
Proyek pembangunan tersebut memang bertujuan untuk kemajuan masyarakat Kota Medan namun ternyata belum-belum apa sudah membawa mudarat, hal ini dimungkinkan pelaksanaannya kurang diawasi.
Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi menilai, kondisi itu sudah cukup meresahkan masyarakat. Sisa material proyek yang dibiarkan berserakan di pinggir jalan dapat membahayakan pengguna jalan, khususnya pengendara motor, pejalan kaki atau mobil.
“Pengembalian kondisi jalan setelah diselesaikan proyek malah belum disentuh. Jalan menjadi cepat ambles, dan becek di mana-mana khususnya pada musim hujan seperti sekarang. Jika panas, abu menyeruak. Hal ini akan mengganggu perjalanan dari para pengguna jalan,” kata Farid.
Farid menilai, kontraktor seenaknya memotong ruas jalan yang ada dengan cara melakukan pengalian dan pemasangan pipa maupun kabel di wilayah milik jalan, padahal itu melanggar hukum. “Secara normatif, badan atau seseorang melakukan pemotongan ruas jalan aspal, otomatis melanggar UU Nomor 38 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, dan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan,” papar Farid.
Pengguna jalan lanjut Farid, bisa menuntut para penyelenggara jalan jika terjadi kecelakaan akibat jalan rusak. Dalam hal ini adalah pemborong (swasta) dan pemerintah Kota Medan. “Ketentuan itu dituangkan dalam Pasal 24 ayat 1 UU No. 22 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyatakan penyelenggara jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas,” katanya.
Kata Farid, bila penyelenggara jalan tidak memasang tanda pada jalan rusak, maka ketentuan pidana atas pelanggaran Pasal 24 ayat (2) diatur dalam Pasal 273 ayat (4), sehingga penyelenggara jalan terancam pidana penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp1,5 juta. “Jika penyelenggara jalan tidak segera memperbaiki kerusakan dan mengakibatkan muncul-nya korban, maka ada ancaman sanksi pidana. Jika korban mengalami luka ringan atau kerusakan kendaraan, ancaman hukumannya  paling lama 6 bulan penjara atau denda paling banyak Rp12 juta.
Jika korban mengalami luka berat,   penyelenggara jalan bisa terancam pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp24 juta. Jika korban sampai meninggal dunia, maka penyelenggara terancam penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp120 juta (vide Pasal 273),” katanya.(tim)

Diduga Manipulasi Edaran PT Malindo Serta Ambil Sertifikat Tanpa Izin
Sekdes Harjowinangun Bertindak Semena-mena

Grobogan (Media TIPIKOR)
Sekretaris Desa (Sekdes) Harjowinangun Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan diduga telah memanipulasi surat  edaran penerimaan karyawan PT Malindo Feedmill Tbk dan mengambil sertifikat tanpa seijin pemiliknya.
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun Media TIPIKOR menyebutkan, Sekdes Harjowinangun H.Supardi kabarnya telah menyalahgunakan wewenang/jabatannya, dengan cara memanipulasi edaran PT Malindo Fedmill tbk yang berlokasi di desa Harjowinangun,terkait penerimaan karyawan di perusahaan pengolah makanan tersebut.
Dimana dalam edaran yang ditandatangani salah seorang karyawan PT Malindo bernama Supomo itu disebutkan, bahwa PT Malindo membutuhkan beberapa karyawan sebagai general worker.
Dalam edaran yang diumumkan kepada masyarakat, tertuang tentang kualifikasi, benefid, jam kerja maupun note/catatan. Dalam catatan itu disebutkan, lamaran/pendaftaran dibawa ke kantor PT Malindo di kawasan industri desa Harjowinangun.
Namun entah kenapa, Sekdes H.Supardi mengganti dan merubah edaran tersebut pada note/catatan yang isinya berbunyi, bagi yang sudah daftar dimohon daftar lagi lewat kepala desa Harjowinangun, yang mengkordinir lamaran tersebut. Bagi yang belum lamaran juga diserahkan pada Kepala Desa. Sontak saja, kejadian itu membuat pelamar atau warga menjadi bingung dan bertanya-tanya.
Perbuatan semena-mena kabarnya juga pernah dilakukan H.Supardi selaku sekdes, dimana salah seorang warganya bernama Damanhuri didusun Kaliombo, desa Harjowinangun pada tahun 1984 berniat mensertifikatkan 9 bidang tanah miliknya melalui program prona dan dari 9 bidang tanah itu, 5 diantaranya sudah siap, sedangkan yang 4 bidang lagi belum siap.
Pada tahun 2005, Damanhuri menjual dua bidang tanah dari empat bidang tanah yang belum siap tersebut, yaitu tanah C Desa 95 persil 191 dan 192 kepada Ngatirin/Dwi Supartini, sesuai jual beli nomor:590/218/VIII/2006. Kemudian, Dwi Supartini mengajukan permohonan sertifikat ke kantor BPN Grobogan atas tanah tersebut.
Namun, permohonannya ditolak oleh pihak BPN, dengan alasan tanahnya sudah bersertifikat. Saat ditanyakan siapa yang mnengurus dan mengambilnya diperoleh jawaban bahwa sertifikat tanah tersebut telah diambil Supardi sekretaris desa.
Sementara itu Kepala dusun Harjowinangun, Suhadi saat ditemui media TIPIKOR (19/5) mengakui perbuatan sekdes Harjowinangun H.Supardi serta menyatakan bahwa Supardi sudah melakukan dua kesalahan. Pertama, memanipulasi edaran lowongan pekerjaan PT Malindo dengan merubah catatan edaran dengan tulisan tangan tanpa seijin dari PT Malindo. Dan hal itu, diakui oleh Supardi serta katanya disuruh oleh Kepala Desa.
“Semula lamaran /pendaftaran dikirim ke PT Malindo, dirubah menjadi, pelamar/pendaftar yang sudah mendaftar dan mau mendaftar diharap daftar lagi lewat Kepala desa. Akibatnya,masyarakatkan menjadi bingung. Ketika ditanya pihaknya apa motif dan maksud Sekdes merubah surat edaran PT Malindo ini dia menyatakan disuruh kepala desa” terangnya sambil menunjukkan edaran yang dirubah.
Lebih lanjut Kadus menyatakan bahwa kesalahan kedua yaitu mengambil sertifikat milik Damanhuri yang dibeli Dwi Supartini tanpa seijin atau sepengetahuan pemiliknya. “Soalnya, Dwi Supartini saat ini kebingungan, mau mensertifikatkan tanahnya, tidak bisa. Karena sertifikatnya sudah diambil oleh sekdes sekitar tahun 1989/1999,” ujarnya.
Kalau demikian halnya, tindakan Sekdes Harjowinangun itu jelas-jelas telah penyalahgunanaan wewenang, yang berakibat merugikan masyarakat.
Untuk itu pihaknya mendesak, Sekdes Harjowinangun H.supardi harus  mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuat. Dengan mengembalikan sertifikat tersebut” papar Suhadi mengakhiri pembicaraanya. Sementara itu, Sekdes Harjowinangun H.Supardi hingga berita ini diturunkan belum bisa ditemui.(Z Arifin)

Edisi 67/MTip/2014

Dugaan Korupsi Anggaran APBNP 2013 di Kementerian ESDM 
KPK Tetapkan Sutan Bhatoegana Tersangka

Jakarta   (Media TIPIKOR)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Ketua Komisi VII DPR RI  Sutan Bhatoegana menjadi tersangka, Rabu  (14/5). Sutan ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi terkait dengan pembahasan anggaran APBNP tahun 2013 di Kementerian ESDM.
Juru bicara KPK Johan Budi mengungkapkan bahwa kasus ini merupakan pengembangan dari kasus SKK Migas yang prosesnya sudah selesai di persidangan.
"Setelah dilakukan penyelidikan dan setelah gelar perkara, penyidik menemukan setidaknya 2 bukti permulaan cukup, kemudian disimpulkan ada tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh SB," kata Johan, Rabu (14/5).
Sutan diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Pasal ini mengatur soal penyelenggara negara yang menerima gratifikasi.
Selain Sutan, dalam pengembangan kasus perkara SKK Migas ini, KPK juga telah menetapkan Presiden Direktur PT Kaltim Parna Industri, Artha Meris Simbolon sebagai tersangka.
"Sedikitnya ditemukan 2 bukti permulaan cukup adanya dugaan terjadinya tindak pidana korupsi dengan dugaan pemberian kepada kepala SKK Migas yang diduga dilakukan oleh tersangka AMS," ujar Johan. (vvn)

Kasus Mark-up Pengadaan Listrik
Kadis Kehutanan Lingkungan Hidup dan Pertambangan DitetapkanTersangka

Salak  (Media TIPIKOR)
Setelah menjalani periksaan lebih dari 12 jam, akhirnya Polres Pakpak Bharat menetapkan Kadis Kehutanan, Lingkungan Hidup dan Pertambangan Pakpak Bharat Ir. AM bersama Kabid Pertambangan Ir. RS menjadi tersangka, Senin (12/5). Kedua tersangka  langsung dijebloskan ke tahanan.
Ditetapkannya mereka berdua menjadi tersangka dalam kasus mark up dan sebagian lagi tidak mengerjakan pengadaan instalasi listrik tenaga surya tahun 2010 sebanyak 80 unit, dengan nilai kontrak Rp700 juta lebih. Pengadaan tersebut dikerjakan rekanan  CV Target dengan kerugian negara Rp300 juta lebih.
Kapolres Pakpak Bharat melalui Kasat Reskrim, AKP Martoni L, SH didampingi Kanit Tipikor, Aiptu Harris M Saragih SH kepada wartawan, Selasa (13/5) membenarkan telah menetapkan dua pejabat tersebut menjadi tersangka.
Dilakukannya penahanan kedua tersangka untuk kepentingan penyelidikan. Berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh bukti yang cukup, dimana kedua tersangka diduga melakukan tindak pidana yang dapat dikenakan penahanan. Tersangka juga dikhawatirkan akan mempersulit pemeriksaan, melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti.
 Untuk itu, berdasarkan surat perintah penahanan No. Sp-Han/14/V/2014 REKRIM kedua tersangka ditahan selama 20 hari terhitung  Selasa, 12  Mei hingga 31 Mei. Kedua tersangka dikenakan pasal 2, 3, 9, 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo KUH Pidana dengan tuntutan 20 tahun penjara, sebut Saragih.(Kbm)

Kadis Bina Marga Medan "Tidur"
Banyak Pembangunan Dikerjakan Asal Jadi

Medan  (Media TIPIKOR)
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Medan menuding kinerja Kadis Bina marga Kota Medan sangat buruk, banyak proyek pembangunan yang dikerjakan asal jadi bahkan tidak berkualitas. Parahnya lagi Kadis Bina Marga dinilai melakukan pembohongan, dimana laporan  keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) anggaran 2013  Walikota Medan dalam pengerjaan  proyek dinyatakan selesai namun fakta dilapangan terbengkalai (tidak tuntas).
Tudingan  ini dicetuskan anggota DPRD Medan  Drs. Daniel Pinem selaku anggota pansus saat pembahasan LKPJ walikota Medan 2013 di gedung Dewan, Selasa (6/5).
Rapat pansus tersebut dipimpin Parlindungan Sipahutar. Anggota Irwanto Tampubolon, Aripay Tampubolon, M. Yusuf dan Surianda Lubis, sedangkan Dinas Bina Marga Medan dihadiri Kadis Ir. Khairul Syahnan beserta stafnya.
Dalam rapat tersebut  tampak Khairul Syahnan kewalahan menerima ceceran pertanyaan para anggota dewan seperti halnya Daniel Pinem (politisi PDI P) mempertanyakan seputar  kinerja proyek  Bina Marga Medan sangat buruk tidak mempunyai kwalitas, akibatnya seluruh pengerjaan cepat rusak (tambal sulam) contohnya pengerjaan parit/drainase di Jln. Seroja Raya. Jln. Plamboyan Raya hingga simpang komplek perumahan IKIP Kec. Medan Selayang. Yang dikerjakan asal jadi bahkan belum tuntas dalam buku laporan LKPJ akhir tahun anggaran 2013 dinyatakan selesai, kita sangat menyesalkan kejadian ini dan itu merupakan pembohongan publik”cetusnya.
Kritikan lain juga disampikan Surianda Lubis terkait realisasi program Dinas Bina marga Medan  untuk penanggulangan banjir, menurut beliau Kadis Bina Marga dinilai tidak mampu mengatasi banjir Kota Medan, bahkan tidak ada upaya kerjasama dengan pemerintah Sumut maupun pusat.
Lain halnya dengan Drs. Aripay Tambunan mempertanyakan upaya dan peran Dinas Bina Marga Kota Medan terkait pengorekan saluran limbah oleh PT. Waskita Karya dan Wijaya Karya yang menjadikan beberapa ruas jalan di Medan menjadi macet.
Menurut Kadis Bina Marga kedua perusahaan mencari solusi dan melakukan kinerja secara bertahap dan segera diaspal setelah selesai digali. akibatnya masyarakat yang menggunakan jalan merasa tergganggu.
Menanggapi tudingan tsb Ir.Khairul Syahnan kepada wartawan mengaku  pembangunan drainase di Jalan Seroja Raya pengerjaan belum siap, namun pihaknya sudah menyelesaikan pengerjaan tersebut, “Sudah kita perbaiki. Memang ada pengerjaan  yang retak,” akunya.(Rzs)

Pembangunan Kantor DPRD Tahap I-II Nias Utara
Diduga Ajang Korupsi

Nias Utara (Media TIPIKOR)
Pembangunan Kantor Dinas DPRD Kabupaten Nias Utara Provinsi Sumatara Utara menjadi sebuah sejarah yang tidak berkesudahan sampai saat ini karena belum siap dikerjakan pada tahap I anehnya pada tahap II juga terkantung-kantung, dikhawatirkan DPRD Kabupaten Nias Utara tinggal mimpi untuk menepatinya.
Pembangunan Kantor Dinas DPRD Kabupaten Nias Utara Provinsi Sumatara Utara mulai dari tahap I-II, sudah menelan uang Negara kurang lebih 7 miliyar rupiah, bahkan pada tahap II telah menyalahin Perpres 70 Tahun 2012, tentang pengadaan barang dan jasa konstruksi, karena di tahap II telat untuk dikerjakan.
Pembangunan Kantor Dinas DPRD Kabupaten Nias Utara termasuk Proyek Kontrak Tahun Jamak yang di kelola Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Nias Utara yang bersumber dari anggaran dari P-APBD pada tahun 2012. Sehubungan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Nias Utara Tahun 2011, bahwa Pembangunan Kantor Dinas DPRD Kabupaten Nias Utara sudah ada dana luncuran DBH dari Pusat pada tahun 2010 sebesar 2,5 miliyar rupiah, namun belum terealisasikan anggaran tersebut, sehingga menjadi pertanyaan kemana dana tersebut diperuntukkan.
Sepertinya Kabupaten Nias Utara merupakan daerah rawan korupsi, ini terlihat dari setiap anggaran yang diserap, dimana konstruksi pembangunan fisik diragukan mutunya, hal ini karena kurangnya pengawasan dari berbagai pihak, baik Pemerintah Kabupaten Nias Utara, maupun pihak legislative, sehingga disinyalir terjadi Mark-Up disetiap pembangunan.
Tidak saja kantor DPRD Nias Utara, pembangunan Kantor Bupati Nias Utara tahap I-II yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Nias Utara Provinsi Sumatera Utarapun disinyalir menyalah. Ironinya ketika Media TIPIKOR mengadakan konfimasi kepada Arifin Hulu, ST sebagai PPK pada tahap I Pembangunan Kantor Dinas DPRD Nias Utara, di ruang kerjanya, mengatakan, "Saya lupa berapa anggarannya, serta perusahaan mana yang mengerjakannya," ujarnya.
Begitu juga Pembangunan Kantor Dinas DPRD Kabupaten Nias Utara pada tahap II, yang dikerjakan oleh PT. Multi Pilar Indah Jaya, dengan nilai Kontrak sebesar Rp.4.484.999.000, yang bersumber dari dana APBD, volume pekerjaan yakni, Pek- Lantai I-IV, Pek-Tangga, Pek-Atap, Pek-Sanitasi. Dan sampai saat masih banyak yang belum dikerjakan yakni, Pek-Atap belum siap, Pek- Sanitasi belum siap pada pekerjaan tahap II sampai pada saat yang sudah ditentukan.
Sesuai dengan konfimasi wartawan TIPIKOR pada saat itu, Arfan J.A Zalukhu selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mengatakan bahwa keterlambatan pekerjaan tersebut berawal dari perencanaan pada pengadaan barang dan jasa kontruksi, "Karena perencanaan awal yang sebenarnya plan bajak ring yang dipasang 9 mili, dan dilihat pada saat itu beban atap sangat berat, melihat dari kondisi bangunan tidak bisa menahan beban dari atap maka, plan bajak ring diganti sehingga terjadi yang namanya addendum," ungkapnya.
Menanggapi salah perhitungan plank bajak ring tersebut, salah seorang tokoh aktifis yang tidak mau di sebut namanya, mengatakan kepada Media TIPIKOR, "Milihat kondisi Pembangunan Kantor Dinas DPRD Kabupaten Nias Utara, seharusnya PPK atau Dinas Pekerjaan Umum menepatkan orang dibidang perencanaan setiap pembangunan dan sesuai dengan keahliannya, agar tidak terjadi seperti begini, apalagi anggaran pembangunan tersebut mencapai 7 miliyar rupiah, ini namanya pemborosan dari pada anggaran, diharapkan apa yang mejadi temuan ini agar para penegak hukum memproses lebih lanjut, sehingga di Kabupaten Nias Utara terhindar  dari pada KKN," tegasnya.(N/D/A)

Kejati Jambi Dalami Kasus Lahan Pasar Ternak

Muarojambi (Media TIPIKOR)
Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi, masih mendalami dan melakukan pengembangan kasus Pembebasan Lahan Pasar Ternak di Kecamatan Mestong, Kabupaten Muarojambi Tahun 2008 silam. Dimana pada pembebasan itu, Pemerintah Kabupaten Muarojambi menyediakan dana sekitar Rp900 juta.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jambi, Masyroby mengatakan bahwa dari pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi masih menunggu laporan dari tim.
"Kasus ini masih jalan, sekarang masih dalam penyelidikan, kita msih menunggu laporan dari Tim," ujar Masyroby, saat diwawancarai sejumlah wartawan, belum lama ini.
Aspidsus mengatakan bahwa dari pihak Kejati masih belum mengetahui harga pasaran tanah di wilayah pasar hewan Mestong. Penyidik sekarang lagi meminta bantuan lembaga-lembaga untuk mengetahui harga setempat.
"Untuk perkembangannya kita masih harus mengetahui harga tanah setempat. Kita coba cari ke BPN dan lembaga berwenang, tapi belum ada jawaban. Itu harus sesuai undang-undang pertanahan, Karena harga itu nanti akan menjadi patokan pihak kejaksaan menentukan kerugian Negara,” sebut Masyroby.
Hasil sementara penyelidikan yang lalu, diketahui bahwa panitia pengadaan tanah ternyata tidak dibentuk. Pihak kejaksaan akan masih melakukan pendalaman dengan mencari harga pembanding.
Sebelumnya, Pihak penyidik Kejati Jambi sudah memanggil Wakil Bupati Muarojambi, Kemas Muhammad Fuad dan Asisten I Setda Muarojambi, HA Mukti dan beberapa saksi lain untuk dimintai keterangan.Wabup Kemas Muhammad Fuad, diminta keterangannya karena ketika itu masih menjabat camat.
Untuk Kasus Pembebasan Lahan Pasar Ternak di Kecamatan Mestong, Kabupaten Muarojambi Tahun 2008, belum diketahui berapa dugaan kerugian negara yang terjadi. Pembebasan lahan sendiri luasnya empat hektare.(Jony)

Distribusi Raskin di-Tebo Tak Tepat Sasaran

Muaratebo (Media TIPIKOR)
Pendistribusian beras untuk keluarga miskin (raskin) di Kabupaten Tebo disebutkan ada yang tidak tepat sasaran. Pasalnya, pendistribusian masih menggunakan data dari PPLS tahun 2011 lalu.
Kabag Ekonomi dan Pembangunan Setda Tebo, Erlinda, mengatakan pihaknya hanya mengikuti kebijakan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), yang menggunakan data dari PPLS tahun 2011 lalu.
"Pendataan PPLS sendiri dilakukan  tiga tahun sekali, akibatnya memang masih banyak data yang tidak valid dan harus dilakukan memutakhiran data," kata Erlinda.
Ditambahkannya, saat ini ada 5 kecamatan di Tebo yang harus diganti data Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima raskinnya. "Karena ada yang terdata, sementara orangnya sudah tidak ada lagi. Sementara di 6 kecamatan lainnya masih tidak berubah," paparnya.
Terkait hal ini, Erlinda mengatakan pihaknya berharap agar Badan Pusat Statistik (BPS) untuk melakukan pendataan dengan benar, jangan asal-asalan. "Kita berharap BPS harus benar-benar serius melakukan pendataan orang miskin, jangan asal jadi saja," tandasnya.(Anuza)

Sunday, May 25, 2014

Edisi 66/MTip/2014

Dugaan Korupsi Proyek PDAM Mual Natio Rp 1,4 Miliar
PPK Mengaku Tak Miliki Sertifikat

M Simajuntak selaku PPK proyek PDAM
Tarutung  (Media TIPIKOR)
Skandal adanya dugaan korupsi proyek pemasangan  pipa transmisi  perusahaan daerah air minum (PDAM) Mual Natio sepanjang ± 3400 meter berbiaya Rp1,4 milyar dari APBD Taput 2013 yang dikerjakan rekanan CV Viktor Jaya semakin menguat bahkan kasus ini telah diperiksa Tipikor Polres Tapanuli Utara.
Pengawasan PDAM sebagai kuasa pengguna anggaran terkesan acuhkan Keppres Nomor 70 tahun 2012 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, dimana terindikasi  keberadaan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK ) hanya sebatas pemenuhan syarat belaka untuk memuluskan anggaran proyek, hal ini tercermin dari pengakuan sejumlah pejabat yang telah menjalani pemeriksaan oleh unit Tipikor Polres Tapanuli Utara, baru-baru ini.
Pengakuan ini juga ditegas M Simajuntak selaku pimpinan proyek/PPK  kepada  Media Tipikor di kantor PDAM Tarutung, Senin (28/4), yang menyatakan bahwa selama berlangsungnya pengerjaan proyek, kunjungan turun ke lapangan yang sepatutnya dilaksanakan seorang pimpinan proyek sangat minim, menurutnya yang paling rutin turun kelapangan adalah pengawas/perencana.
Penunjukan dirinya sebagai PPK pada proyek tersebut atas arahan sang direktur semata, sekaligus menunjukkan loyalitas dirinya kepada pimpinan. Selain itu Simajuntak juga mengakui sama sekali tidak menguasai Rencana Anggaran Biaya (RAB) kontrak kerja antara PDAM dengan pihak rekanan sebagai penyedia jasa saat itu.
“Yang paling rutin turun kelapangan adalah saudara Panggabean sebagai perencana sekaligus pengawas, saya tidak menguasai sepenuhnya tentang isi RAB. Saya juga tak pernah membaca RAB, dan tidak memiliki sertifikat pengadaan”, tandasnya kepada wartawan media Tipikor dalam bahasa lokal.
Diruangan yang berbeda pengakuan M Simajuntak selaku PPK dikuatkan dengan pernyataan direktur PDAM Mual Natio N Tonggor Hutagalung, Senin (28/4). Kepada wartawan Media Tipikor yang mengakui pimpinan proyek yang ditunjuknya sama sekali tidak memiliki sertifikat pengadaan barang dan jasa pemerintah sesuai Keppres nomor 70 tahun 2012.
Namun sang direktur menegaskan sertifikat pengadaan barang dan jasa pada PPK yang ditunjuknya tidak mutlak harus dimiliki sebab menurutnya keberadaan PDAM adalah sebatas perusahaan daerah penerima dana hibah dari APBD pemerintahan kabupaten Tapanuli Utara atas prakarsa dirinya sebagai direktur PDAM. Dia mengaku penunjukan PPK dan pengawas adalah atas kebijakannya sesuai pertimbangan kemampuan masing-masing.
“Ya…PPK tidak memiliki sertifikat dan saya menunjuk PPK atas nama M Simajuntak dan Panggabean sebagai pengawas atas dasar pertimbangan saya sebagai pimpinan karena saya mempercayai mereka”, pungkas Hutagalung.
Masih penuturan Hutagalung, proyek tersebut dikelola oleh pihak Cipta Karya Provinsi Sumatera Utara dan PDAM Mual Natio pada waktu yang tak terlalu jauh. Tahap pertama dari sumber Aek Marsasar persis berada di wilayah  kawasan hutan desa Simanungkalit  Sipoholon dikelola oleh Cipta Karya Pemprov Sumut selanjutnya di tahun yang sama dikelola oleh PDAM Mual Natio dan tahap selanjutnya oleh pihak Cipta Karya Pemprov tanpa bersedia menyebut besaran dana dari pemprov Sumut.
Masalah volume pekerjaan Hutagalung hanya menyebutkan, proyek PDAM sepanjang 3400 meter dengan anggaran sekitar 1,4 milyar rupiah dari APBD 2013 dengan rekanan penyedia jasa atas CV Viktor Jaya.
Sementara tentang batas-batas yang diuraikannya kepada Media TIPIKOR tidak diketahui Hutagalung secara rinci. Hutagalung mengatakan semua kucuran dana proyek dari pemerintahan provinsi Sumatera Utara pada tahun 2012/2013 merupakan prakarsa PDAM Mual Natio sebagai pemohon bantuan anggaran dana karena saat itu masyarakat konsumen sangat membutuhkan air bersih.
“Pengelolaan proyek pipa transmisi tahap pertama tahun 2012/2013 oleh provinsi kemudian dilanjutkan kucuran APBD Taput tahun 2013 senilai 1,4 milyar dan selanjutnya kembali oleh provinsi, batas-batas yang kita kelola sepanjang 3400 meter tepatnya dari waduk tanggul Aek Siandurian hingga Hutagurgur desa Hutauruk, yang selanjutnya dikelola pihak Cipta Karya provinsi sampai ke kota Tarutung”,  tandasnya.
Disinggung temuan Media Tipikor dilapangan adanya kebocoran pipa di beberapa titik dan penanaman pipa yang terlalu dangkal hingga muncul kepermukaan tanah ditambah dengan pengakuan beberapa orang narasumber media ini menyatakan bahwa saat pengerjaan penanaman pipa tidak memasukkan urugan pasir sebagai pelapis pipa paralon pada lubang tanam sesuai standar dari PPI, Hutagalung mengaku tidak mengetahuinya serta berjanji akan segera turun kelapangan mengecek kebenaran temuan TIPIKOR dalam waktu dekat.
Sementara itu Kanit Tipikor Polres Tapanuli Utara Ipda Krisnat Napitupulu,SH saat dikonfirmasi di kantornya, Senin (28/4) terkait status pemeriksaan dugaan korupsi pemasangan pipa transmisi PDAM Mual Natio tersebut mengutarakan saat ini Unit Tipikor Polres Taput masih fokus pada penyelidikan obyek/subyek perkara, dan akan tetap dikembangkan statusnya dalam waktu segera mungkin. Menurutnya pihak –pihak terkait yang sudah dipanggil menjalani pemeriksaan adalah Cipta Karya,Dipenloka,Bappeda dan Pihak PDAM sebagai pengelola anggaran.
“Masih dalam proses penyelidikan, karena status itu masih tahap penyelidikan, maka sampai saat ini belum ada kita tetapkan statusnya satupun sebagai tersangka. Yang sudah diperiksa hingga saat ini dari dinas Dipenloka,Bappeda, Cipta Karya dan tiga orang  pihak PDAM”, tandas Krisnat kepada Media TIPIKOR.(JPM)

Kejagung Serahkan Terdakwa Kasus Turbine ke Kejari Medan
Bahalwan Dijebloskan ke Rutan Tanjung Gusta

Medan  (Media TIPIKOR)
Direktur Operasional PT Mapna Indonesia, Bahalwan akhirnya dijebloskan ke Rumah Tahanan (Rutan) Klas I Medan di Tanjung Gusta, menyusul lima tersangka lain pada kasus dugaan korupsi pengadaan Flame Turbine pada pekerjaan Life Time Extention (LTE) Mayor Overhoul Gas Turbine (GT) 2.1 dan 2.2
Bahalwan digiring pihak Kejari Medan
Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) sektor Belawan, pasca berkasnya dilimpahkan Kejaksaan Agung (Kejagung) kepihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan, Selasa (29/4) siang.
Kepala Kejari Medan, Muhamad Yusup mengatakan Bahalwan akan ditahan hingga 20 hari kedepan untuk kepentingan penyidikan, “Bahalwan diduga punya peran sangat besar dalam proyek yang bermasalah ini hingga Menimbulkan kerugian Negara Rp 2.3 triliun” ungkapnya saat ditemui wartawan di kantor Kejari Medan, Selasa (29/4).
Setelah berkasnya kita terima selanjutnya kita pelajari untuk disidangkan ke Pengadilan Negeri, tambah Muhamad Yusup, seraya menjelaskan lebih lanjut bahwa Bawalwan dikenakan pasal 2, pasal 3 jo pasal 18 Undang Undang Nomor 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 201/2001 dengan ancaman 20 tahun penjara.(Sembiring)

Kajari Gunungsitoli Dihadiahi CD dan Bra

Gunungsitoli  (Media TIPIKOR)
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) kepulauan Nias melakukan unjuk rasa didepan kantor Kejaksaan Negeri Gunungsitoli, Jumat(25/4). Pengunjuk rasa mendesak Kepala Kejaksaan Negeri Gunungsitoli, Edy Sumarno segera mengundurkan diri dari jabatannya, karena dirasa tidak mampu mengusut dan menindaklanjuti berbagai kasus dugaan korupsi di wilayah hukumnya di Kepulauan Nias.
Pengunjuk rasa juga menyesalkan kinerja Kajari Gunungsitoli yang tidak menuntaskan berbagai korupsi didaerah ini sehingga kepercayaan masyarakat dalam penerapan dan penegakkan hukum secara berkeadilan di bumi Nias gagal total.
Sejumlah orator yang secara bergantian menyampaikan orasinya mengungkapkan bahwa Kajari Gunungsitoli bacul (penakut-red), bencong dan seperti perempuan yang tidak bernyali serta tidak berkemampuan menindaklanjuti berbagai kasus dugaan Korupsi yang selama ini di laporkan masyarakat. Pada unjukrasa kali ini kajari Gunungsitoli dihadiahkan pakaian berupa celana dalam (CD) dan kutang alias Bra/BH.
Menurut Sejumlah dugaan kasus Korupsi yang selama ini diduga mandeg penanganannya di Kejaksaan Negeri Gunungsitoli antara lain, kasus dugaan Korupsi DPPID Kabupaten Nias Utara, kasus dugaan Korupsi pada pengadaan microfon Setwan Nias Utara, dugaan Korupsi pada pembangunan Dermaga di Kecamatan Afulu Nias Utara, dugaan kasus korupsi pada program PNPM-MP di Desa Hiligodu Hoya Kecamatan Lahewa, dugaan Korupsi dana hibah KPU Nias Utara.
Selanjutnya,dugaan korupsi pengadaan Alkes di Dinas Kesehatan Kota Gunungsitoli, dugaan korupsi dana hibah Propsu Pilkada Kota Gunungsitoli, dugaan Korupsi dana Hibah Kabupaten Nias Pilkada Kota Gunungsitoli, dugaan Korupsi pengadaan Kendaraan Dinas roda empat di Kota Gunungsitoli.
Kemudian,dugaan korupsi dana BOS dan DAK Kabupaten Nias Barat, kasus korupsi di Dinas PU Nias Barat, dugaan korupsi di Dinas Pertanian, Dinas Kesehatan, Dinas Pariwisata Kabupaten Nias Barat, dan masih banyak lagi dugaan korupsi lainnya yang diduga telah dipetieskan,ujar pengunjuk rasa.
Bahkan tidak saja dalam penanganan dugaan kasus korupsi, masyarakat Nias juga merasa kecewa dalam penaganan kasus lainnya berupa tindak pidana umum yang mana penerapan hukumnya tidak berkeadilan dan tebang pilih.
Umpamanya kasus laka yang menewaskan seorang anak dibawah umur dengan ancaman hukuman enam tahun penjara, ternyata saat JPU membacakan tuntutan, menuntut terdakwa satu tahun enam bulan saja, sehingga tidak membuat efek jera kepada para pelaku. Beginilah trik-trik oknum aparat penegak hukum di Kejari Gunungsitoli untuk melindungi para koruptor, ucap sumber.
Konsekuensi dari ketidakmampuan Kajari Gunungsitoli Edi Sumarno SH,MH dalam menindaklanjuti berbagai persoalan hukum di Kepulauan Nias yang meliputi empat Kabupaten/Kota maka PMKRI cabang Nias Santo Thomas Morrus dengan tegas mendesak Kajari Gunungsitoli segera mengundurkan diri secara jantan dan satria.
Sementara itu Kajari Gunungsitoli Edisumarno SH,MH ketika di hubungi wartawan di kantornya, sejumlah staf mengatakan bahwa Ia sedang berada di luar daerah dan tak satupun yang berani memberi tanggapan.  (YG)

Kejari Diminta Segera Sikapi
Dugaan Korupsi Ketua KONI Kudus

Kudus (Media TIPIKOR)
Adanya kasus dugaan korupsi yang di lakukan oleh Ketua KONI kabupaten kudus HM.Ridwan,Spd telah di laporkan oleh sebagian anggotanya kepada pihak kejaksaan Negeri kabupaten Kudus belum lama ini.
Salah seorang anggota yang turut melaporkan kasus ini ke pihak kejaksaan mengatakan kepada Media TIPIKOR bahwa mereka sudah cukup kuat memiliki data sehingga dianggap sudah sepantasnya kasus ini di laporkan ke pihak penegak hukum untuk di proses secara hukum, dan berharap hendaknya di sikapi dengan sebenar-benarnya oleh pihak kejaksaan. Tidak ada alasan lagi pihak kejaksaan untuk tidak menindaklanjuti laporan ini.
Berdasarkan keterangan yang di himpun, bahwa pada tahun 2011 pihak KONI mendapatkan alokasi dana Diklat Sepak Bola kudus sebesar Rp 475 juta dari APBD 2011.
Namun di dalam pelaksanaan terindikasi banyak yang tidak sesuai dengan hasil Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) yang di lakukan oleh Ketua Koni HM Ridwan ,Spd. Antara lain belanja susu untuk para pemain, gaji pelatih dan Official Tim.
Bahkan di duga telah terjadi dobel anggaran untuk bonus pertandingan dan bonus juara 1 (satu) pada turnamen HW Cup yang di selenggarakan pada tahun 2011 di pekalongan.
Selain itu penyimpangan yang di lakukan oleh HM Ridwan Spd dimana dirinya telah menyalahgunakan jabatannya dengan mengeluarkan dana selama 12 bulan kepada orang yang bukan anggota dan personil Dikat sepak Bola Putra Kudus. Dan ini sanggatlah menyalahi aturan yang ada, demikian diterangkan salah satu anggota yang melaporkan tersebut.
Dengan demikian pihak yang melaporkan kasus ini meminta kepada Kejaksaan Negeri Kudus kiranya segera memanggil HM Ridwan Spd selaku Ketua Koni kabupaten Kudus dan sekaligus pihak yang di laporkan untuk segera di lakukan Pemeriksaan dengan bukti bukti yang ada dan sudah di serahkan kepada pihak Kejaksaan.
Antara lain bukti LPJ yang betul betul bisa di teliti dengan sebenar benarnya keasliannya dan bukti pengeluaran angggaran yang menurut pelapor tidak sesuai dengan sebenarnya.
Sehingga pihak kejaaksaan di  minta tidak menerima dengan begitu saja Bukti LPJ yang di buat oleh Ketua Koni . HM Ridwan ,Spd. Dan jika memang di temukan unsur yang menguatkan kiranya bisa segera di limpahkan kasus ini kepada pihak Pengadilan TIPIKOR, untuk segera di peroses secara hukum yang berlaku. Sehingga kasus seperti ini tidak akan terjadi lagi untuk kedua kalinya.(189)

Kejaksaan Jangan Ragu Periksa Pejabat BPN

Grobogan  (Media TIPIKOR)
Lembaga penggiat anti korupsi Grobogan dari Yayasan Grobogan Bangkit (YGB), mendesak Kejaksaan Negeri Purwodadi lebih serius menindak lanjuti dan mengusut dugaan penyimpangan terkait program Proyek Operasi Nasional Agraria/Pertanahan (PRONA) di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) kabupaten Grobogan. Pasalnya, ada dugaan pelanggaran hukum yang terjadi dalam Prona  tersebut.
“Kejaksaan Negeri Purwodadi jangan ragu memeriksa sejumlah pejabat BPN Grobogan, terkait dugaan penyimpangan penggunaan anggaran prona tahun 2014. Mengapa demikian,karena pihak BPN tidak transparan terkait penggunaan dana APBN yang dipergunakan untuk membiayai 20.000 sertifikat Prona tersebut”, demikian pernyataan direktur eksekutif Yayasaan Grobogan Bangkit Rahmatullah.
Selanjutnya Rahmatullah menjelaskan, pihaknya sangat mendukung langkah Kejaksaan Ngeri Purwodadi menindaklanjuti kasus tersebut. Apalagi, puluhan Kepala desa (Kades) dan panitia Prona tingkat desa sudah dimintai keterangan secara marathon oleh penyidik.
Namun, alangkah lebih tepatnya, pemeriksaan itu ditujukan ke pejabat BPN Grobogan secara intensif dan kontinyu, guna mengungkap fakta yang sebenar-benarnya, untuk apa saja anggaran APBN itu dan apa dasar hukumnya. Apa menggunakan peraturan Mentri keuangan atau peraturan yang lain, supaya terang benderang.
Penggunaan anggaran pendapatan belanja desa (APBDes) yang nilainya Rp.200 juta saja, ada payung hukumnya yaitu, Musrenbangdes dan persetujuan Badan perwakilan desa (BPD). “Lha ini menyangkut uang negara milyaran rupiah, kok tidak transparan dan cenderung ditutup-tutupinya. Makanya, kalau Kejaksaan berani menggunakan kewenangannya, saya yakin hal itu bisa terungkap dengan jelas," cetusnya.
Apalagi, penarikan biaya prona oleh panitia di 91 desa, atas rekomendasi dari pejabat BPN. Dengan adanya pengakuan tersebut, tentunya hal ini merupakan pintu masuk bagi penyidik melakukan pengusutan lebih lanjut. Kenapa warga sampai ditarik biaya. Padahal, sertifikat prona itu sudah dibiayai oleh APBN. Lantas kemana dana APBN tersebut. “Inilah, yang saya katakan, Kejaksaan Negeri Purwodadi jangan ragu-ragu memeriksa pejabat BPN Grobogan”, cetusnya.
Ia juga menambahkan, dugaan penyimpangan yang terjadi dikantor BPN, sudah tidak menjadi rahasia umum lagi. Salah satunya, terkait permohonan sertifikat maupun alih fungsi lahan. Dimana, permohonan sertifikat yang diurus sendiri selain berlarut-larut, juga sangat lama. Namun, kalau lewat notaris/PPAT lebih praktis dan cepat.
Selain itu, pihaknya juga mencurigai adanya konspirasi jahat yang dilakukan oleh BPN Grobogan. Pasalnya setiap ada tamu dari lembaga atau oknum wartawan yang berkunjung, pasti diberi amplop berisi uang oleh satpam atau petugas penerima tamu. Lantas, dari mana uang-uang itu diperolehnya.
Untuk itu, sudah saatnya Kejaksaan Negeri Purwodadi mengusut tuntas dugaan KKN yang terjadi di kantor BPN Grobogan. Dan bila perlu, YGB siap melaporkan hal itu ke Kejaksaan Tinggi maupun ke kejagung. Karena,hingga saat ini, kantor pencetak sertifikat itu belum pernah tersentuh oleh hukum, ancam direktur eksekutif Yayasan Grobogan Bangkit tersebut.(Z Arifin)
 
Free Website TemplatesFreethemes4all.comFree CSS TemplatesFree Joomla TemplatesFree Blogger TemplatesFree Wordpress ThemesFree Wordpress Themes TemplatesFree CSS Templates dreamweaverSEO Design