Wednesday, December 18, 2013

Edisi : 59/MTip/2013

Rp3,75 Triliun Anggaran di Sumut Diselewengkan

Medan, (Media TIPIKOR)
Forum Indonesia untuk Tranparansi Anggaran (Fitra) Sumatera Utara menyebutkan, berdasarkan audit BPK RI perwakilan Sumut yang berhasil dihimpun ditemukan penyimpangan anggaran 33 kabupaten/kota di Sumut dan Pemerintah Provinsi Sumut dari tahun 2009-2012 mencapai Rp3,75 triliun lebih dengan 2.934 kasus.
“Ini akibat masih rendahnya keterbukaan informasi publik yang dilakukan oleh kabupaten/kota dan Pemprovsu. Dengan minimnya publikasi tersebut, menyebabkan Sumut rawan korupsi," kata Direktur Investigasi dan Advokasi Fitra Sumut, Ucok Sky Khadafi, pada diskusi publik indeks keterbukaan anggaran 33 Kabupaten/Kota di Sumut, Kamis (12/12).
Ucok menyebutkan, berdasarkan temuan pihaknya pemerintah daerah yang menduduki posisi pertama penyimpangan atau penyelewengan anggaran itu adalah Kabupaten Padang Lawas dengan penyimpangan anggaran Rp811 miliar lebih dengan 82 kasus, disusul Asahan Rp565 miliar lebih 182 kasus, Labuhan Batu Rp411 miliar dengan 70 kasus, Langkat Rp165 miliar lebih dengan 131 kasus, Batubara Rp165 miliar lebih dengan 92 kasus, Medan Rp156 miliar lebih 201 kasus dan Simalungun Rp103 miliar lebih dengan 104 kasus.“Dari tujuh peringkat teratas sebagai daerah penyimpang anggaran tersebut, tidak mempublikasikan dokumen anggaran. Walaupun ada seperti di Labuhan Batu hanya ringkasan APBS,” sebutnya.
Kurangnya publikasi anggaran itu, sambung Ucok, disebabkan pemerintah masih curiga atau tidak percaya kepada masyarakat, sehingga dokumen anggaran dan APBD dinilai masih rahasia negara. "Dengan begitu mereka menganggap rakyat masih musuh mereka. Mereka juga semakin mudah melakukan tindak pidana korupsi," jelas Ucok.
Pemerintah Kabupaten/Kota, tambah Ucok, masih menutup diri untuk mendapatkan masukan dari publik tentang kebijakan anggaran. “Pola seperti ini adalah pola pemerintah konservatif bekas peninggalan orde baru. Pemerintah Sumut dan kab/kota masih berkutat terhadap korupsi, karena tidak ada partisipasi publik," jelasnya.(RIN/MBB)

Kelebihan BBM Pejabat Setda Grobogan Capai Rp 470 Juta

Grobogan,  (Media TIPIKOR)
Anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) diduga sering dibuat bancakan para pejabat pemkab Grobogan, salah satunya adalah pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM). Dimana, pembelian BBM untuk Bupati/Wakil Bupati dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Setda Grobogan mengalami kelebihan hingga  mencapai Rp.470 juta .
Berdasarkan informasi dan penelusuran media TIPIKOR pada APBD tahun 2012 dan 2013 ini, Bupati Grobogan, Wakil Bupati, Sekda dan pimpinan SKPD di Setda Grobogan diduga telah melakukan pemborosan terkait penggunaan anggaran yang dikelolanya.Pemborosan tersebut terutama pada pos anggaran pembelian BBM.
Pemborosan atau kelebihan yang dilakukan beberapa pimpinan SKPD tersebut sangat bervariasi. Demikian juga terhadap Bupati Grobogan H.Bambang Pujiono SH dan wakil Bupati Grobogan H.Icek Baskoro SH. Bahkan dugaan pemborosan anggaran BBM tersebut mencapai ratusan juta rupiah.
Pada anggaran tahun 2012, kelebihan pembelian BBM mencapai sekitar Rp.225 juta, sedangkan pada anggaran tahun 2013 ini mencapai sekitar Rp.245 juta.Berarti jumlah keseluruhan mencapai angka hingga Rp.470 juta.
Selain itu, dugaan penyimpangaan juga terjadi pada SKPD lain, seperti Bansos, BOS, dana bantuan dari Propinsi jateng, dana bagi hasil cukai dan tembakau maupun dana bantuan pemerintah pusat /DAK.
Hal ini tentunya membuat geram sejumlah LSM di Grobogan salah satunya dari Yayasan Grobogan bangkit. Menurut Direktur eksekutif Yayasan Grobogan Bangkit Rahmatullah kepada media TIPIKOR mengaku sangat kecewa tentang kinerja Bupati dan Wakil Bupati terkait dugaan adanya kelebihan anggaran BBM tersebut. Sebagai Bupati dan wakil Bupati, seharusnya bisa memberi contoh yang baik terhadap bawahannya.
Tapi kali ini malah sebaliknya, bupati dan wakil Bupati diduga juga ikut kelebihan anggaran pembelian BBM tersebut. Yang mana, dugaan kelebihan anggaran BBM mencapai ratusan juta rupiah.
"Kalau hal ini memang terbukti,kejaksaan negeri Purwodadi harus berani memproses secara hukum,tanpa pandang bulu maupun tebang pilih," cetusnya.
Ia mengaku,kelebihan anggaran BBM tersebut sudah bisa dikatagorikan perbuatan melawan hukum. Untuk itu, pihaknya mendesak Kejaksaan Negeri Purwodadi harus lebih proaktif menindak lanjuti, termasuk dugaan penyimpangan Bansos tahun 2010/2011,Dana Bagi Hasil cukai dan Tembakau di kabupaten Grobogan.
Dan bila mana tidak ada tindakan riil dari Kejaksaan Negeri Purwodadi, pihaknya akan melaporkan ke Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),ujar Rahmatullah mengakhiri pembicaraannya.
Hingga berita ini diturunkan, media TIPIKOR belum bisa mengkonfirmasi hal tersebut ke  Sekda Grobogan.( Z Arifin)

Sidang Korupsi Rp 1,25 M
Bangun Oloan dan Umi Kalsum Diganjar  1 Tahun Penjara

Medan,  (Media TIPIKOR)
Mantan Kepala Biro Perekonomian Setdaprov Sumut, Bangun Oloan Harahap, dan mantan bendaharanya, Ummi Kalsum Nasution, dijatuhi hukuman masing-masing 1 tahun penjara. Keduanya terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam penyaluran dana hibah dan bantuan sosial (bansos) yang merugikan negara Rp 1,25 miliar.
Vonis itu dijatuhkan majelis hakim yang diketuai SB Hutagalung di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (10/12). Kedua terdakwa dinyatakan telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam dengan Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sesuai dakwaan subsidair Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Selain menjatuhkan hukuman penjara, majelis hakim juga mendenda kedua terdakwa masing-masing Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan. Khusus untuk Ummi Kalsum, majelis hakim mewajibkannya membayar uang pengganti kerugian negara Rp 400.000 subsider 6 bulan.
Hukuman yang dijatuhkan majelis hakim lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa. Sebelumnya, JPU T Adlina meminta majelis hakim menjatuhi Bangun Oloan Harahap dan Ummi Kalsum Nasution dengan hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 4 bulan kurungan.
Menanggapi vonis yang dijatuhkan majelis hakim, kuasa hukum kedua terdakwa menyatakan pikir-pikir. Sikap serupa disampaikan JPU.
Dalam perkara ini, Bangun Oloan Harahap dan mantan Bendahara Pengeluaran Pembantu Biro Perekonomian Setdaprov Sumut, Ummi Kalsum Nasution, dinyatakan telah menyetujui dan menandatangani kuitansi pembayaran dana hibah dan bansos kepada 8 lembaga penerima yang berkasnya tidak memenuhi persyaratan. Bahkan, beberapa lembaga itu memiliki pengurus yang sama.
Akibat perbuatan kedua terdakwa, negara mengalami kerugian Rp 1,25 miliar. Nilai kerugian ini sesuai laporan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumut.(Red)

Terkait Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Kapal Nelayan
Sabri: 50 Juta diberi kepada Ketua DPRD Romi Heryanto

Jambi, (Media TIPIKOR)
Terkait dugaan korupsi pengadaan kapal nelayan atau pompong di kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim), Mantan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Tanjabtim, Sabri yang merupakan salah seorang terdakwa kasus dugaan korupsi tersebut, menyebutkan bahwa dana tersebut ada mengalir dari kliennya ke Ketua DPRD Romi Heryanto.
"Hal tersebut diungkapkan Sabri dalam sidang Jumat (6/12) lalu," ujar Suhaimi Ali Hamzah, penasihat hukum Sabri kepada wartawan, Minggu (8/12).
Menurut Suhaimi, Sabri mengaku ada pemberian duit Rp50 juta yang kemudian dititipkan kepada saksi Agus Priyadi untuk diberikan kepada Romi Haryanto.
"Namun dalam persidangan itu, Agus Priyadi bersikeras mengatakan tidak tahu tentang hal itu," sebut Suhaimi.
Lebih lanjut ia mengatakan, meski saksi Agus Priyadi bersikeras dan mengaku tidak tahu, intervensi dari pihak DPRD dalam proyek itu terbukti berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP) yang menyebutkan ada aliran dana kepada Ketua DPRD Tanjabtim, senilai Rp 50 juta. Sehingga dalam pengerjaan proyek sudah tidak profesional.
Atas dasar itu, Suhaimi memohon kepada jaksa penuntuk untuk mengembangkan lagi kasus ini. Jaksa menyatakan akan akan menghadirkan Ketua DPRD Tanjabtim, Romi Haryanto dalam persidangan selanjutnya untuk didengarkan kesaksiannya.
Kasus dugaan korupsi kapal pompong di Tanjabtim juga menyeret beberapa nama lainnya yang sudah diajukan ke meja hijau. Selain Sabri, nama lain diantaranya adalah M Nur Yusuf selaku ketua provisional hand over (PHO) atau serah terima pertama pekerjaan, kemudian Satrio selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) dan Parluhutan Simorangkir selaku kuasa pengguna angaran (KPA).(Br3/Red)
 
GMNI Gunungsitoli-Nias Desak Kejari Gunungsitoli
Tuntaskan Dugaan Korupsi Pengadaan Alkes
 
Gunungsitoli,  (Media TIPIKOR)
Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Gunungsitoli-Nias melakukan unjukrasa keliling Kota Gunungsitoli,Jumat (13/12) menuntut Kejaksaan Negeri Gunungsitoli untuk segera menetapkan tersangka dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan TA 2012 senilai Rp 10 miliar (peralatan pengolah limbah padat dan limbah cair serta sarana pendukungnya, peralatan Puskesmas tanpa rawat inap).
Demikian juga pengusutan kasus dugaan korupsi belanja hibah Pilkada Kota Gunungsitoli yang bersumber dari APBD Provinsi Sumatera Utara senilai Rp 4 Miliar ditambah Bantuan dari APBD Kabupaten Nias TA 2010 senilai Rp 2,5 miliar agar segera diusut sampai tuntas sehingga tidak menjadi asumsi negatif ditengah-tengah masyarakat.
Menurut pengunjukrasa, sejumlah pejabat teras Pemko Gunungsitoli yang diduga terlibat dalam kasus tersebut yakni Walikota Gunungsitoli, Drs Martinus Lase MSP, Kadis Kesehatan Kota Gunungsitoli yang saat ini menjabat sebagai Sekda Kota Gunungsitoli, Drs Edison Ziliwu,MM,M.Si, Pejabat Pembuat Komitmen, kontraktor dari PT CMC dari Jakarta dan mafia-mafia anggaran dari Kementrian Kesehatan RI.
Sumber menyebutkan, indikasi penyimpangan dalam pengadaan Alkes tersebut antara lain barang yang masuk diduga tak sesuai dengan spesifikasi bahkan produk ini sebagian barang bekas yang baru dilakukan pengecatan, ujarnya. Kita kecewa karena ada oknum yang sengaja menutup-nutupi kasus ini kepada publik.
Sekda Kota Gunungsitoli Drs Edison Ziliwu yang dikonfirmasi beberapa waktu yang lalu pada saat temu pers di lantai 2 kantor Walikota Gunungsitoli mengatakan pengadaan Alkes ini sudah sesuai dengan mekanisme yang berlaku,katanya.(YG)

Korupsi Alkes Rp12,7 Miliar, Dua Pengusaha Disidangkan
Medan, (Media TIPIKOR)
Direktur PT General Medical Supplier sekaligus Direktur CV Cahaya Johan Winata bersama dengan Wakil Direktur 1, Johan Tancho, diadili di Pengadilan Tipikor Medan. Pasalnya mereka didakwa melakukan tindak pidana korupsi Alat Kesehatan (Alkes) dan Keluarga Berencana (KB) di Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhan Batu Selatan (Labusel) senilai Rp12,7 miliar.
Kedua terdakwa yang memakai kemeja putih tampak tertunduk mendengarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rehulina Purba dan Ingan Malem Purba. Disebutkan Jaksa Johan Tancho beserta dengan Tono alias Asia (berkas terpisah) tidak pernah melakukan pengadaan Alkes. Lalu keduanya mengajak kerjasama dengan Johan Winata untuk mencari perusahaan yang biasa melakukan pengadaan Alkes itu yakni CV Cahaya.
Untuk membuat KHK informasi harga, didapat semua dari Johan Winata, yang diberikannya 4 perusahaan.  Tetapi dari keempat perusahaan itu tidak pernah memberikan informasi harga kepada dr Rusman selaku Kepala Dinas Kesehatan Labusel. "Dari itulah yang digunakan 3 perusahaan diantaranya fiktif. Seharusnya informasi harga itu diberikan  perusahaan yang  benar,"kata Rehulina, usai sidang, Rabu (4/12).
Kemudian dalam penawaran yang dimasukkan dari 4 perusahaan itu, adalah penawaran yang mendaftar dan melakukan penawaran. Tetapi dari 4 perusahaan itu 3 tidak pernah menawar dengan tidak adanya surat penawaran. "Jadi disini hanya PT Cahaya yang memasukkan penawaran,"jelasnya.
Lanjut, Rehulina ketika melakukan penelitian evaluasi, 3 perusahaan ini dipanggil untuk melakukan penawaran hal itu diketahui dari keterangan saksi-saksi dari direkturnya.
Kemudian pengadaan Alkes tersebut, seharusnya dilakukan melalui distributor, yang mempunyai penyalur dengan adanya izin.
Ternyata alat kesehatan yang diadakan oleh Johan Winata, Johan Tancho dan Tono alias Asia itu antara lainnya Tempat tidur, yang seharusnya dari distributor merknya Gromed, itu tidak pernah dilakukan malah itu diambil dari Bengkel Las, dan itulah yang diserahkan ke Pemkab Labusel,"terangnya.
Dimana Pemkab Labusel mengucurkan dana Rp20 miliar setelah dipotong pajak sehingga yang diterima terdakwa sebesar Rp 18 Milliar. Tetapu para terdakwa hanya membelanjakan sebesar Rp 5.7 Milliar sehingga negara mengalami kerugian Rp12,7 milliar yang masuk ke rekening masing-masing terdakwa termasuk Tono alias Asia.
Selain kedua terdakwa Polda Sumut juga menetapkan Dinas Kesehatan Pemkab Labusel, dr Rusman Lubis, Tono alias Asia, Syahrul'an sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang belum dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Medan.
Jaksa menjerat keduanya  dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Undang-Undang (UU) 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1  KUHPidana. Keduanya juga didakwa melanggar Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).(SBC) 

2 comments:

Unknown said...

Keren sob

www.kiostiket.com

Media TIPIKOR said...

thanks sob

Post a Comment

 
Free Website TemplatesFreethemes4all.comFree CSS TemplatesFree Joomla TemplatesFree Blogger TemplatesFree Wordpress ThemesFree Wordpress Themes TemplatesFree CSS Templates dreamweaverSEO Design