Tuesday, June 10, 2014

Edisi 71/MTip/2014

Kadis PKKD Bireuen, Drs Tarmidi :
Oknum Bendahara Diduga Gelapkan Dana Askes

Kadis PKKD Bireuen Drs Tarmidi
Bireuen (Media TIPIKOR)
Menyikapi tudingan miring pasca mencuatnya pemberitaan dana Askes TA 2013, akibat kasus penggelapan uang rakyat yang kini sedang ditangani Kejari Bireuen, Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (PKKD), Drs Tarmidi membantah terlibat kasus itu. Menurutnya saat ditemui wartawan di ruang Sekdakab Bireuen, Rabu (4/6) bahwa oknum Bendahara di Dinas PKKD Fandi Munawar sendirian melakukan tindak pidana ini.
Tarmidi yang ditemui sejumlah pekerja media didampingi oleh Sekdakab, Ir Zulkifli Sp dan Kabag Humas, Farhan SE MM menyangkal tuduhan terhadap dirinya ikut terlibat, sehingga dana Askes Rp 1,1 miliar lebih lenyap. Meskipun demikian, dia mengaku pemberitaan yang dimuat media sudah benar seperti penjelasan pihak kejaksaan. Walau isu itu sangat menghebohkan, serta menjadi perhatian masyarakat luas.
Pada kesempatan itu, Tarmidi menerangkan jika dirinya ditipu oleh oknum Bendahara Pengeluaran Fandi Munawar yang selama ini sudah cukup dipercayainya. Karena saat penyetoran tahap I, dia diberitahu dan diperlihatkan bukti surat setoran bukan pajak (SSBP). Namun, ketika pencairan tahap II dan III dirinya mengaku hanya dilapor secara lisan, bahwa subsidi iuran Askes sudah disetor tanpa memperlihat bukti SSBP.
“Karena dia (Fandi Munawar-red) sudah sangat saya percayai, maka tidak saya tanyakan lagi bukti penyetoran,” sebutnya.
Ketika ditanyai mengapa itu bisa terjadi dan kadis terkesan kurang mengawasi bendaharawannya, serta mengapa tidak dimintai bukti karena rasa percaya.
Saat ditanya terkait pola pengawasan internal pada instansi Pengelola Keuangan dan Kekayaan Daerah ini  sesuai mekanisme dan sistem yang ada, Tarmidi berkelit seraya mengaku tidak bersedia menjawab lebih lanjut, karena kasus ini sedang dalam proses hukum sehingga belum bisa dibuka untuk umum.
Namun, selain membantah keterlibantannya dalam kasus penggelapan dana Askes, dia juga mengaku anggaran itu masuk ke rekening bendaharawan serta seluruhnya dikelola oleh bendahara pengeluaran. Sehingga, semua tindakan itu dilakukan seorang diri tanpa sepengetahuan pihak lain. Menurut Tarmidi, setelah dievaluasi, diketahui jika Fandi Munawar belum menyetor dana Askes yang telah dicairkan pada tahap II dan tahap III. Selanjutnya pelaku penjarah uang rakyat ini, langsung dicopot dari jabatannya akhir September 2013.
“Saya tidak bisa memberi keterangan secara lebih rinci, karena saya tak ingin mendahului proses hukum yang sedang dilakukan pihak kejaksaan,” ujar Tarmidi.
Sekdakab, Ir Zulkifli Sp menyatakan rasa penyesalannya terhadap oknum bendaharawan pengeluaran DPKKD. Pasalnya, subsidi iuran Askes ini seharusnya disetor tapi tidak dilakukan. Untuk sementara ini dirinya telah memberi tindakan tegas kepada Fandi Munawar, berupa sanksi administrasi. Namun, selanjutnya juga akan dijatuhi sanksi lain setelah proses hukum.
“Kami akan bertindak tegas memberi sanksi kepada yang bersangkutan, karena sedang diproses hukum jadi kami harus menunggu hasilnya,” ungkap Zulkifli.(Is/Ab)

TAHURA SENAMI Hampir Punah
Dishut “Tidur”

Batanghari (Media TIPIKOR)
Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Thaha Syaifuddin Senami Kabupaten Batanghari, semakin hari semakin mengalami kepunahan dan tidak menutup kemungkinan suatu hari hanya akan tinggal sebuah nama. Pasalnya Tahura Senami yang menjadi salah satu kebanggaan Kabupaten Batanghari hampir habis di rambah dan dijadikan lahan perkebunan.
Hal ini ungkapkan warga Kelurahan Sridadi yang tinggal di sekitar Tahura Syaifuddin Senami kepada wartawan, Selasa (3/6).
 Menrut sumber, ironinya kebanyakan yang melakukan perambahan dan membuat kebun di Tahura ini adalah warga yang datang di luar daerah, misalnya di lokasi Bor Delapan seputaran Simpang Abeng, yang berkebun kelapa sawit di sana datang dari Puri, Pekan Baru sebanyak 50 kk bahkan sudah ada yang panen, sementara pihak dinas kehutanan Kabupaten Batanghari, seakan menutup mata  membiarkan hutan kawasan tahura ini hancur dan beralih fungsi.
“Padahal petugas Dinas Kehutanan setiap hari ada di Kantor UPTD Kehutanan di KM. 15, anehkan kalau mereka tidak mengetahuinya”, ungkap sumber.
Sehingga kami sebagai warga yang bertempat tinggal di sekitar hutan kawasan Tahura ini, merasa cemburu karna hanya menjadi penonton, sementara orang dari provinsi lain seenaknya menebang dan berkebun di dalam hutan kawasan Tahura itu.
“Jika pihak Dinas Kehutanan masih melakukan pembiaran dan tidak melakukan tindakan terhadap oknum yang berkebun di kawasan Tahura itu, maka jangan lagi salahkan kami warga yang tinggal disekitar kawasan Tahura ini, akan melakukan hal yang sama, kenapa mereka (orang luar red) bisa kita penduduk disini tidak bisa,” tegas sumber diamini warga lainnya.
Sementara itu Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Batanghari Drs Suhabli saat di pintai tanggapan terkait masalah ini, Rabu (5/6), seolah tidak memperdulikan wartawan dengan alasan sibuk akan ada rapat.
“Saya sibuk, saya mau rapat ini sudah di tunggu”, kata Suhabli sambil berlalu keluar ruangan.
Saat dikonfirmasi melalui Kabid Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan Kabupaten Batanghari Afrizal Sp Msi, mengatakan sudah mengetahui permasalahan yang terjadi di lokasi Tahura tersebut, namun untuk melakukan penertiban di kawasan Tahura masih terkendala karena tidak adanya anggaran dana yang di peruntukan bagi program tersebut.
“Namun kita siap untuk melaksanakannya jika ada laporan dari masyarakat secara tertulis dan ada perintah dari atasan”, kata Afrizal singkat.
Ditempat terpisah sekretaris LSM Fron Rakyat Anti Korupsi Kabupaten Batanghari Gunadi sangat menyayangkan kinerja Dinas Kehutanan Kabupaten Batanghari yang seakan melakukan pembiaran terhadap kerusakan di kawasan Tahura ST Syaifuddin Senami.
Menurut Gunadi semestinya pihak Dinas Kehutanan proaktif terhadap permasalahan yang ada, tidak perlu menunggu adanya surat laporan tertulis dari masyarakat, guna melakukan tindakan.
“Jika ada laporan terjadinya pengerusakan di kawasan hutan, segera lakukan cross chek ke lokasi untuk mencari kebenarannya, sehingga masyarakat merasa di hargai terhadap peran aktif mereka dalam rangka menjaga kelestarian hutan. Apalagi Tahura itu kawasan yang dilindungi, sebagai kawasan hutan konservasi di Kabupaten Batanghari yang menjadi kebanggaan kita,” tukas Gunadi.
Terkait adanya pendatang dari luar daerah Provinsi Jambi yang melakukan perambahan dan membuat kebun di dalam kawasan Tahura, warga meminta pihak pemerintahan terkati, khususnya Dinas Kehutanan melakukan tindakan dan pencegahan pembukaan lahan baru, bila ini di biarkan bisa saja perambahan di kawasan Tahura akan lebih parah.(Anuza)

Kasus Dugan Korupsi PLTA Asahan
Bintatar Tak Berkutik Diperiksa 8 Jam
Medan  (Media TIPIKOR)
Ditreskrimsus Polda Sumatera Utara periksa Mantan GM PLN Pikitring Sumut Selama 8 jam, Bintatar Hutabarat tidak bisa berkutik saat diperiksa penyidik Subdit III Dit Reskrimsus Poldasu. Hal ini dikatakan Kanit 1 Subdit III Tipikor Kompol Wahyu Bram, Senin (2/6) siang.
Dijelaskan Wahyu, pemeriksaan Bintatar tersebut dilakukan untuk mencari tersangka dari pihak PLN terkait kasus dugaan korupsi pembebasan lahan untuk base camp PLTA Asahan III di Dusun Batumamak Desa Meranti Utara, Kec. Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) yang merugikan negara Rp 4 miliar.
"Sampai saat ini status dia masih sebagai saksi. Pemeriksaan kita lakukan untuk mendalami kasus dugaan korupsi tersebut dan mencari tersangka dari pihak PLN," ucapnya.
Saat diperiksa, beber Wahyu, Bintatar lebih banyak memasang aksi diam. “Dia saat ditanyai. Jadi banyak diamnya saat diajukan pertanyaan,” pungkasnya sembari mengaku lupa berapa banyak pertanyaan yang diajukan kepada Bintatar.
Sementara itu, Bintatar tampak lesu saat keluar dari ruang penyidik tipikor lantai 1 gedung Dit Reskrimsus Poldasu.
Amatan wartawan, pria paru baya yang mengenakan kemeja putih dipadu celana keper warna krem ini mendatangi Poldasu dengan membawa map warna merah sekira pukul 10.00 WIB. Sekira pukul 18.30 WIB Bintatar baru keluar dari ruang pemeriksa.
Saat ditemui wartawan didepan gedung Dit Reskrimsus, Bintatar enggan berkomentar terkait pemeriksaan yang dilakukan penyidik terhadapnya. “Kalau masalah pemeriksaan silakan tanya sama penyidik aja," ucapnya.
Meski polisi tak menuntup kemungkinan akan menetapkannya sebagai tersangka, tapi Bintatar tetap merasa tak bersalah dalam kasus dugaan korupsi pembebasan lahan tersebut.
Ia tetap berdalih lahan luas 8 hektar tersebut merupakan tanah milik masyarakat yang dimiliki secara turun-temurun. “Tepat di belakang lahan itu juga ada sawah masyarakat. Jadi, ini tanah milik masyarakat sudah turun-temurun. Makanya saya terkejut ketika SK 44 Dinas Kehutanan yang menyebutkan tanah itu merupakan hutan. Di sini kan ada perbedaan pendapat. Makanya sebaiknya langsung saja ke lokasinya supaya tau gimana sebenarnya,” ucapnya yang kemudian berlalu meninggalkan wartawan dengan menaiki mobil Suzuki Vitara warna hitam dengan nomor polisi BK 110 PS.
Untuk diketahui, dalam kasus ini polisi baru menetapkan Bupati Tobasa, Kasmin Simanjuntak sebagai tersangka. “Karena itu merupakan kasus korupsi yang dilakukan secara bersama-sama, maka kita akan mencari siapa tersangka dari pihak PLN. Makanya kita kembali melakukan pemeriksaan terhadap Bintatar,” ucap Wahyu lagi.
Lebih lanjut, perwira perpangkat melati 1 ini mengatakan, selain memeriksa Bintatar, saat ini pihaknya masih sibuk mengatur jadwal komprontir terkait kasus ini. Hal tersebut dilakukannya, lantaran dari beberapa saksi yang dimintai keterangannya oleh penyidik Dit Reskrimsus Poldasu, ada saksi yang memberikan keterangan tidak benar ujarnya.
"Makanya, saat ini kita masih sibuk mengatur jadwal sama 9 orang saksi lain yang akan dikonprontir kembali. Soalnya, ada beberapa saksi dalam kasus ini memberikan keterangan palsu kepada kita," pungkasnya mengakhiri.(MS)

PN Tipikor Palembang
Kembali Gelar Sidang Korupsi Bansos Ormas

Palembang (Media TIPIKOR)
Sidang dugaan tindak pidana korupsi dana Bantuan sosial organisasi masyarakat (bansos ormas) yang menjerat mantan Wakil Gubernur Sumsel H Eddy Yusuf dan Bupati Ogan Komering Ulu nonaktif H Yulius Nawawi, kembali digelar di PN Klas IA Khusus Tipikor Palembang, Selasa (3/06).
Sidang beragendakan keterangan ahli dari penasehat hukum terdakwa Eddy Yusuf, yakni saksi Prof Natabaya (ahli hukum Tata Negara) dan Prof Mustofa Abdullah (Ahli hukum pidana khusus).
Diterangkan saksi Prof Natabaya, bahwa bupati merupakan pemangku jabatan yang bekerja sesuai jobs description, dan bila dilakukan diluar itu, maka harus dipertanggungjawabkan.
"Pertanggungjawaban tersebut ada tiga, bisa secara perdata, tata usaha Negara, dan bisa juga secara pidana, yang jelas ada pertanggungjawabannya," ujarnya.
Masih diterangkan saksi, bila tindak pidana korupsi menimbulkan kerugian bagi pribadi, maka dikenakan hukum perdata dan tata usaha Negara. Namun bila dalam hal ini menimbulkan kerugian Negara, maka harus dikenakan hukuman pidana.
"Bisa saja pendelegasian dimana tugas dan wewenangnya diserahkan kepada bawahannya, dalam hal ini wakil bupati. Maka apabila terjadi kesalahan, yang harus mempertanggungjawabkan adalah orang yang sudah diserahi wewenang itu," terangnya.
Sementara itu terkait dana Bansos ormas, tentunya untuk pengajuannya harus memenuhi beberapa persyaratan yang salah satunya diajukan oleh Organisasi masyarakat. Kalau memang sudah diluar itu, artinya sudah melanggar peraturan.
"Apabila itu sudah didelegasikan dan dana tersebut dicairkan meskipun sudah tahu salah, maka yang bertanggungjawab adalah orang yang sudah didelegasikan tersebut," bebernya.
Penggunaan dana bansos adalah untuk kepentingan sosial kemasyarakatan, bukan untuk kepentingan pribadi. Kalau memang dilakukan untuk kepentingan pribadi, artinya itu sudah melanggar peraturan.
"Terkait setelah dana dicairkan kegiatannya pun tidak ada, maka yang bermasalah adalah yang mengajukan permohonan bansos tersebut," terangnya.
Sementara Prof Mustofa Abdullah mengungkapan hal yang serupa, dimana bila seseorang sudah dilimpahkan kewenangan, maka bila terjadi kesalahan dalam hal ini penyelewengan dana, maka pertanggungjawaban pidananya pada yang menerima pelimpahan wewenang.
"Terkait dengan uang pengganti harus dibayarkan oleh terdakwa atas keuntungan yang diperolehnya dari hasil tindak pidana korupsi yang nilainya sebanyak-banyaknya," ungkapnya.
Ketua majelis hakim Ade Komarudin mengatakan setelah mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan oleh tim penasehat hukum, kemudian sidang dilanjutkan, Rabu (4/6) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi Yulius Nawawi.
"Sidang dilanjutkan besok (hari ini,red) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi," tegasnya.
Sementara sidang terhadap terdakwa Yulius Nawawi terpaksa ditunda lantaran salah seorang saksi yang disiapkan oleh Penasehat hukum dalam kondisi yang tidak sehat. Dalam hal ini tim penasehat hukum Yulius Nawawi menghadirkan dua orang ahli yakni Dr Saut Parulian Panjaitan SH MHum sebagai ahli hukum administrasi Negara, dan Nurganti Saragih SH MH yang merupakan mantan Kepala Pengadilan Negeri Jogjakarta sebagai ahli hukum pidana.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Eddy Yusuf dan Yulius Nawawi, 19 Februari lalu resmi menjadi tahanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel. Keduanya pun dititipkan di Rumah Tahanan (Rutan) Klas I A Pakjo Palembang. Penahanan dilakukan setelah Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumsel, menemukan bukti baru terkait korupsi dana Bansos Ormas OKU tahun 2008.
Hasil penyelidikan, terdapat tanda tangan Wakil Bupati (Yulius Nawawi) kini Bupati OKU non aktif pada proposal sebanyak 28 item. Nilainya sekitar Rp2 miliar.
Sementara untuk Bupati OKU (Eddy Yusuf) sekarang mantan Wakil Gubernur Sumsel sebanyak 17 item proposal senilai sekitar Rp1 miliar. Lantaran itu, status Eddy Yusuf maupun Yulius Nawawi sudah ditingkatkan menjadi tersangka, hingga menjalani persidangan sebagai terdakwa.(MA)

Terkait Perusahaan Batu Bara Bermasalah
Lima Pejabat Batanghari Dipanggil KPK

Batanghari (Media TIPIKOR)
Terkait maraknya perusahaan penambangan batu bara di Kabupaten Batanghari yang bermasalah dan tidak taat aturan sesuai rencana dalam UKL/UPL yang dimiliki perusahaan, tujuh pejabat di Kabupaten Batanghari dipanggil pihak KPK guna menyampaikan laporan data pengelolaan pertambangan oleh perusahaan penambangan batu bara di Kabupaten Batanghari.
Kelima pejabat pemerintah Kabupaten Batanghari tersebut yakni Kepala Badan Lindungan Hidup, Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kepala Kantor Hispektorat dan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Batanghari.
Kepala Badan Lingkungan Hidup (LH) Dra Hj Nelly ketika dikonfirmasi di ruangan kerjanya, Jumat 30/5), membenarkan kalau dirinya di panggil KPK, namun pemanggilan itu bukan merupakan penyidikan, akan tetapi rapat kordinasi dengan instansi terkait guna penyampaian laporan data pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara terhadap perusahaan pemegang izin usaha pertambangan di Kabupaten Batanghari.
Berdasarkan surat komisi pemberantasan korupsi (KPK) Nomor B.243/10-15/02/2014 tanggal 05 Februari 2014 yang ditujukan kepada Bupati Batanghari, perihal permintaan data pengelolahan pertambangan mineral dan batu bara.
Menurut Nelly ada beberapa perusahaan pertambangan seperti PT Bangun Energi Indonesia (BEI) dan PT Bubui Multi Sejahtera yang tidak taat aturan, sehingga oleh KPK di minta pada instansi terkait dengan pertambangan tersebut untuk menyampaikan data pengolaan pertambangan.
“Misalnya untuk LH sendiri di minta laporan data terkait dengan administrasi, amdal, UKL/UPL, BPMPT terkait dengan perizinan, dinas ESDM terkait dengan pengawasan teknis reklamasi dan royalti perusahaan, dan lain sebagainya,” kata Nelly.
Sebagaimana di beritakan Media TIPIKOR pada edisi sebelumnya, terkait laporan Dinas ESDM Batanghari No. 545/69/ESDM, berdasarkan surat KPK nomor : B-243/10-15/02/2014 tertanggal 5 Februari 2014, perihal permintaan data pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara, berdasarkan pengecekan silang tentang kewajiban pembayaran iyuran tetap dan royalti PT BEI selaku pemegang izin usaha pertambangan belum memenuhi kewajibannya, misal belum dibayarnya kekurangan pembayaran denda royalti tahun 2009 sebesar Rp507,1 juta dan iuran tetap tahun 2010 untuk masing-masing IUP pokok dan denda yang belum dibayar.
Berdasarkan hasil laporan BPK RI perwakilan Provinsi Jambi No. 06.C/HP/XIII.JMB/V/2009 tentang laporan hasil pemeriksaan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan tahun anggaran 2008 pada Pemkab Batanghari, yang mana temuan pemeriksaan tersebut adalah perusahaan batu bara milik PT BEI sebagai pemegang pertambangan esplaitan belum menyusun rencana reklamasi dan jaminan penutupan tambang, janji perusahaan dalam penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK ini tidak pernah di lakukan dengan itikad baik.
Ketua LSM Peduli Bangsa wilayah kerja Kabupaten Batanghari Ely Sukri, juga sangat menyesalkan atas tindakan perusahaan pertambangan batu bara yang tidak melaksanakan reklamasi terhadap lobang galian dari hasil penambangan tersebut.
“Selain PT BEI di Desa Koto Boyo Kecamatan Batin XXIV, PT BMS di Desa Sungai Buluh Kecamatan Muara Bulian juga tidak melaksanakan reklamasi, sehingga menyisakan kecewa masyarakat sekitar tambang,” ungkapnya.
Reklamasi ini merupakan kewajiban perusahaan, dalam ketentuannya sebelum produksi di laksanakan pengusaha di wajibkan menyetor dana jaminan reklamasi minimal 1 miliar.
“Namun dana kenyataannya dua perusahaan tersebut yakni PT BIE dan PT BMS hanya menyetor Rp200 juta, sementara reklamasi tambang tidak di laksanakan,” pungkas Ely Sukri.
Ditambahkannya, PT BMS saat ini sudah hengkang dari Kabupaten Batanghari, yang tinggal di areal bekas tambang PT BMS, lobang-lobang besar yang sudah menjadi danau akibat galian tambang dibiarkan begitu saja tanpa direklamasi.
“Selain merusak lingkungan juga telah meninggalkan kekecewaan bagi warga sekitar tambang,” ungkap Ely Sukri.(Anuza/Feri)

Kejari Terus selidiki Dugaan Korupsi Proyek Kolam Renang Tanjabtim

Muarasabak (Media TIPIKOR)
Dugaan kasus korupsi proyek pembangunan kolam renang di komplek GOR-GOS Datuk Paduka Berhala Muarasabak Kabupaten Tanjabtim, saat ini masih diselidiki intensif oleh Kejari Muarasabak.
Diduga pada proyek yang bersumber dari dana APBN Kemenpora tahun anggaran 2011 terjadi penyimpangan anggaran.
"Saat ini kasus itu masih dalam tahap penyelidikan, dan baru sebatas pemanggilan saksi serta pemeriksaan para saksi tersebut," ungkap Kajari Muarasabak Bambang Permadi SH MH melalui Kasi Pidsus Dharma Natal SH, baru-baru ini.
Sejauh ini sudah 30 orang yang diperiksa sebagai saksi terkait pembangunan kolam renang yang menelan dana Rp4.358.972.000. Pengerjaan pembangunan kolam renang itu dimulai pada Juni 2012 dan berakhir pada 8 Januari 2013, itupun sudah termasuk pemberian adendum sebanyak 3 kali.
Dari 30 orang yang diperiksa, tim penyidik Kejari menemukan dugaan penyimpangan dan segera meminta bantuan tim ahli untuk menindak lanjuti temuan tersebut, apakah nanti ada mark up atau tidak dan spesifikasi tehknisnya.
"Dua dari tiga puluhan orang Kementerian juga telah kita panggil, guna dimintai keterangan terkait pembangunan kolam renang oleh tim penyidik, yaitu dari Bidang Harmonisasi dan Kemitraan. Hal itu guna melengkapi data yang kami butuhkan," ujarnya.(Ard)

Edisi 70/MTip/2014

Puluhan Ton BBM Solar Bersubsidi Dinikmati Mafia

Medan (Media TIPIKOR)
Rentannya penyimpangan peruntukan solar bersubsidi nelayan yang disalurkan pengelola SPBN kepada mafia BBM terjawab sudah. Pasalnya PT. AKR Corporindo Tbk sebagai perusahaan pendistribusian BBM tersebut tidak transparan melaporkan jumlah kouta solar yang didistribusikan ke SPBN. Akibatnya puluhan ton BBM solar bersubsidi untuk nelayan dinikmati mafia BBM. Kamis (5/6).
Seperti yang dikatakan Kadis Pertanian dan Kelautan kota Medan Ahyar melalui stafnya Rijal pada wartawan melalui telepon selularnya. Rijal mengaku pihaknya tidak mendapat laporan jumlah kouta BBM solar bersubsidi untuk nelayan kota Medan. “Sampai sekarang pihak PT. AKR tidak ada melaporkan jumlah kouta BBM solar bersubsidi untuk nelayan kota Medan, sehingga Distanla Medan sulit melakukan pendataan dan pengawasan”. Kata Rijal.
Keterangan yang dihimpun di lapangan, PT. AKR Corporindo, Tbk mendistribusikan BBM solar bersubsidi untuk nelayan kota Medan 100 ribu liter/hari, masing-masing di SPBN Kelurahan Bagan Deli 20 ribu liter, SPBN Kelurahan Belawan Lama (Pajak Baru-red) 20 ribu liter, SPBN Kelurahan Belawan Bahari 20 ribu liter, SPBN Kelurahan Labuhan Deli jalan Young Panah Hijau 20 ribu liter, dan SPBN di Kelurahan Nelayan Indah 20 ribu liter/hari.
Nelayan kota Medan yang terdata di Distanla Medan yang mendapatkan BBM solar bersubsidi (Nelayan fiktif-red) berdasarkan surat sampan berjumlah 1500 dengan pemakaian BBM rata-rata 30 liter/hari. Dari jumlah tersebut tercatat penyimpangan BBM solar bersubsidi sekitar 55 ribu liter/hari.
Tangkap Manager SPBN
Terpisah, aktivis kota Medan SR. Saragih pada media ini melalui telepon selularnya, Kamis (5/6) minta manager SPBN ditangkap. “Kita minta Poldasu segera tangkap Manager SPBN di Medan Utara yang kerap melakukan penyimpangan BBM solar nelayan bersubsidi, seperti SPBN di Kelurahan Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan”. Kata Saragih.
Kita sudah investigasi ke SPBN Nelayan Indah lanjut Saragih, pihak kita temukan sejumlah becak bermotor yang mengangkut solar nelayan subsidi dari SPBN itu, yang selanjutnya dibawa ke gudang pengoplosan atau penimbunan BBM di Pekan Labuhan, artinya BBM solar nelayan bersubsidi dari SPBN tersebut bukan disalurkan kepada nelayan melainkan kepada mafia BBM. Jelas Saragih.
Manager service PT. AKR Corporindo Medan Riadi ketika dikonfirmasi melalui telepon selularnya, Rabu (4/6) tidak menjawab. Melalui pesan singkat SMS, Riadi tetap diam.(Her)

Empat Tahun Tak Selesai
Pembangunan Kantor Walikota Gunung Sitoli Dipertanyakan

Gunungsitoli (Media TIPIKOR)
Terhitung kurang lebih empat tahun sudah proyek pembangunan Kantor Walikota Gunungsitoli, Sumut, belum juga selesai dikerjakan hingga saat ini, karenanya pembangunan yang dimulai sejak Tahun 2011 dan terbagi atas beberapa tahap yakni dari tahap ke-II, III dan ke-IV ini telah mengundang pertanyaan dari berbagai pihak masyarakat Gunung Sitoli, sementara itu Walikota Gunungsitoli Drs Martinus Lase MSP malah terkesan menutup mata atas kejanggalan proyek ini.
Pembangunan kantor walikota yang tak kunjung selesai semakin hangat dibicarakan berbagai kalangan masyarakat setempat terlebih dengan adanya isu bahwa proyek ini disinyalir sangat berpeluang dijadikan sebagai ajang korupsi, pasalnya anggaran baru proyek tersebut telah tertimpah dengan anggaran lama. Hal ini terjadi disebabkan tahapan-tahapan pengerjaannya selalu putus kontrak, sehingga sisa anggaran tersebut sepertinya tidak melalui pembahasan P-APBD, bahkan terkesan dipaksakan karena kelanjutan pekerjaannya berpatokan dengan PERWAL (Peraturan Walikota).
Hal ini dituturkan oleh salah seorang sumber dilingkungan Pemerintah Kota Gunungsitoli kepada wartawan, baru-baru ini, dan meminta agar identitasnya tidak dipublikasikan.
Selain kepada Walikota, sumber juga mengaku heran atas DPRD Kota Gunungsitoli yang seakan-akan tutup mata, entah benar-benar tidak tahu atau mungkin tidak mau tahu atas kejanggalan ini.
"Mungkin mereka (DPRD) benar-benar tidak tahu,” ujar sumber.
Sementara menurut sumber bahwa pembangunan Kantor Walikota Tahap ke-III yang telah diputus kontraknya tahun 2012 lalu dilanjutkan kembali pengerjaannya pada Tahun 2013 tanpa melalui pembahasan P-APBD.
"Toh juga tetap disahkan dan diterima pada pembahasan P-APBD, lalu tahukah anggota DPRD Kota Gunungsitoli sisa anggarannya diparkir kemana dan berapa lagi jumlahnya, selanjutnya apakah jaminannya juga telah disita. Seharusnya setiap pembangunan yang telah diputus kontraknya harus melalui pembahasan P-APBD, lain halnya jika pembangunan tersebut mendesak atau sangat-sangat dibutuhkan sekali,” ungkap sumber penuh tanda tanya.
Hal senada juga diungkapkan salah seorang tokoh agama Dafid Lase STh MTh yang sangat menyesalkan kinerja Kadis Tarukim Kota Gunungsitoli, dimana dalam hal ini seharusnya dapat lebih mengoptimalkan kinerjanya, bukan malah sebaliknya.
"Terbukti dengan pembangunan kantor walikota yang selalu tidak bisa diselesaikan pengerjaanya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam kontrak kerja rekanan," pungkasnya.
Menurut Dafid, pembangunan Tahap ke-III yang bersebelahan dengan kantor Pengadilan Kota Gunungsitoli, volume dan anggarannya sama dengan volume dan anggaran Pembangunan Tahap I yang sekarang ini di jadikan sebagai Kantor BKD Kota Gunungsitoli. Pembangunan Tahap I dikerjakan dan diselesaikan tepat waktu selama 6 bulan (satu tahun anggaran) lalu bagaimana dengan pembangunan tahap III sehingga tidak dapat diselesaikan selama satu tahun anggaran. Begitu juga pada pembangunan tahap ke-II dan ke-IV, sepertinya ada udang tersembunyi dibalik kontrak rekanan sehingga para pejabat teras di pemko Gunungsitoli dibutakan.
"Jika kita kupas lebih dalam lagi maka bisa dibuktikan bahwa rekanan yang mengerjakan paket pembangunan tersebut jelas yang diarahkan. Bisa kita menduga bahwa tahap tender atau pelelangan yang dilakukan melalui elektronik (LPSE) hanya sebatas formalitas saja," ujarnya.
Terlebih rekanan yang mengerjakan dari awal kemudian diputus kontraknya karena tidak selesai tepat waktu sesuai dengan kontrak, selanjutnya ditenderkan kembali dan selalu pemenangnya pihak rekanan yang sama (yang mengerjakan dari awal).
"Hal ini perlu kita curigai bahwa ada unsur kerja sama yang begitu intim. Jika saja peraturan itu diterapkan maka jelas rekanan yang telah diputus kontraknya tidak bisa lagi diperkenankan sebagai pemenang walaupun memakai perusahaan yang berbeda. Namun kenyatannya aturan tersebut tidak diterapkan malahan dipendam begitu saja," ungkap Dafid.
Ditambahkan Dafid, ironinya sangat aneh bin ajaib lagi dengan Walikota Gunungsitoli Drs Martinus Lase MSp yang sepertinya buta dengan semua itu, sehingga mengakibatkan munculnya tandatanya dan kecurigaan dari berbagai kalangan masyarakat Kota Gunungsitoli.
"Melihat kinerja dari Kadis Tarukim Kota Gunungsitoli yang tidak dapat memaksimalkan serta mengoptimalkan kerjanya, maka seharusnya walikota Gunungsitoli tersebut bisa mengambil sikap dan tindakan yang tegas, namun kenyataannya dibiarkan begitu saja," ujarnya.
Sementara itu, Drs Martinus Lase MSp selaku Walikota Gunungsitoli saat akan dikonfirmasi Media TIPIKOR, Rabu (28/5) di Kantor Walikota Gunung Sitoli sedang tidak berada di tempat karena sedang berada diluar daerah.
Informasi yang diperoleh dari salah seorang oknum PNS di Pemerintahan Kota Gunung Sitoli yang tidak berkenan dituliskan namanya, memberitahukan bahwa walikota Gunungsitoli pernah dalam satu bulan tepatnya pada bulan Januari 2014, hanya 3 hari masuk kantor dan berada di Kota Gunungsitoli, selebihnya diluar daerah.(Nota Lase)

Terkait Korupsi LTE GT
Tiga Mantan Bos PLN Disidangkan

Medan (Media TIPIKOR)
Mantan bos PT PLN menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Medan. Ketiganya didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pekerjaan life time extention (LTE) Gas Turbin (GT) 2.1 dan 2.2 PLTGU Blok II Belawan yang merugikan negara Rp2,3 triliun, Rabu (21/5) siang.
Adapun ketiga nama terdakwa adalah Chris Leo Manggala, mantan General Manager (GM) PLN, Surya Dharma Sinaga selaku Ketua Panitia Lelang dan Muhammad Ali.
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Medan Oky Yuda Tama mengatakan, perbuatan ketiga terdakwa telah merugikan negara senilai Rp2,3 triliun. Karena hingga akhir masa kontrak pengadaan dan pemasangan GT 2.1 dan GT 2.2 Belawan pada Desember 2012 masih melakukan amandemen kontrak dengan PT Mapna Co. hingga tiga kali. Selain melakukan amandemen kontrak, pihak PLN juga terus melakukan pembayaran meski kontrak telah berakhir.
Masih kata Oky, pengadaan dan pemasangan GT 2.1 dan 2.2 Belawan tersebut juga menyalahi kontrak awal. Di antaranya, untuk GT 2.1 seharusnya pihak rekanan memasang 600 item material. Namun, setelah mesin pembangkit GT 2.1 dioperasionalkan baru setengah material yang dipasang. Bahkan, jaksa mensinyalir di antara 300 item material yang dipasang, ada barang bekas atau rekondisi. Akibat tidak seluruh material yang disepakati dalam kontrak dipasang di GT 2.1, menurut jaksa, negara dirugikan hingga Rp337 miliar.
Kerugian negara tersebut bertambah karena pekerjaan LTE GT 2.2 Belawan belum dilaksanakan hingga saat ini. Padahal, sesuai kontrak awal pekerjaan LTE di kedua pembangkit itu harus selesai pada Desember 2012. Bila GT 2.2 tersebut beroperasi pada akhir 2012, negara diperkirakan memperoleh penghasilan sebesar Rp 2 triliun.
Namun, pihak PLN tidak menolaknya dan memberikan pekerjaan tersebut kepada perusahaan asal Iran tersebut. Usai persidangan, majelis hakim yang diketuai Jonner Manik pun menunda persidangan hingga minggu depan dengan agenda eksepsi dari dakwaan.
Sementara iru terkait dakwaan tersebut, penasihat hukum terdakwa menyatakan menolaknya karena tidak ada alasan hukum untuk mendakwa ketiga mantan pejabat PLN itu.
Secara terpisah, penasihat hukum terdakwa, Todung Mulya Lubis menilai Jaksa memaksakan dakwaannya dengan mencari-cari kesalahan, bahkan dakwaan tidak menyebutkan satu pun peraturan perundang-undangan yang dilanggar oleh para terdakwa.
"Tuduhan jaksa itu tidak benar, karena beban 123 MW yang diperoleh penyidik Kejagug bukan berasal dari hasil pengujian, tetapi kejaksaan hanya menyaksikan mesin yang pada saat itu hanya memikul beban 123 MW (siang hari). Padahal berdasarkan pengujian yang sebenarnya oleh lembaga sertifikasi, daya mampu GT 2.1 hanya mencapai 140,7 MW sehingga melebihi daya mampu minimal kontrak," katanya.
Langkah ini pun tak berhasil karena tidak ada titik temu lantaran Siemens menawar harga Rp830 miliar, jauh dari pagu anggaran PLN sebesar Rp645 miliar. Karena terus tertunda, Direksi PLN memutuskan proses pengadaan LTE PLTGU tersebut dialihkan menjadi ke pemilihan langsung karena selain negosiasi dengan Siemens tak tercapai kata sepakat, tujuan digunakannya metode pemilihan langsung yaitu untuk efisiensi anggaran, mendapatkan harga kompetitif, mencegah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), juga memberikan kesempatan yang sama ke perusahaan lain.
Di persidangan, penasihat hukum para terdakwa mengajukan permohonan pengalihan tahanan para terdakwa dari tahan Rutan menjadi tahanan kota. Alasannya, tenaga para terdakwa sangat dibutuhkan PLN untuk mengatasi krisis listrik. Para terdakwa juga tidak akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan tidak akan mengulangi perbuatan.(M Sembiring)

LP3TKJ Demo Kejati
Usut Tuntas Dugaan Korupsi Dinas PU Batanghari

Jambi (Media TIPIKOR)
Puluhan pengunjuk rasa yang tergabung dalam Lembaga Pengawasan Pembangunan dan Pelaporan Tindak Pidana Korupsi Jambi (LP3TKJ) melakukan aksi demo di depan kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi, Rabu (28/5) pagi.
 Dalam aksi tersebut massa menuntut agar Kejati Jambi melakukan pemeriksaan kasus dugaan korupsi di tubuh Dinas Pekerjaan Umum (PU) terkait anggaran perawatan jalan Abdul Mutholib, lintas Sridadi, Kecamatan Muara Bulian, Batanghari.
"Kami meninta Kejati memanggil kepala Dinas Pekerjaan Umum Batanghari terkait adanya penyimpangan proyek jalan di Batanghari," ujar Erdi, koordinator lapangan aksi.
Dimana menurutnya, bahwa proyek perawatan jalan ini menelan biaya sekitar Rp11 miliar dan perawatan tersebut dilaksanakan pada tahun 2013.
"Proyek jalan pada anggaran APBD tahun 2013 ini telah merugikan negara miliaran rupiah," ujar Erdi dalam orasinya.(Ard)

Terkait Dugaan Korupsi Rp1,83 Miliar Dispora Riau
Polresta Tetapkan Dua Tersangka

Pekanbaru (Media TIPIKOR)
Tim Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satuan Reskrim (Satreskrim) Polresta Pekanbaru terus dalami penyidikan dugaan korupsi Pengadaan barang koneksi unit Chiller ke Genset Hall A Sport Center Rumbai, di Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Riau melalui APBDP Riau 2011 dengan pagu anggaran Rp 1,83 miliar.
Dalam kasus tersebut penyidik sudah menetapkan dua pelakunya yakni Perdamaian (56) PNS Dispora Riau selaku PPTK dan Andri Putra (46) rekanan atau kontraktor. Untuk mengungkap dugaan korupsi itu penyidik Polresta Pekanbaru sudah memeriksa dua orang saksi yakni Saksi Ir Mujiana (51) PNS Dispora Riau dan Sukirman (58).
Kabid Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo SIK, Senin (2/6), kepada wartawan membenarkan perkembangan laporan dugaan korupsi tersebut masuk kepihaknya secara tertulis dari jajaran Polresta Pekanbaru. Dalam laporan itu, diketahui, setelah lelang dilakukan Dispora Riau tahun 2011 terdapat penyalah gunaan wewenang yang dilakukan oleh pelaku.
Dimana lelang itu awalnya dimenangi oleh CV Merpati yang dibawa oleh Sukirman selaku kuasa dari Direktur CV Merpati. Kemudian Sukirman menjual proyek tersebut ke Andri Putra. Namun saat dikerjakan ternyata tidak selesai karena ada kabel yang tidak sampai sesuai dengan batas waktu pelaksanaan pekerjaan. Kemudian pelaku dibantu oleh Andri merekayasa laporan kemajuan proyek sebesar 27,88 persen untuk mencairkan dana. Setelah cair Andri memberikan fee sebesar Rp32 juta kepada Amir Syaripuddin.
"Hal itu tentunya sangat berpotensi merugikan keuangan negara, saat ini penyidik terus mendalami dugaan korupsi ini," pungkas Guntur.(Nng)

Penyelewengan BBM Bersubsidi
Diduga Masih Terjadi di Kabupaten Batang

Semarang (Media TIPIKOR)
Berawal dari kecurigaan terhadap aktifitas truk pengangkut BBM dan informasi masyarakat, bahwasanya di sebuah gudang yang berada di jalur lingkar Desa Plelen Kabupaten Batang sering menjadi tempat keluar masuk truk tangki pengangkut BBM.
Media TIPIKOR mencoba melakukan pantauan di lokasi, tepatnya Kamis (29/5) dan mendapatkan sebuah truk tangki BBM No Pol E XXXX YA atas nama PT GAD yang awak truk diketahui bernama T, seperti sengaja membelokkan truknya kesebuah gudang yang bersebelahan dengan rumah  pemilik gudang  dan disinyalir melakukan aksi curangnya berupa menjual bbm sebelum sampai di SPBU (isitilah disana kencing– red). Setelah truk selesai melakukan aksinya dan meninggalkan gudang yang di tengarai menerima, menyembunyikan, menampung BBM dari hasil kejahatan itu.
Dalam perjalanannya awak truk pengangkut tangki BBM kepada Media Tipikor menceritakan bahwa tidak hanya truknya saja yang  biasa kencing di gudang milik “IA” akan tetapi ada juga truk tangki BBM lainnya.
 Media Tipikor mencoba beberapa kali menemui IA sebagai pemilik gudang namun tidak bisa ketemu karena selalu tidak ada ditempat, bahkan saat wartawan mencoba menunggu kepulangan IA, salah seorang karyawan gudang dengan nada sinis berkata “Buat apa menunggu mas, bos saya pulangnya nanti malam.” ucap karyawan terebut ketus.
Menurut data dari kepolisian daerah  Jawa Tengah, pihaknya pada bulan Desember 2012 pernah melakukan penggrebekan gudang kepemilikan IA, karena terbukti melanggar Pasal 480 KUHP dan UU NO 22 TH 2001 tentang Migas.(AF/DM)

Kejari Terus selidiki Dugaan Korupsi Proyek Kolam Renang Tanjabtim

Muarasabak (Media TIPIKOR)
Dugaan kasus korupsi proyek pembangunan kolam renang di komplek GOR-GOS Datuk Paduka Berhala Muarasabak Kabupaten Tanjabtim, saat ini masih diselidiki intensif oleh Kejari Muarasabak.
Diduga pada proyek yang bersumber dari dana APBN Kemenpora tahun anggaran 2011 terjadi penyimpangan anggaran.
"Saat ini kasus itu masih dalam tahap penyelidikan, dan baru sebatas pemanggilan saksi serta pemeriksaan para saksi tersebut," ungkap Kajari Muarasabak Bambang Permadi SH MH melalui Kasi Pidsus Dharma Natal SH, baru-baru ini.
Sejauh ini sudah 30 orang yang diperiksa sebagai saksi terkait pembangunan kolam renang yang menelan dana Rp4.358.972.000. Pengerjaan pembangunan kolam renang itu dimulai pada Juni 2012 dan berakhir pada 8 Januari 2013, itupun sudah termasuk pemberian adendum sebanyak 3 kali.
Dari 30 orang yang diperiksa, tim penyidik Kejari menemukan dugaan penyimpangan dan segera meminta bantuan tim ahli untuk menindak lanjuti temuan tersebut, apakah nanti ada mark up atau tidak dan spesifikasi tehknisnya.
"Dua dari tiga puluhan orang Kementerian juga telah kita panggil, guna dimintai keterangan terkait pembangunan kolam renang oleh tim penyidik, yaitu dari Bidang Harmonisasi dan Kemitraan. Hal itu guna melengkapi data yang kami butuhkan," ujarnya.(Ard)

Edisi 69/MTip/2014

Cari Bantuan Penyelesaian Perkara Korupsi
Mantan Sekda Jambi Ditipu Rp2,1 Miliar

Jakarta (Media TIPIKOR)
Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya, mengamankan Efendy yang mengaku berpangkat Komisaris Besar dan bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lantaran diduga menipu mantan Sekretaris Daerah Provinsi Jambi, Syahrasaddin, hingga Rp2,1 miliar. Modus tersangka, berpura-pura dapat membantu menyelesaikan perkara hukum yang sedang dihadapi korban terkait kasus korupsi.
 Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Herry Heryawan, membenarkan pihaknya telah menangkap tersangka.
"Iya benar telah ditangkap seseorang yang mengaku anggota KPK, berpangkat Kombes," ujar Herry kepada wartawan, Rabu (28/5).
Dikatakan Herry, kronologi penangkapan berawal ketika korban dikenalkan oleh sesorang bernama Yandra dengan tersangka, saat datang ke Jakarta.
"Dalam pembicaraan, tersangka mengaku dapat membantu menyelesaikan permasalahan korban yang sedang tersangkut perkara hukum (korupsi)," tambahnya.
Ia menyampaikan, dalam pertemuan itu, korban diminta mentransfer uang sebesar Rp2,1 miliar. Korban pun menyanggupi. Namun, janji hanyalah janji. Perkara korupsi korban terus bergulir, sang Kombes gadungan tak berbuat apa-apa.
"Korban kemudian meminta bantuan adiknya Hermansyah RH untuk menemui tersangka," katanya.
Menurutnya, Hermansyah lalu mengajak tersangka bertemu. Namun, saat diminta untuk mengembalikan uangnya tersangka tidak mau.
"Tersangka dipancing adik korban untuk bertemu dan tidak mengaku. Akhirnya, dibawa ke SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) Polda Metro untuk dilaporkan. Kami terima penyerahan tersangkanya tadi malam dari SPKT," tandasnya.
Tersangka dilaporkan Hermansyah selaku adik korban ke SPKT Polda Metro Jaya, dengan nomor laporan LP/1959/V/2014/PMJ/Ditreskrimum, sekitar pukul 23.01, Selasa (27/5). Atas perbuatannya, tersangka diduga melanggar Pasal 378 dan Pasal 372 tentang Penipuan dan Penggelapan.
Berdasarkan laporan, dugaan kasus penipuan tersebut terjadi pada bulan Februari sampai Maret 2014 lalu, sebagaimana diketahui sebelumnya bahwa Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Syahrasaddin saat ini telah ditahan di Lapas Klas IIA Jambi, terkait kasus korupsi dana rutin Kwartir Daerah Pramuka Jambi dan dana hibah pelaksanaan Perkemahan Pramuka Putri Nasional. Tersangka diduga telah menyelewengkan dana rutin Kwarda Pramuka Jambi sekitar Rp3 miliar dan dana hiba APBD Provinsi Jambi untuk kegiatan Perkemahan Pramuka Putri Nasional, 12 November 2012, Rp 2 miliar.(Hol)

Dua Bulan Buron
Dirops PD Pembangunan Ditangkap

Medan (Media TIPIKOR)
Setelah hampir dua bulan menjadi buron, Direktur Operasional (Dirops) PD Pembangunan Kota Medan, Ichwan Husien Siregar berhasil ditangkap  di kediaman temannya di Jalan Sei Brunei Tanjung Morawa. Husein yang dibawa oleh pihak petugas ke Kejari tampak lusuh dan tidak memakai alas kaki, Rabu (28/5).
Ichwan Husien Siregar adalah tersangka korupsi dana penyertaan modal pada Perusahaan Daerah (PD) Pembangunan Kota Medan senilai Rp2 miliar. Ichwan tercatat masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 4 April lalu. Namun keberadaannya telah dimonitoring pihak Kejaksaan Negeri Medan.
"Kita telah monitoring keberadaan Ichwan sejak 3 hari yang lalu. Informasi keberadaan awal didapat dari laporan masyarakat. Sebelumnya Kejaksaan Negeri Medan juga telah melakukan penelusuran ke alamat di KTP tersangka. Namun di tempat tinggal yang ditinggali istri dan anaknya juga tidak ditemukan," kata Kasipidsus Kejari Medan, Jufri Nasution.(Her)

Baru 3 Bulan Dibangun, Box Culvert Rusak Lagi

Kayuagung (Media TIPIKOR)
Kondisi jembatan di Desa Sp 3 Talang Makmur Kecamatan Sungai Menang Kabupaten Ogan Komering Ilir (Oki) Sumsel, sangat memperihatinkan. Pasalnya bangunan box culvert untuk jembatan ini baru saja selesai 3 bulan namun sudah rusak kembali, diduga pengerjaan proyek oleh kontraktor hanya asal jadi.
Diketahui dari warga setempat bahwa pengerjaan proyek box culvert oleh PT Suara Sukses ini dimulai Tahun 2013 lalu dan baru selesai dikerjakan pada Januari 2014, namun pada Februari 2014 sudah terjadi kerusakan yang kemudian langsung diperbaiki, akan tetapi pada Maret 2014 kerusakan box cukvert kembali terjadi dan belum ada dilakukan perbaikan hingga saat ini.
“Pembutan box culvert selesai bulan 1 Tahun 2014, bulan 2 Tahun 2014 hancur dan lansung di perbaiki, Bulan 3 Tahun 2014 hancur lagi sampi sekarang. Juga pada saat poengerjaan tidak ada papan proyek yang di pasangkan,” ujar US warga Talang Makmur, baru-baru ini.
Pengerjaan bok culvert oleh PT Suara Sukses di duga tidak transparan dan terkesan hanya asal jadi yang sehingga kualitas bangunan tidak bermutu, hal ini menyebabkan masyarakat merasa marah dan kecewa.
Informasi dilapangan, menyebutkan ada sebanyak 15  unit proyek box culvert yang dikerjakan PT Suara Suksas dengan anggaran dana sebesar Rp2 miliar lebih. Namun diduga pengerjaan dilakukan hanya asal jadi demi meraup keuntungan pribadi tanpa memperdulikan mutu bangunan yang tidak sesuai bestek.
“Pembangunan box culvert di sepanjang Jalan Sp 1 Talang Jaya menuju Sp 3 Talang Makmur Kecamatan Sungai Menang seluruhnya ada sebanyak 15 unit dengan total anggaran Rp2.267.994.000, tapi dikerjakan asal jadi saja,” kata US.
Masyarakat berharap agar pihak Pemkab Oki dan seluruh pihak terkait dapat turun kelapangan dan melakukan kroscek atas proyek box culvert yang di kerjakan oleh PT Suara Sukses, dan memberikan tindakan tegas sesuai hukum yang berlaku apabila terbukti telah melakukan pelanggaran.(Seringguk)

Talak Satu Istri Muda
Ketua DPRD Bengkalis Dipecat
Bengkalis (Media TIPIKOR)
Jamal Abdillah (28) resmi dipecat dari jabatan Ketua DPRD Kabupaten Bengkalis oleh fraksinya, Partai Keadilan Sejahtera, akibat talak satu yang dilakukan Jamal kepada istri mudanya Rani Feriyanti (27).
 Dihubungi terpisah, pengacara Rani Feriyanti, Sugiharto mengatakan menyambut baik keputusan PKS memecat Jamal Abdillah sebagai anggota DPRD Bengkalis.
"Kita menyambut baik keputusan PKS yang memecat Jamal Abdillah sebagai anggota sekaligus Ketua DPRD Bengkalis," ujar Sugiharto kepada wartawan, Senin (26/5).
Tiga hari lalu, kata Sugiharto, dia bertemu dengan Sekretaris DPW PKS Riau, Suroyo, membicarakan kasus yang menimpa kliennya, Rani Feriyanti, yang ditalak satu oleh Jamal.
"Ketika itu, Pak Suroyo menyatakan PKS akan mengambil sikap terhadap Jamal Abdillah yang telah ingkar janji (wan prestasi) terhadap klien saya," tegasnya.
Lantaran somasi wanprestasi atas nama kliennya tidak ditanggapi Jamal Abdillah, Sugiharto menegaskan, dalam dua atau tiga hari ke depan pihaknya akan melakukan upaya hukum Polda Riau.
"Kita akan melakukan upaya hukum Perdata berupa Gugatan Wan Prestasi (Ingkar Janji) dengan ganti kerugian baik materiil maupun immateriil yang besarnya akan kami hitung dan tentukan kemudian sekaligus dalam gugatan kami," tukasnya.
 Selain itu, advokat dari Kantor Hukum Sugma & Partners ini mengatakan, akan melakukan upaya hukum Pidana dengan membuat laporan ke Kantor Kepolisian Daerah Riau atas dugaan perbuatan Pidana Penipuan sebagaimana dimaksud Pasal 378 KUHPidana.
Sekitar empat bulan setelah menikahi Rani Feriyanti, mantan pramugari pada 2013 di Hotel Aryaduta Jakarta Selatan dan disaksikan sekitar 20 orang, Jamal Abdillah menjatuhkan talak satu istri mudanya itu dengan sejumlah kompensasi seperti tertuang dalam surat pernyataan di atas materai Rp 6.000 tertanggal 29 Juni 2013, yang ditandatangani Jamal Abdillah.
Kompensasi tersebut berbunyi pertama, Jamal Abdillah berjanji menafkahi Rani Feriyanti sebesar Rp 5 juta per bulan sampai salon beroperasi. Kedua, biaya kursus kecantikan Rani Feriyanti di Mustika Ratu Jakarta Selatan dilunasi. Dan ketiga, Rani Feriyanti akan dibelikan tanah dan rumah toko (ruko) bertingkat berlokasi di Komp Sudirman Square Pekanbaru status SHM, berikut perlengkapan salon sampai beroperasi paling lambat Januari 2014.
"Namun sampai saat ini, Jamal Abdillah ingkar janji atau wan prestasi. Akibatnya, klien saya Rani Feriyanti sekarang terlantar di Jakarta. Dan bila dalam waktu tujuh hari somasi kita tidak mendapat tanggapan, kita akan melakukan upaya hukum kepada Jamal Abdillah," pungkas Sugiharto.(Edi)

Tak Miliki Izin Kemenhub
Puluhan Dermaga Sepanjang Sungai Musi Ditutup

Palembang (Media TIPIKOR)
Puluhan dermaga di sepanjang Sungai Musi, Sumsel, yang diketahui tidak memiliki izin operasional dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah ditutup pada pertengahan April lalu. Akibat penutupan ini sejumlah perusahaan batubara, Crude Palm Oil (CPO) dan kayu terpaksa mengurangi jumlah produksi dan pengiriman.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi Sumsel, Robert Heri mengatakan, sedikitnya 13 dermaga yang digunakan untuk bongkar muat batubara yang dihentikan operasionalnya.
"Artinya, dermaga itu baru bisa beroperasi jika sudah memiki izin resmi," katanya, Rabu (4/5).
Robert enggan berspekulasi mengenai dampak penutupan dermaga-dermaga itu. Menurut dia, yang terpenting saat ini adalah bertindak sesuai prosedur. Menurut dia, pihaknya sudah berkomitmen bertindak sesuai koordinasi supervisi (korsup) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang salah satunya ingin membenahi soal Izin Usaha Pertambangan.
"Lebih baik dapat pemasukan kecil tapi resmi, daripada besar tapi dilakukan dengan cara tidak benar," ujarnya.Robert mengaku sepakat, pengelolaan sumberdaya alam termasuk sumberdaya mineral harus dilakukan sesuai dengan amanat UUD 1945, khususnya pasal 33, serta UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Intinya, pengelolaan sumberdaya mineral untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. UU ini juga mengamanatkan kewajiban untuk melakukan penciptaan nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional. Penciptaan nilai tambah dilakukan sejak dari kegiatan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara.
"Kita tidak ingin terjadi kebocoran penerimaan negara," tegasnya.
Akibat penghentian operasional puluhan dermaga itu, aktivitas bongkar muat atau pengapalan yang selama ini biasanya ramai,tampak sudah berkurang. Tidak hanya di dermaga pengiriman kayu seperti di wilayah Gasing dan Tanjunglago, KabupatenBanyuasin, dermaga khsusus batubara di wilayah Tanjung Api Api (TAA) juga stop beroperasi.
Salah seorang penjaga gerbang perusahaan PT Sinar Musi Jaya mengatakan, sudah sepekan batu bara tidak diangkut dari dermaga ini. Begitu juga lokasi penampungan dan penghalusan batubara di Baguskuning, Plaju Palembang. Kondisinya sepi. Jangankanantrean truk, bahkan petugas atau karyawan tidak terlihat di sana.
Asisten Manager Kepanduan PT Pelindo Palembang, Capt Teddy mengatakan, pelayanan memandu kapal masuk dan keluar Sungai Musimasih terus berlangsung hingga kemarin. Hanya saja, jumlahnya menurun. Kepanduan masih melayani kapal pengangkut batu barayang
keluar dari Sungai Musi.
"Sementara ini pelayanan pandu masih lancar. Masih ada beberapa yang keluar di sepanjang Sungai Musi, tapi itu kapalpengangkut batubara dari perusahaan besar seperti PTBA. Kalau dari dermaga kecil, memang sudah berkurang," kata Teddy.
Kepanduan PT Pelindo Palembang, kata dia, bisa melayani hingga delapan kapal pengangkut batubara per hari. Namun sejak adapelarangan operasi dermaga, jasa pelayanan memandu berkurang drastis menjadi dua atau tiga kapal pengangkut per hari. "Memangada pelarangan, tapi karena apa kita tidak mengetahuinya secara mendetil," katanya.(Okta)

Monday, May 26, 2014

Edisi 68/MTip/2014

KPK Akan Klarifikasi Harta Kekayaan Capres

 Jakarta  (Media TIPIKOR)
KPK akan mengklarifikasi laporan harta kekayaan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang akan maju dalam Pemilihan Umum Presiden 2014 pada 9 Juli.
"Informasi yang saya terima dari Direktorat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK, utusan Pak Joko Widodo telah melaporkan pendaftaran LHKPN. Sedangkan Pak Jusuf Kalla akan menyampaikan laporan harta kekayaan sebagai syarat maju di pemilihan presiden pada Kamis (22/5)," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi, di Jakarta, Rabu.
Selain Joko Widodo, pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, lanjut Johan, telah menyampaikan laporan harta kekayaan mereka , Selasa (20/5).
"Dalam konteks ini, laporan harta kekayaan yang disampaikan calon presiden dan calon wakil presiden merupakan salah satu pemenuhan syarat yang ditetapkan KPU. Setelah laporan diterima, KPK akan memverifikasi dokumen yang disampaikan. Jika ada yang kurang, akan disampaikan ke capres dan cawapres," kata Johan.
Johan mengatakan tahapan berikutnya setelah verifikasi dokumen yaitu klarifikasi data lapangan dari laporan yang disampaikan ke Direktorat LHKPN KPK. Jika KPK menemukan ketidaksesuaian data di lapangan dengan laporan di dokumen, maka akan disampaikan ke KPU.
"Misalnya, dalam laporan itu disampaikan rumah. Kemudian akan dicek, apakah rumah yang dilaporkan itu sesuai dengan yang ada di laporan harta kekayaan," kata Johan.
KPK, lanjut Johan, akan mengumumkan laporan harta kekayaan calon presiden dan calon wakil presiden bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Klarifikasi mungkin akan dilakukan Juni, sedangkan Mei ini dilakukan verifikasi dokumen laporan harta kekayaan yang disampaikan," kata Johan.
Sebelumnya, KPK telah mengirim surat dan formulir Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memudahkan calon presiden dan calon wakil presiden saat melengkapi persyaratan resmi pendaftaran ke KPU.
"Pekan lalu, KPK sudah mengirim surat ke KPU. Isinya agar KPU menindaklanjuti salah satu poin di dalam surat edaran KPU tentang pencalonan presiden dan wakil presiden itu. Poin itu adalah setiap calon presiden harus melaporkan LHKPN," kata Bambang.
KPK, menurut Bambang, berharap calon presiden dan calon wakil presiden yang mendaftarkan diri ke KPU dapat segera melengkapi formulir LHKPN karena akan ditindaklanjuti dan diklarifikasi oleh KPK.(hol)

Penyidik Polda Dalami Kasus Korupsi Untag

Jakarta  (Media TIPIKOR)
Penyidik Polda Metro Jaya mendalami laporan dugaan kasus tindak pidana korupsi dan penggelapan aset Universitas 17 Agustus (Untag) Jakarta.
"Terdapat tujuh laporan di Polres Metro Jakarta Utara dan satu laporan di Polda Metro Jaya," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Rikwanto di Jakarta Rabu.
Rikwanto menyebutkan laporan itu terkait dugaan korupsi, penggelapan dan penipuan dengan terlapor Ketua Yayasan Untag Rudyono Dharsono.
Rikwanto akan menelusuri penyelidikan kasus itu berdasarkan laporan dari pengurus yayasan dan dosen Untag.
Sejauh ini, penyidik kepolisian belum meningkatkan status Rudyono yang masih menyandang saksi.
Salah satu Dosen Untag Tuswoyo Giri Atmojo menambahkan Rudyono diduga terlibat berbagai kasus lainnya seperti pencucian uang, penggunaan ijasah palsu dan penyalahgunaan kekuasaan.
Rudyono juga diduga terlibat penjualan dan penggelapan aset Untag secara sepihak atau tanpa melaporkan kepada Ketua Dewan Pembina dan Ketua Dewan Pengawas, serta jajaran pengurus yayasan lainnya.
Akibat penjualan aset Untag berupa lahan tanah, pihak yayasan menderita kerugian hingga Rp91 miliar.
Rudyono juga dituduh mendirikan Yayasan Husada Karya yang bergerak pada bidang Akademi Perawat dan membangun kampus akademi tersebut di tanah milik Yayasan Untag.
Tuswoyo mengungkapkan Rudyono mengembangkan bisnis pembangunan landasan pacu lapangan terbang di Majalengka, Jawa Barat, yang terindikasi dari dana penjualan aset Untag.(hol)

Advokat-Advokat Nakal di Pusaran Korupsi

Jakarta (Media TIPIKOR)
Profesi advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) kerap ternodai oleh ulah segelintir oknum. Keberadaan advokat nakal menjadi sesuatu hal yang tidak terbantahkan dalam praktik peradilan. Sejak KPK berdiri hingga 2014, KPK telah menangani sejumlah perkara korupsi yang melibatkan advokat.
Kasus teranyar, advokat Susi Tur Andayani yang tengah menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Susi diduga menjadi perantara suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) M Akil Mochtar dalam sejumlah sengketa Pilkada. Susi dituntut tujuh tahun penjara karena dianggap terbukti turut serta melakukan suap.
Selain Susi, masih ada sejumlah advokat yang terjerat kasus korupsi. Sebut saja, Mario Cornelio Bernardo. Advokat yang juga anak buah Hotma Sitompoel ini divonis Pengadilan Tipikor Jakarta dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp200 juta karena terbukti menyuap pegawai Mahkamah Agung (MA), Djodi Supratman.
Advokat lainnya yang pernah masuk dalam bidikan KPK adalah Adner Sirait, Harini Wijoso, dan Tengku Syaifuddin Popon. Adner ditangkap KPK usai menyuap Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (TUN) Ibrahim untuk memuluskan perkara sengketa tanah seluas 9,9 hektar di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2010 lalu.
Sementara, Harini ditangkap KPK karena berupaya menyuap pegawai MA dan hakim agung terkait kasus yang melibatkan Probosutedjo pada 2005. Kemudian, Tengku yang juga pengacara mantan Gubernur Aceh, Abdullah Puteh ditangkap KPK saat memberikan suap kepada dua oknum panitera Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Bukan hanya di KPK. Kepolisian Republik Indonesia (Polri) juga pernah menjerat para advokat-advokat nakal di pusaran kasus korupsi ini. Misalnya, kasus korupsi yang melibatkan dua advokat, Haposan Hutagalung dan Lambertus Palang Ama. Keduanya dianggap terbukti menghalang-halangi proses hukum Gayus Halomoan Tambunan dengan merekayasa penanganan perkara Gayus.
Semua kasus tersebut menjadi potret begitu rentannya profesi advokat. Salah-salah, advokat malah terperosok dalam pusaran korupsi.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan ada satu modus yang sering dilakukan oleh para advokat nakal ini. “Jadi, dia ikut terlibat menjadi bagian dalam penyuapan,” katanya kepada hukumonline, Selasa (20/5).
Johan melanjutkan, advokat-advokat nakal itu bukan sekedar menjadi perantara suap, tapi menjadi pelaku penyuapan. Apabila dilihat dari semua kasus yang melibatkan advokat di KPK, seluruhnya terkategori tindak pidana suap. KPK belum pernah menjadikan advokat sebagai tersangka karena menghalang-halangi penyidikan.
Walau begitu, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sempat menyatakan, perbuatan obstruction of justice atau menghalang-halangi proses penegakan hukum juga merupakan bagian dari modus operandi korupsi. Obstruction of justice tidak hanya bisa dilakukan oleh koruptor, melainkan dilakukan pihak-pihak lain, seperti advokat.
Bambang mencontohkan, dalam suatu kasus korupsi yang ditangani KPK. Lembaga anti rasuah itu menemukan indikasi perbuatan mengarahkan saksi dan meminta saksi bersembunyi agar tidak memenuhi panggilan KPK. Ia menganggap upaya demikian sebagai salah satu indikasi perbuatan obstruction of justice.
“Tidak boleh saksi disuruh bersembunyi. KPK mulai serius menangani dugaan perbuatan obstruction of justice. Beberapa waktu lalu, KPK telah menetapkan tersangka kepada seseorang yang diduga berbohong di persidangan. Karena kalau tidak begitu, kita tidak bisa bongkar secara lebih luas dan lebih tuntas,” ujarnya.
Menurut Bambang, kalangan profesional yang membantu koruptor tersebut adalah gatekeeper. KPK tidak akan pandang bulu dalam menangani perbuatan obstruction of justice. Setidaknya, KPK memiliki instrument dalam UU Tipikor, yaitu Pasal 21 dan Pasal 22 untuk menjerat pelaku obstruction of justice.
Meski KPK belum menerapkan pasal itu terhadap advokat yang diduga menghalang-halangi proses penegakan hukum, KPK mulai bertindak tegas. Dalam kasus Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah misalnya. KPK mencium adanya upaya menghalang-halangi penyidikan dengan mengarahkan saksi dan menyuruh saksi bersembunyi.
KPK bahkan harus menjemput paksa seorang saksi bernama Siti Halimah dari sebuah hotel di Bandung karena bersembunyi dari pemeriksaan KPK. Untuk mengetahui siapa pihak di balik perbuatan obstruction of justice itu, KPK telah memeriksa sejumlah pengacara Atut, Andi F Simangunsong, Nasrullah, dan TB Sukatma.
Namun, KPK masih mempelajari sejauh mana keterlibatan para pengacara Atut. KPK menyarankan agar para advokat menjalankan fungsinya sebagai penasihat hukum dengan baik. Jangan sampai para pengacara malah melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa dikategorikan sebagai obstruction of justice.
Selain pengacara Atut, KPK juga pernah menemukan indikasi mengarahkan saksi yang diduga dilakukan pengacara Djoko Susilo, Juniver Girsang. Saat bersaksi di persidangan Djoko, penyidik KPK Novel Baswedan mengungkapkan pihaknya memiliki rekaman CCTV hotel, dimana pengacara Djoko berupaya mengumpulkan sejumlah saksi.
Walau Juniver membantah pertemuan di hotel untuk mengarahkan saksi, nyatanya sejumlah saksi mencabut keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang memberatkan Djoko. Akan tetapi, KPK tidak memperpanjang dugaan tersebut. KPK hanya menyatakan siap memberikan rekaman CCTV jika diminta Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI).
Kemudian, dalam perkara suap pengurusan izin kuota impor daging sapi dengan terdakwa Ahmad Fathanah, penuntut umum KPK pernah meminta pengacara Fathanah, Ahmad Rozi untuk tidak turut mendampingi Fathanah. Pasalnya, Rozi merupakan salah seorang saksi yang sempat dimintai bantuan oleh Luthfi Hasan Ishaaq.
Masih ada beberapa advokat yang disebut-sebut turut terlibat dalam kasus korupsi yang ditangani KPK. Seperti, Arbab Paproeka, Wa Ode Nur Zainab, dan Sahrin Hamid. Arbab bersama Wa Ode Nur Zainab disebut pernah menerima aliran dana dari Wa Ode Nurhayati yang diduga berasal dari hasil korupsi.
Nama Arbab kembali mengemuka dalam sidang perkara Akil. Bupati Buton Samsu Umar Abdul Samiun mengaku pernah dimintai Rp6 miliar oleh Arbab yang mengatasnamakan dirinya sebagai utusan Akil. Sementara, Sahrin selaku kuasa hukum Bupati Morotai pernah meminta seorang saksi mengupayakan dana Rp3 miliar untuk MK.
Modus Advokat Nakal
Sekretaris Dewan Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Sugeng Teguh Santoso mengakui modus penyuapan sering dilakukan advokat-advokat nakal. Ia sangat setuju dengan penangkapan-penangkapan yang dilakukan terhadap para advokat yang “menghalalkan” penyuapan dalam menjalankan profesinya.
Pada intinya, penyuapan itu dilakukan advokat nakal untuk mempengaruhi PNS, penyelenggara negara, atau penegak hukum agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya. Sugeng berpendapat, praktik seperti itu kerap membawa keuntungan tersendiri bagi para advokat nakal.
“Si advokat nakal itu bisa bermain dengan nilainya. Katakanlah dari hasil pembicaraan, baik hakim yang meminta atau advokat yang menawarkan, memberikan sesuatu. Ada kesepakatan Rp1. Nah, dia bisa menaikkan jadi Rp3 atau Rp5. Itu kan wilayah-wilayah yang tidak diketahui, kecuali mereka tertangkap tangan,” bebernya.
Namun, Sugeng membantah jika semua advokat dianggap melakukan praktik kotor. Ada advokat yang memang tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan korupsi karena menangani perkara-perkara orang miskin. Ada juga advokat yang menjaga integritas dan takut dengan ketanya pemantauan aparat penegak hukum.
Terkait dengan tindakan menghalang-halangi proses penegakan hukum, Sugeng memiliki pandangan berbeda. Menurutnya, makna menghalang-halangi harus dibicarakan secara komperhensif dan mendalam. Ada ketidaksepahaman mengenai tindakan mana saja yang dikategorikan sebagai obstruction of justice.
Apabila seorang advokat merahasiakan keberadaan kliennya yang sedang bersembunyi, tentu tidak dapat dikategorikan sebagai upaya menghalang-halangi. Sugeng berpendapat, tindakan penegak hukum yang mengkategorikan itu sebagai tindak pidana yang diatur dalam Pasal 21 UU Tipikor sebagai upaya kriminalisasi.
“Kewajiban advokat kan merahasiakan rahasia kliennya. Kewajiban penegak hukum mengungkap kasus korupsi. Seharusnya, mereka melakukan upaya-upaya yang lebih cerdas dalam suatu proses pembuktian. Jangan mendiskreditkan atau mengkriminalisasi advokat. Itu yang saya akan tentang,” tuturnya.
Andaikata ada advokat yang diduga melakukan tindakan menghalang-halangi, seperti yang disebut Bambang dalam kasus Atut, Sugeng meminta kasus itu diserahkan ke Dewan Kehormatan PERADI. Atau kasus tersebut diserahkan ke Kepolisian agar penanganan perkara berjalan fair dan tidak berat sebelah.
Pencabutan Lisensi
Pencabutan lisensi beracara atas advokat yang terjerat tindak pidana korupsi menjadi kewenangan PERADI. KPK pernah mencoba memasukan pencabutan hak praktik beracara dalam tuntutan perkara Mario Cornelio Bernardo. Namun, tuntutan itu tidak dikabulkan majelis karena pencabutan lisensi beracara merupakan kewenangan PERADI.
Sugeng mengatakan, dalam catatan PERADI, belum ada advokat yang diberhentikan karena melakukan korupsi. Padahal, berdasarkan Pasal 9 UU Advokat, PERADI dapat memberhentikan atau mencabut lisensi advokat yang telah divonis bersalah berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap dengan ancaman pidana minimal empat tahun.
Dengan belum adanya tindakan tegas dari Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PERADI, Sugeng sangat menyayangkan. Ia menyatakan, keputusan pemberhentian untuk advokat-advokat yang terkena pidana bukan di Dewan Kehormatan, melainkan di DPN PERADI. Domain Dewan Kehormatan sebatas pada pelanggaran kode etik profesi.
Walau begitu, Sugeng menjelaskan, tidak tertutup kemungkinan proses kode etik berjalan bersamaan dengan proses pidana. Namun, proses di Dewan Kehormatan dilakukan berdasarkan laporan pelanggaran kode etik. Sugeng mencontohkan, dalam kasus Probosutedjo, ada seorang advokat yang hampir diproses di Dewan Kehormatan.
Advokat itu akhirnya mengundurkan sebelum disidangkan di Dewan Kehormatan. Contoh lain, ada advokat yang dilaporkan kliennya ke Dewan Kehormatan, tapi dilaporkan pula ke Kepolisian karena diduga melakukan penipuan. Setelah menempuh proses sidang kode etik, Dewan Kehormatan mengeluarkan putusan pemberhentian.
Permasalahannya, keputusan pemberhentian itu tidak otomatis dilaksanakan dengan pencabutan lisensi beracara. Pelaksanaan putusan ada di DPN PERADI. Sama halnya pemberhentian untuk advokat-advokat yang terjerat korupsi. Keputusan pemberhentian dan pencabutan lisensi ada di tangan DPN PERADI.
“Ini sebetulnya satu kritik bagi kami, PERADI. Saya setuju segera dilaksanakan. Supaya keputusan itu bewibawa, harus ada pelimpahan kewenangan ke Dewan Kehormatan, sehingga kami akan laksanakan eksekusinya. Tapi, pelimpahan kewenangan itu bisa saja digugat, karena dalam UU Advokat pelaksanaan putusan oleh DPN,” katanya.
Selaku advokat yang aktif di Dewan Kehormatan, Sugeng merasa hal itu menjadi masukan penting bagi DPN PERADI. Sugeng juga mendorong agar DPN PERADI segera menindak advokat-advokat yang terkena tindak pidana. Ia khawatir advokat-advokat yang telah terkena pidana tersebut bisa kembali beracara setelah bebas dari penjara.
Sebenarnya, Pasal 11 UU Advokat telah mengatur bahwa terhadap advokat yang dijatuhi pidana dengan putusan berkekuatan hukum tetap, panitera pengadilan negeri menyampaikan salinan putusan kepada organisasi advokat. Namun, bukan berarti jika tidak diberikan salinan putusan, DPN PERADI tidak dapat mengeluarkan pemberhentian.
Sugeng menganggap, DPN PERADI bisa melakukan pemantauan terhadap perkara-perkara pidana yang melibatkan advokat. PERADI juga tidak perlu membuat nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) dengan MA. “PERADI kan tidak bergantung dengan MA. Sebetulnya tinggal political will dari PERADI saja,” ujarnya.
Tata Cara
Ketua Umum DPN PERADI Otto Hasibuan membenarkan PERADI belum pernah mengeluarkan keputusan pemberhentian atau pencabutan lisensi terhadap para advokat terpidana kasus korupsi. Namun, pembahasan mengenai itu sudah dibicarakan dalam rapat PERADI, mengingat banyak advokat yang terkena korupsi.
Otto menjelaskan, sesuai UU Advokat, pemberhentian dan pencabutan lisensi merupakan kewenangan PERADI. Ia beralasan, selama ini, PERADI belum pernah memberhentikan advokat-advokat yang terkena kasus korupsi karena terbentur dengan mekanisme. PERADI juga baru membentuk Komisi Pengawas selaku eksekutor putusan.
“Jadi, sekarang ini kami sedang buat mekanisme, tata cara pemberhentian advokat yang dipenjara. Rabu ini (21/5) akan kami tetapkan tata cara pencabutan izin mereka itu. Bagaimanapun mereka harus diberi tahu. Ada dua persoalan di sini. Satu mengenai kode etik dan satu lagi melanggar ketentuan undang-undang,” katanya.
Otto mengungkapkan, dahulu PERADI belum merumuskan tata cara pemberhentian dan pencabutan lisensi untuk advokat-advokat yang terjerat pidana. Apakah harus melalui Dewan Kehormatan atau langsung dicabut oleh DPN PERADI. Jika melalui Dewan Kehormatan, advokat tersebut harus disidangkan kode etik terlebih dahulu.
“Nah, sekarang setelah kami bentuk Komisi Pengawas, kami nanti mau menyerahkan ke Komisi Pengawas untuk melakukan eksekusinya. Komisi Pengawasan ini kan perpanjangan tangan dari DPN PERADI. Tinggal kami atur tata caranya. Itulah yang kami laksanakan nanti. Setelah ditetapkan tata caranya, kami akan eksekusi semua,” tandasnya.(hol)

Kinerja Walikota Gunungsitoli Bobrok
DPRD Buat Rekomendasi

Gunungsitoli  (Media TIPIKOR)
Kepemimpinan serta tugas dan tanggung jawab yang diemban Drs. Martinus Lase M.Sp sebagai Walikota Gunungsitoli selama beberapa tahun ini sepertinya kacau balau, hal ini membuat DPRD Kota Gunungsitoli membentuk Pansus berdasarkan PP Nomor 3 Tahun 2007 tentang LPPD kepada Pemerintah, LKPJ Kepala Daerah, ILPPD kepada masyarakat.
Pansus LKPJ Walikota Gunungsitoli TA. 2013 bertujuan memberikan catatan yang bersifat strategis untuk dipedomani oleh Walikota Gunungsitoli dalam pelaksanaan tugasnya atas LKPJ TA 2013.
Sejumlah anggota DPRD Kota Gunungsitoli kepada wartawan menyatakan bahwa pembentukan pansus hingga diterbitkannya rekomendasi tersebut mengingat kepemimpinan Martinus Lase sebagai Walikota Gunungsitoli gagal dan benar-benar bobrok sehingga berada pada ambang kehancuran.
Diantara  sejumlah anggota DPRD tersebut Yanto lebih lanjut mengharapkan agar walikota Gunungsitoli Drs. Martinus Lase M.SP serius dalam mengambil langkah-langkah menjalani isi rekomendasi tersebut sebab waktu yang telah diberikan hanya selama 2 bulan. Jadi inilah akibatnya jika membangkang dan mengkangkangi segala aturan, akhirnya kejepit, tegasnya Yanto.
Rekomendasi yang diajukan DPRD Kota Gunungsitoli berupa catatan khusus kepada Walikota Gunungsitoli diantaranya Walikota Gunungsitoli harus dapat menempatkan personil PNS sesuai dengan tingkat kemampuan dan keahlian pada jabatan yang akan diberikan (the right man on the right place), sebab kelemahan pada pencapaian target kinerja pada program RPJMD terletak pada keluhan ketersediaan sumber daya manusia sementara jumlah rasio personil pegawai telah melebihi target maka dengan demikian walikota Gunungsitoli harus mengevaluasi beberapa personil jabatan esolon II dan Esolon III.
Mengingat rendahnya pencapaian persentase kinerja pemerintah bila dibandingkan dengan target peraturan daerah RPJMD maka walikota dapat memerintahkan seluruh SKPD dalam membuat RKPD, KUA dan PPAS wajib yang didasarkan pada nomenklatur program kegiatan yang tercantum dalam RKPD. Walikota gunungsitoli perlu meninjau ulang pengadaan tanah pemerintah Ta. 2013 terkait peruntukannya dan harga beli sehingga sesuai dengan NJOP kondisi sebenarnya.
Selanjutnya Walikota Gunungsitoli harus segera menuntaskan pembangunan kantor UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Gunungsitoli Idanoi yang telah terbengkalai serta bangunan-bangunan pemerintah yang telah selesai agar segera diserahterimakan dan difungsikan terlebih-lebih terminal faekhu, terminal gomo. Walikota diminta agar penempatan pegawai pada seluruh puskesmas Se-Kota Gunungsitoli serta manajemen pelayanan dasar dan kelayakan kebersihan lingkungan puskesmas dan pemanfaatan alat-alat kesehatan yang telah ada. Walikota harus dapat meningkatkan kedisplinan para PNS dan membatasi perjalanan Dinas luar para pejabat Kepala Daerah.
Selanjutnya dari sisi asset daerah maka harus ditandai dengan nomor registrasi asset sesuai tahun anggaran yang berkenaan, serta segera melakukan langkah-langkah atas penyerahan asset dari pemerintah Kabupaten Nias.
Terkait dengan asset berupa kendaraan Dinas yang lagi bermasalah maka walikota harus bertanggungjawab untuk menyerahkannya dalam waktu cepat dalam rangka kepatuhan penegakkan hukum.
Walikota juga harus bisa memberikan perhatian khusus dalam menangani kesemrautan lalu lintas serta terminal-terminal illegal dan termasuk dalam penertiban, penataan keindahan kota dengan membongkar seluruh bangunan teras atau kios, lapak yang berdiri diatas badan jalan disenjang ruas jalan; menyisir pantai, jalan kelapa, terusan jalan ahmad yani-lagundri, jalan gomo dhi simpang jalan sudirman sampai perempatan jalan ahmad yani, jalan lagundri belakang deretan lapak pedagang ikan dan membongkar seluruh plang merk kedai yang menompang dan berdiri menggandeng promosi produk-produk rokok dan produk lainnya serta menertibkan seluruh bahan bangunan yang diletakkan dibadan jalan sepanjang jalan diponegoro dan ruas jalan lainnya.
Rekomendasi yang telah disampaikan Pansus LKPJ tersebut, harus dan wajib disempurnakan serta dilaksanakan Walikota Gunungsitoli selambat-lambatnya 60 hari kalender terhitung mulai tanggal 16 Mei 2014.
Sementara itu menyikapi hal tersebut Walikota Gunungsitoli saat di temui diruangannya untuk dimintai tanggapannya terkait rekomendasi DPRD ternyata tidak dapat ditemui karena berada diluar daerah. Demikian pula saat ditemui Wakil Walikota Gunungsitoli Drs. Aroni Zendrato dan Sekda Kota Gunungsitoli Edison Ziliwu juga tidak berhasil ditemui karena tidak berada di kantor Walikota. Sementara saat ditanya keberadaan para pejabat tersebut kepada staf pegawai yang berada di ruang tunggu jawabannya tidak tahu pada kemana.
Namun sebelum dikeluarkannya rekomendasi tersebut saat wartawan Tipikor menemui Wakil Walikota Gunungsitoli Drs. Aroni Zendrato, kepada wartawan menyampaikan segala kegiatan kerja Pemerintah Kota Gunungsitoli dari setiap SKPD, baik dalam hal kegiatan pengadaan fisik maupun non fisik sama sekali tidak tahu, namanya saja Wakil Walikota.
Begitu juga dalam pelaporan pencapaian kerjanya SKPD tersebut kepada pemerintah kota mungkin sudah dilaporkan kepada Walikota dan tidak pernah dilaporkan kepada saya sebagai wakil walikota, tutur Aroni.
Sementara ditempat terpisah, Tema L. yang selama ini dikenal sebagai tokoh pemuda Kota Gunungsitoli yang sangat ngotot mengkritik kinerja Pemerintah Kota Gunungsitoli, kepada Wartawan Tipikor menyampaikan dengan tegas dalam menanggapi rekomendasi DPRD Kota Gunungsitoli, yang mana rekomendasi tersebut jangan hanya sebatas wacana dari DPRD Kota Gunungsitoli tetapi harus benar-benar diterapkan.
Yang perlu kita pertanyakan kepada Wakil Rakyat sebagaimana isi dari rekomendasi mereka, apa ia, apa benar dan apakah sanggup Walikota melaksanakan hal itu dalam waktu 60 hari kerja. Lalu tindakan apakah yang akan dilakukan DPRD jika Walikota mengabaikannya. Jadi hal ini ada perlu Anggota DPRD Kota Gunungsitoli memperhatikan dan menimbangnya, jelas Tema.
Dia menambahkan Selain masalah kinerja Pemerintah Kota Gunungsitoli yang dibuatkan rekomendasinya oleh DPRD, maka ada lagi beberapa hal yang dibutuhkan kajian khusus dari DPRD Kota Gunungsitoli dan harus segera ditanggapi dan kalau bisa dibentuk pansus.
Hal ini termasuk sejumlah kasus dugaan korupsi yang diduga melibatkan Walikota Gunungsitoli dan Sekda Kota Gunungsitoli dalam hal ini kasus korupsi pada Pengadaan Alat Kesehatan, kasus dugaan korupsi Dana Hibah DOB dan juga kasus dugaan korupsi pada pembangunan kantor Walikota Gunungsitoli Dinas Tarukim serta kasus Dugaan SPPD Fiktif Kadis Tarukim Kota Gunungsitoli, tegasnya.
Jika dilihat dari isi rekomendasi DPRD Kota Gunungsitoli yang ditujukan kepada Walikota Gunungsitoli sepertinya antara para pejabat di pemerintah Kota Gunungsitoli tidak searah dan sejalan sehingga ada kepincangan. Hal ini bisa kita dibuktikan dengan memperhatikan kinerja setiap SKPD yang tidak bisa memaksimalkan kinerjanya.
Keharmonisan di tubuh para pejabat dilingkungan Pemerintah Kota Gunungsitoli sudah mulai jelas adanya perbedaan pendapat baik para pimpinan maupun para kepala SKPD.
Dengan demikian sangatlah kita butuhkan perhatian khusus dari para Wakil Rakyat dalam menyelaraskan hal ini, sehingga apa yang diharapkan dalam pencapaian kinerja pemerintah Kota Gunungsitoli dapat terwujud sebagaimana dambaan kita bersama, imbuh Tema mengakhiri.
Dari pantauan wartawan Media TIPIKOR setiap hari, Walikota Gunungsitoli dan sekda Kota Gunungsitoli alergi terhadap wartawan yang sering menyorot kinerja Pemerintah Kota Gunungsitoli sehingga saat ditemui untuk dimintai tanggapannya tetap tidak dapat ditemui.
Pernah wartawan Media TIPIKOR selama 3 hari berturut-turut mencoba menemui walikota Gunungsitoli dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore menunggu di ruang namun dengan banyak alasan disampaikan hingga tidak bisa ditemui. Apalagi keberadaan para pejabat tersebut dikantornya bisa dihitung berapa hari dalam seminggu sebab kebanyakan diluar daerah.(Nota Lase)

Akibat Proyek Saluran Air Limbah Jalan Kupak-kapik
Masyarakat Kota Medan Kecewa

Medan (Media TIPIKOR)
Masyarakat Kota Medan saat ini dikecewakan akibat banyaknya jalan yang kupak-kapik diakibatkan proyek penggalian jalan untuk pembangunan saluran air limbah, bahkan akibat proyek ini juga berakibat kemacetan yang panjang.
Proyek pembangunan tersebut memang bertujuan untuk kemajuan masyarakat Kota Medan namun ternyata belum-belum apa sudah membawa mudarat, hal ini dimungkinkan pelaksanaannya kurang diawasi.
Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi menilai, kondisi itu sudah cukup meresahkan masyarakat. Sisa material proyek yang dibiarkan berserakan di pinggir jalan dapat membahayakan pengguna jalan, khususnya pengendara motor, pejalan kaki atau mobil.
“Pengembalian kondisi jalan setelah diselesaikan proyek malah belum disentuh. Jalan menjadi cepat ambles, dan becek di mana-mana khususnya pada musim hujan seperti sekarang. Jika panas, abu menyeruak. Hal ini akan mengganggu perjalanan dari para pengguna jalan,” kata Farid.
Farid menilai, kontraktor seenaknya memotong ruas jalan yang ada dengan cara melakukan pengalian dan pemasangan pipa maupun kabel di wilayah milik jalan, padahal itu melanggar hukum. “Secara normatif, badan atau seseorang melakukan pemotongan ruas jalan aspal, otomatis melanggar UU Nomor 38 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, dan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan,” papar Farid.
Pengguna jalan lanjut Farid, bisa menuntut para penyelenggara jalan jika terjadi kecelakaan akibat jalan rusak. Dalam hal ini adalah pemborong (swasta) dan pemerintah Kota Medan. “Ketentuan itu dituangkan dalam Pasal 24 ayat 1 UU No. 22 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyatakan penyelenggara jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas,” katanya.
Kata Farid, bila penyelenggara jalan tidak memasang tanda pada jalan rusak, maka ketentuan pidana atas pelanggaran Pasal 24 ayat (2) diatur dalam Pasal 273 ayat (4), sehingga penyelenggara jalan terancam pidana penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp1,5 juta. “Jika penyelenggara jalan tidak segera memperbaiki kerusakan dan mengakibatkan muncul-nya korban, maka ada ancaman sanksi pidana. Jika korban mengalami luka ringan atau kerusakan kendaraan, ancaman hukumannya  paling lama 6 bulan penjara atau denda paling banyak Rp12 juta.
Jika korban mengalami luka berat,   penyelenggara jalan bisa terancam pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp24 juta. Jika korban sampai meninggal dunia, maka penyelenggara terancam penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp120 juta (vide Pasal 273),” katanya.(tim)

Diduga Manipulasi Edaran PT Malindo Serta Ambil Sertifikat Tanpa Izin
Sekdes Harjowinangun Bertindak Semena-mena

Grobogan (Media TIPIKOR)
Sekretaris Desa (Sekdes) Harjowinangun Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan diduga telah memanipulasi surat  edaran penerimaan karyawan PT Malindo Feedmill Tbk dan mengambil sertifikat tanpa seijin pemiliknya.
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun Media TIPIKOR menyebutkan, Sekdes Harjowinangun H.Supardi kabarnya telah menyalahgunakan wewenang/jabatannya, dengan cara memanipulasi edaran PT Malindo Fedmill tbk yang berlokasi di desa Harjowinangun,terkait penerimaan karyawan di perusahaan pengolah makanan tersebut.
Dimana dalam edaran yang ditandatangani salah seorang karyawan PT Malindo bernama Supomo itu disebutkan, bahwa PT Malindo membutuhkan beberapa karyawan sebagai general worker.
Dalam edaran yang diumumkan kepada masyarakat, tertuang tentang kualifikasi, benefid, jam kerja maupun note/catatan. Dalam catatan itu disebutkan, lamaran/pendaftaran dibawa ke kantor PT Malindo di kawasan industri desa Harjowinangun.
Namun entah kenapa, Sekdes H.Supardi mengganti dan merubah edaran tersebut pada note/catatan yang isinya berbunyi, bagi yang sudah daftar dimohon daftar lagi lewat kepala desa Harjowinangun, yang mengkordinir lamaran tersebut. Bagi yang belum lamaran juga diserahkan pada Kepala Desa. Sontak saja, kejadian itu membuat pelamar atau warga menjadi bingung dan bertanya-tanya.
Perbuatan semena-mena kabarnya juga pernah dilakukan H.Supardi selaku sekdes, dimana salah seorang warganya bernama Damanhuri didusun Kaliombo, desa Harjowinangun pada tahun 1984 berniat mensertifikatkan 9 bidang tanah miliknya melalui program prona dan dari 9 bidang tanah itu, 5 diantaranya sudah siap, sedangkan yang 4 bidang lagi belum siap.
Pada tahun 2005, Damanhuri menjual dua bidang tanah dari empat bidang tanah yang belum siap tersebut, yaitu tanah C Desa 95 persil 191 dan 192 kepada Ngatirin/Dwi Supartini, sesuai jual beli nomor:590/218/VIII/2006. Kemudian, Dwi Supartini mengajukan permohonan sertifikat ke kantor BPN Grobogan atas tanah tersebut.
Namun, permohonannya ditolak oleh pihak BPN, dengan alasan tanahnya sudah bersertifikat. Saat ditanyakan siapa yang mnengurus dan mengambilnya diperoleh jawaban bahwa sertifikat tanah tersebut telah diambil Supardi sekretaris desa.
Sementara itu Kepala dusun Harjowinangun, Suhadi saat ditemui media TIPIKOR (19/5) mengakui perbuatan sekdes Harjowinangun H.Supardi serta menyatakan bahwa Supardi sudah melakukan dua kesalahan. Pertama, memanipulasi edaran lowongan pekerjaan PT Malindo dengan merubah catatan edaran dengan tulisan tangan tanpa seijin dari PT Malindo. Dan hal itu, diakui oleh Supardi serta katanya disuruh oleh Kepala Desa.
“Semula lamaran /pendaftaran dikirim ke PT Malindo, dirubah menjadi, pelamar/pendaftar yang sudah mendaftar dan mau mendaftar diharap daftar lagi lewat Kepala desa. Akibatnya,masyarakatkan menjadi bingung. Ketika ditanya pihaknya apa motif dan maksud Sekdes merubah surat edaran PT Malindo ini dia menyatakan disuruh kepala desa” terangnya sambil menunjukkan edaran yang dirubah.
Lebih lanjut Kadus menyatakan bahwa kesalahan kedua yaitu mengambil sertifikat milik Damanhuri yang dibeli Dwi Supartini tanpa seijin atau sepengetahuan pemiliknya. “Soalnya, Dwi Supartini saat ini kebingungan, mau mensertifikatkan tanahnya, tidak bisa. Karena sertifikatnya sudah diambil oleh sekdes sekitar tahun 1989/1999,” ujarnya.
Kalau demikian halnya, tindakan Sekdes Harjowinangun itu jelas-jelas telah penyalahgunanaan wewenang, yang berakibat merugikan masyarakat.
Untuk itu pihaknya mendesak, Sekdes Harjowinangun H.supardi harus  mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuat. Dengan mengembalikan sertifikat tersebut” papar Suhadi mengakhiri pembicaraanya. Sementara itu, Sekdes Harjowinangun H.Supardi hingga berita ini diturunkan belum bisa ditemui.(Z Arifin)

Edisi 67/MTip/2014

Dugaan Korupsi Anggaran APBNP 2013 di Kementerian ESDM 
KPK Tetapkan Sutan Bhatoegana Tersangka

Jakarta   (Media TIPIKOR)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Ketua Komisi VII DPR RI  Sutan Bhatoegana menjadi tersangka, Rabu  (14/5). Sutan ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi terkait dengan pembahasan anggaran APBNP tahun 2013 di Kementerian ESDM.
Juru bicara KPK Johan Budi mengungkapkan bahwa kasus ini merupakan pengembangan dari kasus SKK Migas yang prosesnya sudah selesai di persidangan.
"Setelah dilakukan penyelidikan dan setelah gelar perkara, penyidik menemukan setidaknya 2 bukti permulaan cukup, kemudian disimpulkan ada tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh SB," kata Johan, Rabu (14/5).
Sutan diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Pasal ini mengatur soal penyelenggara negara yang menerima gratifikasi.
Selain Sutan, dalam pengembangan kasus perkara SKK Migas ini, KPK juga telah menetapkan Presiden Direktur PT Kaltim Parna Industri, Artha Meris Simbolon sebagai tersangka.
"Sedikitnya ditemukan 2 bukti permulaan cukup adanya dugaan terjadinya tindak pidana korupsi dengan dugaan pemberian kepada kepala SKK Migas yang diduga dilakukan oleh tersangka AMS," ujar Johan. (vvn)

Kasus Mark-up Pengadaan Listrik
Kadis Kehutanan Lingkungan Hidup dan Pertambangan DitetapkanTersangka

Salak  (Media TIPIKOR)
Setelah menjalani periksaan lebih dari 12 jam, akhirnya Polres Pakpak Bharat menetapkan Kadis Kehutanan, Lingkungan Hidup dan Pertambangan Pakpak Bharat Ir. AM bersama Kabid Pertambangan Ir. RS menjadi tersangka, Senin (12/5). Kedua tersangka  langsung dijebloskan ke tahanan.
Ditetapkannya mereka berdua menjadi tersangka dalam kasus mark up dan sebagian lagi tidak mengerjakan pengadaan instalasi listrik tenaga surya tahun 2010 sebanyak 80 unit, dengan nilai kontrak Rp700 juta lebih. Pengadaan tersebut dikerjakan rekanan  CV Target dengan kerugian negara Rp300 juta lebih.
Kapolres Pakpak Bharat melalui Kasat Reskrim, AKP Martoni L, SH didampingi Kanit Tipikor, Aiptu Harris M Saragih SH kepada wartawan, Selasa (13/5) membenarkan telah menetapkan dua pejabat tersebut menjadi tersangka.
Dilakukannya penahanan kedua tersangka untuk kepentingan penyelidikan. Berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh bukti yang cukup, dimana kedua tersangka diduga melakukan tindak pidana yang dapat dikenakan penahanan. Tersangka juga dikhawatirkan akan mempersulit pemeriksaan, melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti.
 Untuk itu, berdasarkan surat perintah penahanan No. Sp-Han/14/V/2014 REKRIM kedua tersangka ditahan selama 20 hari terhitung  Selasa, 12  Mei hingga 31 Mei. Kedua tersangka dikenakan pasal 2, 3, 9, 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo KUH Pidana dengan tuntutan 20 tahun penjara, sebut Saragih.(Kbm)

Kadis Bina Marga Medan "Tidur"
Banyak Pembangunan Dikerjakan Asal Jadi

Medan  (Media TIPIKOR)
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Medan menuding kinerja Kadis Bina marga Kota Medan sangat buruk, banyak proyek pembangunan yang dikerjakan asal jadi bahkan tidak berkualitas. Parahnya lagi Kadis Bina Marga dinilai melakukan pembohongan, dimana laporan  keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) anggaran 2013  Walikota Medan dalam pengerjaan  proyek dinyatakan selesai namun fakta dilapangan terbengkalai (tidak tuntas).
Tudingan  ini dicetuskan anggota DPRD Medan  Drs. Daniel Pinem selaku anggota pansus saat pembahasan LKPJ walikota Medan 2013 di gedung Dewan, Selasa (6/5).
Rapat pansus tersebut dipimpin Parlindungan Sipahutar. Anggota Irwanto Tampubolon, Aripay Tampubolon, M. Yusuf dan Surianda Lubis, sedangkan Dinas Bina Marga Medan dihadiri Kadis Ir. Khairul Syahnan beserta stafnya.
Dalam rapat tersebut  tampak Khairul Syahnan kewalahan menerima ceceran pertanyaan para anggota dewan seperti halnya Daniel Pinem (politisi PDI P) mempertanyakan seputar  kinerja proyek  Bina Marga Medan sangat buruk tidak mempunyai kwalitas, akibatnya seluruh pengerjaan cepat rusak (tambal sulam) contohnya pengerjaan parit/drainase di Jln. Seroja Raya. Jln. Plamboyan Raya hingga simpang komplek perumahan IKIP Kec. Medan Selayang. Yang dikerjakan asal jadi bahkan belum tuntas dalam buku laporan LKPJ akhir tahun anggaran 2013 dinyatakan selesai, kita sangat menyesalkan kejadian ini dan itu merupakan pembohongan publik”cetusnya.
Kritikan lain juga disampikan Surianda Lubis terkait realisasi program Dinas Bina marga Medan  untuk penanggulangan banjir, menurut beliau Kadis Bina Marga dinilai tidak mampu mengatasi banjir Kota Medan, bahkan tidak ada upaya kerjasama dengan pemerintah Sumut maupun pusat.
Lain halnya dengan Drs. Aripay Tambunan mempertanyakan upaya dan peran Dinas Bina Marga Kota Medan terkait pengorekan saluran limbah oleh PT. Waskita Karya dan Wijaya Karya yang menjadikan beberapa ruas jalan di Medan menjadi macet.
Menurut Kadis Bina Marga kedua perusahaan mencari solusi dan melakukan kinerja secara bertahap dan segera diaspal setelah selesai digali. akibatnya masyarakat yang menggunakan jalan merasa tergganggu.
Menanggapi tudingan tsb Ir.Khairul Syahnan kepada wartawan mengaku  pembangunan drainase di Jalan Seroja Raya pengerjaan belum siap, namun pihaknya sudah menyelesaikan pengerjaan tersebut, “Sudah kita perbaiki. Memang ada pengerjaan  yang retak,” akunya.(Rzs)

Pembangunan Kantor DPRD Tahap I-II Nias Utara
Diduga Ajang Korupsi

Nias Utara (Media TIPIKOR)
Pembangunan Kantor Dinas DPRD Kabupaten Nias Utara Provinsi Sumatara Utara menjadi sebuah sejarah yang tidak berkesudahan sampai saat ini karena belum siap dikerjakan pada tahap I anehnya pada tahap II juga terkantung-kantung, dikhawatirkan DPRD Kabupaten Nias Utara tinggal mimpi untuk menepatinya.
Pembangunan Kantor Dinas DPRD Kabupaten Nias Utara Provinsi Sumatara Utara mulai dari tahap I-II, sudah menelan uang Negara kurang lebih 7 miliyar rupiah, bahkan pada tahap II telah menyalahin Perpres 70 Tahun 2012, tentang pengadaan barang dan jasa konstruksi, karena di tahap II telat untuk dikerjakan.
Pembangunan Kantor Dinas DPRD Kabupaten Nias Utara termasuk Proyek Kontrak Tahun Jamak yang di kelola Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Nias Utara yang bersumber dari anggaran dari P-APBD pada tahun 2012. Sehubungan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Nias Utara Tahun 2011, bahwa Pembangunan Kantor Dinas DPRD Kabupaten Nias Utara sudah ada dana luncuran DBH dari Pusat pada tahun 2010 sebesar 2,5 miliyar rupiah, namun belum terealisasikan anggaran tersebut, sehingga menjadi pertanyaan kemana dana tersebut diperuntukkan.
Sepertinya Kabupaten Nias Utara merupakan daerah rawan korupsi, ini terlihat dari setiap anggaran yang diserap, dimana konstruksi pembangunan fisik diragukan mutunya, hal ini karena kurangnya pengawasan dari berbagai pihak, baik Pemerintah Kabupaten Nias Utara, maupun pihak legislative, sehingga disinyalir terjadi Mark-Up disetiap pembangunan.
Tidak saja kantor DPRD Nias Utara, pembangunan Kantor Bupati Nias Utara tahap I-II yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Nias Utara Provinsi Sumatera Utarapun disinyalir menyalah. Ironinya ketika Media TIPIKOR mengadakan konfimasi kepada Arifin Hulu, ST sebagai PPK pada tahap I Pembangunan Kantor Dinas DPRD Nias Utara, di ruang kerjanya, mengatakan, "Saya lupa berapa anggarannya, serta perusahaan mana yang mengerjakannya," ujarnya.
Begitu juga Pembangunan Kantor Dinas DPRD Kabupaten Nias Utara pada tahap II, yang dikerjakan oleh PT. Multi Pilar Indah Jaya, dengan nilai Kontrak sebesar Rp.4.484.999.000, yang bersumber dari dana APBD, volume pekerjaan yakni, Pek- Lantai I-IV, Pek-Tangga, Pek-Atap, Pek-Sanitasi. Dan sampai saat masih banyak yang belum dikerjakan yakni, Pek-Atap belum siap, Pek- Sanitasi belum siap pada pekerjaan tahap II sampai pada saat yang sudah ditentukan.
Sesuai dengan konfimasi wartawan TIPIKOR pada saat itu, Arfan J.A Zalukhu selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mengatakan bahwa keterlambatan pekerjaan tersebut berawal dari perencanaan pada pengadaan barang dan jasa kontruksi, "Karena perencanaan awal yang sebenarnya plan bajak ring yang dipasang 9 mili, dan dilihat pada saat itu beban atap sangat berat, melihat dari kondisi bangunan tidak bisa menahan beban dari atap maka, plan bajak ring diganti sehingga terjadi yang namanya addendum," ungkapnya.
Menanggapi salah perhitungan plank bajak ring tersebut, salah seorang tokoh aktifis yang tidak mau di sebut namanya, mengatakan kepada Media TIPIKOR, "Milihat kondisi Pembangunan Kantor Dinas DPRD Kabupaten Nias Utara, seharusnya PPK atau Dinas Pekerjaan Umum menepatkan orang dibidang perencanaan setiap pembangunan dan sesuai dengan keahliannya, agar tidak terjadi seperti begini, apalagi anggaran pembangunan tersebut mencapai 7 miliyar rupiah, ini namanya pemborosan dari pada anggaran, diharapkan apa yang mejadi temuan ini agar para penegak hukum memproses lebih lanjut, sehingga di Kabupaten Nias Utara terhindar  dari pada KKN," tegasnya.(N/D/A)

Kejati Jambi Dalami Kasus Lahan Pasar Ternak

Muarojambi (Media TIPIKOR)
Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi, masih mendalami dan melakukan pengembangan kasus Pembebasan Lahan Pasar Ternak di Kecamatan Mestong, Kabupaten Muarojambi Tahun 2008 silam. Dimana pada pembebasan itu, Pemerintah Kabupaten Muarojambi menyediakan dana sekitar Rp900 juta.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jambi, Masyroby mengatakan bahwa dari pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi masih menunggu laporan dari tim.
"Kasus ini masih jalan, sekarang masih dalam penyelidikan, kita msih menunggu laporan dari Tim," ujar Masyroby, saat diwawancarai sejumlah wartawan, belum lama ini.
Aspidsus mengatakan bahwa dari pihak Kejati masih belum mengetahui harga pasaran tanah di wilayah pasar hewan Mestong. Penyidik sekarang lagi meminta bantuan lembaga-lembaga untuk mengetahui harga setempat.
"Untuk perkembangannya kita masih harus mengetahui harga tanah setempat. Kita coba cari ke BPN dan lembaga berwenang, tapi belum ada jawaban. Itu harus sesuai undang-undang pertanahan, Karena harga itu nanti akan menjadi patokan pihak kejaksaan menentukan kerugian Negara,” sebut Masyroby.
Hasil sementara penyelidikan yang lalu, diketahui bahwa panitia pengadaan tanah ternyata tidak dibentuk. Pihak kejaksaan akan masih melakukan pendalaman dengan mencari harga pembanding.
Sebelumnya, Pihak penyidik Kejati Jambi sudah memanggil Wakil Bupati Muarojambi, Kemas Muhammad Fuad dan Asisten I Setda Muarojambi, HA Mukti dan beberapa saksi lain untuk dimintai keterangan.Wabup Kemas Muhammad Fuad, diminta keterangannya karena ketika itu masih menjabat camat.
Untuk Kasus Pembebasan Lahan Pasar Ternak di Kecamatan Mestong, Kabupaten Muarojambi Tahun 2008, belum diketahui berapa dugaan kerugian negara yang terjadi. Pembebasan lahan sendiri luasnya empat hektare.(Jony)

Distribusi Raskin di-Tebo Tak Tepat Sasaran

Muaratebo (Media TIPIKOR)
Pendistribusian beras untuk keluarga miskin (raskin) di Kabupaten Tebo disebutkan ada yang tidak tepat sasaran. Pasalnya, pendistribusian masih menggunakan data dari PPLS tahun 2011 lalu.
Kabag Ekonomi dan Pembangunan Setda Tebo, Erlinda, mengatakan pihaknya hanya mengikuti kebijakan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), yang menggunakan data dari PPLS tahun 2011 lalu.
"Pendataan PPLS sendiri dilakukan  tiga tahun sekali, akibatnya memang masih banyak data yang tidak valid dan harus dilakukan memutakhiran data," kata Erlinda.
Ditambahkannya, saat ini ada 5 kecamatan di Tebo yang harus diganti data Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima raskinnya. "Karena ada yang terdata, sementara orangnya sudah tidak ada lagi. Sementara di 6 kecamatan lainnya masih tidak berubah," paparnya.
Terkait hal ini, Erlinda mengatakan pihaknya berharap agar Badan Pusat Statistik (BPS) untuk melakukan pendataan dengan benar, jangan asal-asalan. "Kita berharap BPS harus benar-benar serius melakukan pendataan orang miskin, jangan asal jadi saja," tandasnya.(Anuza)
 
Free Website TemplatesFreethemes4all.comFree CSS TemplatesFree Joomla TemplatesFree Blogger TemplatesFree Wordpress ThemesFree Wordpress Themes TemplatesFree CSS Templates dreamweaverSEO Design