Monday, May 26, 2014

Edisi 68/MTip/2014

KPK Akan Klarifikasi Harta Kekayaan Capres

 Jakarta  (Media TIPIKOR)
KPK akan mengklarifikasi laporan harta kekayaan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang akan maju dalam Pemilihan Umum Presiden 2014 pada 9 Juli.
"Informasi yang saya terima dari Direktorat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK, utusan Pak Joko Widodo telah melaporkan pendaftaran LHKPN. Sedangkan Pak Jusuf Kalla akan menyampaikan laporan harta kekayaan sebagai syarat maju di pemilihan presiden pada Kamis (22/5)," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi, di Jakarta, Rabu.
Selain Joko Widodo, pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, lanjut Johan, telah menyampaikan laporan harta kekayaan mereka , Selasa (20/5).
"Dalam konteks ini, laporan harta kekayaan yang disampaikan calon presiden dan calon wakil presiden merupakan salah satu pemenuhan syarat yang ditetapkan KPU. Setelah laporan diterima, KPK akan memverifikasi dokumen yang disampaikan. Jika ada yang kurang, akan disampaikan ke capres dan cawapres," kata Johan.
Johan mengatakan tahapan berikutnya setelah verifikasi dokumen yaitu klarifikasi data lapangan dari laporan yang disampaikan ke Direktorat LHKPN KPK. Jika KPK menemukan ketidaksesuaian data di lapangan dengan laporan di dokumen, maka akan disampaikan ke KPU.
"Misalnya, dalam laporan itu disampaikan rumah. Kemudian akan dicek, apakah rumah yang dilaporkan itu sesuai dengan yang ada di laporan harta kekayaan," kata Johan.
KPK, lanjut Johan, akan mengumumkan laporan harta kekayaan calon presiden dan calon wakil presiden bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Klarifikasi mungkin akan dilakukan Juni, sedangkan Mei ini dilakukan verifikasi dokumen laporan harta kekayaan yang disampaikan," kata Johan.
Sebelumnya, KPK telah mengirim surat dan formulir Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memudahkan calon presiden dan calon wakil presiden saat melengkapi persyaratan resmi pendaftaran ke KPU.
"Pekan lalu, KPK sudah mengirim surat ke KPU. Isinya agar KPU menindaklanjuti salah satu poin di dalam surat edaran KPU tentang pencalonan presiden dan wakil presiden itu. Poin itu adalah setiap calon presiden harus melaporkan LHKPN," kata Bambang.
KPK, menurut Bambang, berharap calon presiden dan calon wakil presiden yang mendaftarkan diri ke KPU dapat segera melengkapi formulir LHKPN karena akan ditindaklanjuti dan diklarifikasi oleh KPK.(hol)

Penyidik Polda Dalami Kasus Korupsi Untag

Jakarta  (Media TIPIKOR)
Penyidik Polda Metro Jaya mendalami laporan dugaan kasus tindak pidana korupsi dan penggelapan aset Universitas 17 Agustus (Untag) Jakarta.
"Terdapat tujuh laporan di Polres Metro Jakarta Utara dan satu laporan di Polda Metro Jaya," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Rikwanto di Jakarta Rabu.
Rikwanto menyebutkan laporan itu terkait dugaan korupsi, penggelapan dan penipuan dengan terlapor Ketua Yayasan Untag Rudyono Dharsono.
Rikwanto akan menelusuri penyelidikan kasus itu berdasarkan laporan dari pengurus yayasan dan dosen Untag.
Sejauh ini, penyidik kepolisian belum meningkatkan status Rudyono yang masih menyandang saksi.
Salah satu Dosen Untag Tuswoyo Giri Atmojo menambahkan Rudyono diduga terlibat berbagai kasus lainnya seperti pencucian uang, penggunaan ijasah palsu dan penyalahgunaan kekuasaan.
Rudyono juga diduga terlibat penjualan dan penggelapan aset Untag secara sepihak atau tanpa melaporkan kepada Ketua Dewan Pembina dan Ketua Dewan Pengawas, serta jajaran pengurus yayasan lainnya.
Akibat penjualan aset Untag berupa lahan tanah, pihak yayasan menderita kerugian hingga Rp91 miliar.
Rudyono juga dituduh mendirikan Yayasan Husada Karya yang bergerak pada bidang Akademi Perawat dan membangun kampus akademi tersebut di tanah milik Yayasan Untag.
Tuswoyo mengungkapkan Rudyono mengembangkan bisnis pembangunan landasan pacu lapangan terbang di Majalengka, Jawa Barat, yang terindikasi dari dana penjualan aset Untag.(hol)

Advokat-Advokat Nakal di Pusaran Korupsi

Jakarta (Media TIPIKOR)
Profesi advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) kerap ternodai oleh ulah segelintir oknum. Keberadaan advokat nakal menjadi sesuatu hal yang tidak terbantahkan dalam praktik peradilan. Sejak KPK berdiri hingga 2014, KPK telah menangani sejumlah perkara korupsi yang melibatkan advokat.
Kasus teranyar, advokat Susi Tur Andayani yang tengah menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Susi diduga menjadi perantara suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) M Akil Mochtar dalam sejumlah sengketa Pilkada. Susi dituntut tujuh tahun penjara karena dianggap terbukti turut serta melakukan suap.
Selain Susi, masih ada sejumlah advokat yang terjerat kasus korupsi. Sebut saja, Mario Cornelio Bernardo. Advokat yang juga anak buah Hotma Sitompoel ini divonis Pengadilan Tipikor Jakarta dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp200 juta karena terbukti menyuap pegawai Mahkamah Agung (MA), Djodi Supratman.
Advokat lainnya yang pernah masuk dalam bidikan KPK adalah Adner Sirait, Harini Wijoso, dan Tengku Syaifuddin Popon. Adner ditangkap KPK usai menyuap Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (TUN) Ibrahim untuk memuluskan perkara sengketa tanah seluas 9,9 hektar di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2010 lalu.
Sementara, Harini ditangkap KPK karena berupaya menyuap pegawai MA dan hakim agung terkait kasus yang melibatkan Probosutedjo pada 2005. Kemudian, Tengku yang juga pengacara mantan Gubernur Aceh, Abdullah Puteh ditangkap KPK saat memberikan suap kepada dua oknum panitera Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Bukan hanya di KPK. Kepolisian Republik Indonesia (Polri) juga pernah menjerat para advokat-advokat nakal di pusaran kasus korupsi ini. Misalnya, kasus korupsi yang melibatkan dua advokat, Haposan Hutagalung dan Lambertus Palang Ama. Keduanya dianggap terbukti menghalang-halangi proses hukum Gayus Halomoan Tambunan dengan merekayasa penanganan perkara Gayus.
Semua kasus tersebut menjadi potret begitu rentannya profesi advokat. Salah-salah, advokat malah terperosok dalam pusaran korupsi.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan ada satu modus yang sering dilakukan oleh para advokat nakal ini. “Jadi, dia ikut terlibat menjadi bagian dalam penyuapan,” katanya kepada hukumonline, Selasa (20/5).
Johan melanjutkan, advokat-advokat nakal itu bukan sekedar menjadi perantara suap, tapi menjadi pelaku penyuapan. Apabila dilihat dari semua kasus yang melibatkan advokat di KPK, seluruhnya terkategori tindak pidana suap. KPK belum pernah menjadikan advokat sebagai tersangka karena menghalang-halangi penyidikan.
Walau begitu, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sempat menyatakan, perbuatan obstruction of justice atau menghalang-halangi proses penegakan hukum juga merupakan bagian dari modus operandi korupsi. Obstruction of justice tidak hanya bisa dilakukan oleh koruptor, melainkan dilakukan pihak-pihak lain, seperti advokat.
Bambang mencontohkan, dalam suatu kasus korupsi yang ditangani KPK. Lembaga anti rasuah itu menemukan indikasi perbuatan mengarahkan saksi dan meminta saksi bersembunyi agar tidak memenuhi panggilan KPK. Ia menganggap upaya demikian sebagai salah satu indikasi perbuatan obstruction of justice.
“Tidak boleh saksi disuruh bersembunyi. KPK mulai serius menangani dugaan perbuatan obstruction of justice. Beberapa waktu lalu, KPK telah menetapkan tersangka kepada seseorang yang diduga berbohong di persidangan. Karena kalau tidak begitu, kita tidak bisa bongkar secara lebih luas dan lebih tuntas,” ujarnya.
Menurut Bambang, kalangan profesional yang membantu koruptor tersebut adalah gatekeeper. KPK tidak akan pandang bulu dalam menangani perbuatan obstruction of justice. Setidaknya, KPK memiliki instrument dalam UU Tipikor, yaitu Pasal 21 dan Pasal 22 untuk menjerat pelaku obstruction of justice.
Meski KPK belum menerapkan pasal itu terhadap advokat yang diduga menghalang-halangi proses penegakan hukum, KPK mulai bertindak tegas. Dalam kasus Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah misalnya. KPK mencium adanya upaya menghalang-halangi penyidikan dengan mengarahkan saksi dan menyuruh saksi bersembunyi.
KPK bahkan harus menjemput paksa seorang saksi bernama Siti Halimah dari sebuah hotel di Bandung karena bersembunyi dari pemeriksaan KPK. Untuk mengetahui siapa pihak di balik perbuatan obstruction of justice itu, KPK telah memeriksa sejumlah pengacara Atut, Andi F Simangunsong, Nasrullah, dan TB Sukatma.
Namun, KPK masih mempelajari sejauh mana keterlibatan para pengacara Atut. KPK menyarankan agar para advokat menjalankan fungsinya sebagai penasihat hukum dengan baik. Jangan sampai para pengacara malah melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa dikategorikan sebagai obstruction of justice.
Selain pengacara Atut, KPK juga pernah menemukan indikasi mengarahkan saksi yang diduga dilakukan pengacara Djoko Susilo, Juniver Girsang. Saat bersaksi di persidangan Djoko, penyidik KPK Novel Baswedan mengungkapkan pihaknya memiliki rekaman CCTV hotel, dimana pengacara Djoko berupaya mengumpulkan sejumlah saksi.
Walau Juniver membantah pertemuan di hotel untuk mengarahkan saksi, nyatanya sejumlah saksi mencabut keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang memberatkan Djoko. Akan tetapi, KPK tidak memperpanjang dugaan tersebut. KPK hanya menyatakan siap memberikan rekaman CCTV jika diminta Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI).
Kemudian, dalam perkara suap pengurusan izin kuota impor daging sapi dengan terdakwa Ahmad Fathanah, penuntut umum KPK pernah meminta pengacara Fathanah, Ahmad Rozi untuk tidak turut mendampingi Fathanah. Pasalnya, Rozi merupakan salah seorang saksi yang sempat dimintai bantuan oleh Luthfi Hasan Ishaaq.
Masih ada beberapa advokat yang disebut-sebut turut terlibat dalam kasus korupsi yang ditangani KPK. Seperti, Arbab Paproeka, Wa Ode Nur Zainab, dan Sahrin Hamid. Arbab bersama Wa Ode Nur Zainab disebut pernah menerima aliran dana dari Wa Ode Nurhayati yang diduga berasal dari hasil korupsi.
Nama Arbab kembali mengemuka dalam sidang perkara Akil. Bupati Buton Samsu Umar Abdul Samiun mengaku pernah dimintai Rp6 miliar oleh Arbab yang mengatasnamakan dirinya sebagai utusan Akil. Sementara, Sahrin selaku kuasa hukum Bupati Morotai pernah meminta seorang saksi mengupayakan dana Rp3 miliar untuk MK.
Modus Advokat Nakal
Sekretaris Dewan Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Sugeng Teguh Santoso mengakui modus penyuapan sering dilakukan advokat-advokat nakal. Ia sangat setuju dengan penangkapan-penangkapan yang dilakukan terhadap para advokat yang “menghalalkan” penyuapan dalam menjalankan profesinya.
Pada intinya, penyuapan itu dilakukan advokat nakal untuk mempengaruhi PNS, penyelenggara negara, atau penegak hukum agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya. Sugeng berpendapat, praktik seperti itu kerap membawa keuntungan tersendiri bagi para advokat nakal.
“Si advokat nakal itu bisa bermain dengan nilainya. Katakanlah dari hasil pembicaraan, baik hakim yang meminta atau advokat yang menawarkan, memberikan sesuatu. Ada kesepakatan Rp1. Nah, dia bisa menaikkan jadi Rp3 atau Rp5. Itu kan wilayah-wilayah yang tidak diketahui, kecuali mereka tertangkap tangan,” bebernya.
Namun, Sugeng membantah jika semua advokat dianggap melakukan praktik kotor. Ada advokat yang memang tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan korupsi karena menangani perkara-perkara orang miskin. Ada juga advokat yang menjaga integritas dan takut dengan ketanya pemantauan aparat penegak hukum.
Terkait dengan tindakan menghalang-halangi proses penegakan hukum, Sugeng memiliki pandangan berbeda. Menurutnya, makna menghalang-halangi harus dibicarakan secara komperhensif dan mendalam. Ada ketidaksepahaman mengenai tindakan mana saja yang dikategorikan sebagai obstruction of justice.
Apabila seorang advokat merahasiakan keberadaan kliennya yang sedang bersembunyi, tentu tidak dapat dikategorikan sebagai upaya menghalang-halangi. Sugeng berpendapat, tindakan penegak hukum yang mengkategorikan itu sebagai tindak pidana yang diatur dalam Pasal 21 UU Tipikor sebagai upaya kriminalisasi.
“Kewajiban advokat kan merahasiakan rahasia kliennya. Kewajiban penegak hukum mengungkap kasus korupsi. Seharusnya, mereka melakukan upaya-upaya yang lebih cerdas dalam suatu proses pembuktian. Jangan mendiskreditkan atau mengkriminalisasi advokat. Itu yang saya akan tentang,” tuturnya.
Andaikata ada advokat yang diduga melakukan tindakan menghalang-halangi, seperti yang disebut Bambang dalam kasus Atut, Sugeng meminta kasus itu diserahkan ke Dewan Kehormatan PERADI. Atau kasus tersebut diserahkan ke Kepolisian agar penanganan perkara berjalan fair dan tidak berat sebelah.
Pencabutan Lisensi
Pencabutan lisensi beracara atas advokat yang terjerat tindak pidana korupsi menjadi kewenangan PERADI. KPK pernah mencoba memasukan pencabutan hak praktik beracara dalam tuntutan perkara Mario Cornelio Bernardo. Namun, tuntutan itu tidak dikabulkan majelis karena pencabutan lisensi beracara merupakan kewenangan PERADI.
Sugeng mengatakan, dalam catatan PERADI, belum ada advokat yang diberhentikan karena melakukan korupsi. Padahal, berdasarkan Pasal 9 UU Advokat, PERADI dapat memberhentikan atau mencabut lisensi advokat yang telah divonis bersalah berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap dengan ancaman pidana minimal empat tahun.
Dengan belum adanya tindakan tegas dari Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PERADI, Sugeng sangat menyayangkan. Ia menyatakan, keputusan pemberhentian untuk advokat-advokat yang terkena pidana bukan di Dewan Kehormatan, melainkan di DPN PERADI. Domain Dewan Kehormatan sebatas pada pelanggaran kode etik profesi.
Walau begitu, Sugeng menjelaskan, tidak tertutup kemungkinan proses kode etik berjalan bersamaan dengan proses pidana. Namun, proses di Dewan Kehormatan dilakukan berdasarkan laporan pelanggaran kode etik. Sugeng mencontohkan, dalam kasus Probosutedjo, ada seorang advokat yang hampir diproses di Dewan Kehormatan.
Advokat itu akhirnya mengundurkan sebelum disidangkan di Dewan Kehormatan. Contoh lain, ada advokat yang dilaporkan kliennya ke Dewan Kehormatan, tapi dilaporkan pula ke Kepolisian karena diduga melakukan penipuan. Setelah menempuh proses sidang kode etik, Dewan Kehormatan mengeluarkan putusan pemberhentian.
Permasalahannya, keputusan pemberhentian itu tidak otomatis dilaksanakan dengan pencabutan lisensi beracara. Pelaksanaan putusan ada di DPN PERADI. Sama halnya pemberhentian untuk advokat-advokat yang terjerat korupsi. Keputusan pemberhentian dan pencabutan lisensi ada di tangan DPN PERADI.
“Ini sebetulnya satu kritik bagi kami, PERADI. Saya setuju segera dilaksanakan. Supaya keputusan itu bewibawa, harus ada pelimpahan kewenangan ke Dewan Kehormatan, sehingga kami akan laksanakan eksekusinya. Tapi, pelimpahan kewenangan itu bisa saja digugat, karena dalam UU Advokat pelaksanaan putusan oleh DPN,” katanya.
Selaku advokat yang aktif di Dewan Kehormatan, Sugeng merasa hal itu menjadi masukan penting bagi DPN PERADI. Sugeng juga mendorong agar DPN PERADI segera menindak advokat-advokat yang terkena tindak pidana. Ia khawatir advokat-advokat yang telah terkena pidana tersebut bisa kembali beracara setelah bebas dari penjara.
Sebenarnya, Pasal 11 UU Advokat telah mengatur bahwa terhadap advokat yang dijatuhi pidana dengan putusan berkekuatan hukum tetap, panitera pengadilan negeri menyampaikan salinan putusan kepada organisasi advokat. Namun, bukan berarti jika tidak diberikan salinan putusan, DPN PERADI tidak dapat mengeluarkan pemberhentian.
Sugeng menganggap, DPN PERADI bisa melakukan pemantauan terhadap perkara-perkara pidana yang melibatkan advokat. PERADI juga tidak perlu membuat nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) dengan MA. “PERADI kan tidak bergantung dengan MA. Sebetulnya tinggal political will dari PERADI saja,” ujarnya.
Tata Cara
Ketua Umum DPN PERADI Otto Hasibuan membenarkan PERADI belum pernah mengeluarkan keputusan pemberhentian atau pencabutan lisensi terhadap para advokat terpidana kasus korupsi. Namun, pembahasan mengenai itu sudah dibicarakan dalam rapat PERADI, mengingat banyak advokat yang terkena korupsi.
Otto menjelaskan, sesuai UU Advokat, pemberhentian dan pencabutan lisensi merupakan kewenangan PERADI. Ia beralasan, selama ini, PERADI belum pernah memberhentikan advokat-advokat yang terkena kasus korupsi karena terbentur dengan mekanisme. PERADI juga baru membentuk Komisi Pengawas selaku eksekutor putusan.
“Jadi, sekarang ini kami sedang buat mekanisme, tata cara pemberhentian advokat yang dipenjara. Rabu ini (21/5) akan kami tetapkan tata cara pencabutan izin mereka itu. Bagaimanapun mereka harus diberi tahu. Ada dua persoalan di sini. Satu mengenai kode etik dan satu lagi melanggar ketentuan undang-undang,” katanya.
Otto mengungkapkan, dahulu PERADI belum merumuskan tata cara pemberhentian dan pencabutan lisensi untuk advokat-advokat yang terjerat pidana. Apakah harus melalui Dewan Kehormatan atau langsung dicabut oleh DPN PERADI. Jika melalui Dewan Kehormatan, advokat tersebut harus disidangkan kode etik terlebih dahulu.
“Nah, sekarang setelah kami bentuk Komisi Pengawas, kami nanti mau menyerahkan ke Komisi Pengawas untuk melakukan eksekusinya. Komisi Pengawasan ini kan perpanjangan tangan dari DPN PERADI. Tinggal kami atur tata caranya. Itulah yang kami laksanakan nanti. Setelah ditetapkan tata caranya, kami akan eksekusi semua,” tandasnya.(hol)

Kinerja Walikota Gunungsitoli Bobrok
DPRD Buat Rekomendasi

Gunungsitoli  (Media TIPIKOR)
Kepemimpinan serta tugas dan tanggung jawab yang diemban Drs. Martinus Lase M.Sp sebagai Walikota Gunungsitoli selama beberapa tahun ini sepertinya kacau balau, hal ini membuat DPRD Kota Gunungsitoli membentuk Pansus berdasarkan PP Nomor 3 Tahun 2007 tentang LPPD kepada Pemerintah, LKPJ Kepala Daerah, ILPPD kepada masyarakat.
Pansus LKPJ Walikota Gunungsitoli TA. 2013 bertujuan memberikan catatan yang bersifat strategis untuk dipedomani oleh Walikota Gunungsitoli dalam pelaksanaan tugasnya atas LKPJ TA 2013.
Sejumlah anggota DPRD Kota Gunungsitoli kepada wartawan menyatakan bahwa pembentukan pansus hingga diterbitkannya rekomendasi tersebut mengingat kepemimpinan Martinus Lase sebagai Walikota Gunungsitoli gagal dan benar-benar bobrok sehingga berada pada ambang kehancuran.
Diantara  sejumlah anggota DPRD tersebut Yanto lebih lanjut mengharapkan agar walikota Gunungsitoli Drs. Martinus Lase M.SP serius dalam mengambil langkah-langkah menjalani isi rekomendasi tersebut sebab waktu yang telah diberikan hanya selama 2 bulan. Jadi inilah akibatnya jika membangkang dan mengkangkangi segala aturan, akhirnya kejepit, tegasnya Yanto.
Rekomendasi yang diajukan DPRD Kota Gunungsitoli berupa catatan khusus kepada Walikota Gunungsitoli diantaranya Walikota Gunungsitoli harus dapat menempatkan personil PNS sesuai dengan tingkat kemampuan dan keahlian pada jabatan yang akan diberikan (the right man on the right place), sebab kelemahan pada pencapaian target kinerja pada program RPJMD terletak pada keluhan ketersediaan sumber daya manusia sementara jumlah rasio personil pegawai telah melebihi target maka dengan demikian walikota Gunungsitoli harus mengevaluasi beberapa personil jabatan esolon II dan Esolon III.
Mengingat rendahnya pencapaian persentase kinerja pemerintah bila dibandingkan dengan target peraturan daerah RPJMD maka walikota dapat memerintahkan seluruh SKPD dalam membuat RKPD, KUA dan PPAS wajib yang didasarkan pada nomenklatur program kegiatan yang tercantum dalam RKPD. Walikota gunungsitoli perlu meninjau ulang pengadaan tanah pemerintah Ta. 2013 terkait peruntukannya dan harga beli sehingga sesuai dengan NJOP kondisi sebenarnya.
Selanjutnya Walikota Gunungsitoli harus segera menuntaskan pembangunan kantor UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Gunungsitoli Idanoi yang telah terbengkalai serta bangunan-bangunan pemerintah yang telah selesai agar segera diserahterimakan dan difungsikan terlebih-lebih terminal faekhu, terminal gomo. Walikota diminta agar penempatan pegawai pada seluruh puskesmas Se-Kota Gunungsitoli serta manajemen pelayanan dasar dan kelayakan kebersihan lingkungan puskesmas dan pemanfaatan alat-alat kesehatan yang telah ada. Walikota harus dapat meningkatkan kedisplinan para PNS dan membatasi perjalanan Dinas luar para pejabat Kepala Daerah.
Selanjutnya dari sisi asset daerah maka harus ditandai dengan nomor registrasi asset sesuai tahun anggaran yang berkenaan, serta segera melakukan langkah-langkah atas penyerahan asset dari pemerintah Kabupaten Nias.
Terkait dengan asset berupa kendaraan Dinas yang lagi bermasalah maka walikota harus bertanggungjawab untuk menyerahkannya dalam waktu cepat dalam rangka kepatuhan penegakkan hukum.
Walikota juga harus bisa memberikan perhatian khusus dalam menangani kesemrautan lalu lintas serta terminal-terminal illegal dan termasuk dalam penertiban, penataan keindahan kota dengan membongkar seluruh bangunan teras atau kios, lapak yang berdiri diatas badan jalan disenjang ruas jalan; menyisir pantai, jalan kelapa, terusan jalan ahmad yani-lagundri, jalan gomo dhi simpang jalan sudirman sampai perempatan jalan ahmad yani, jalan lagundri belakang deretan lapak pedagang ikan dan membongkar seluruh plang merk kedai yang menompang dan berdiri menggandeng promosi produk-produk rokok dan produk lainnya serta menertibkan seluruh bahan bangunan yang diletakkan dibadan jalan sepanjang jalan diponegoro dan ruas jalan lainnya.
Rekomendasi yang telah disampaikan Pansus LKPJ tersebut, harus dan wajib disempurnakan serta dilaksanakan Walikota Gunungsitoli selambat-lambatnya 60 hari kalender terhitung mulai tanggal 16 Mei 2014.
Sementara itu menyikapi hal tersebut Walikota Gunungsitoli saat di temui diruangannya untuk dimintai tanggapannya terkait rekomendasi DPRD ternyata tidak dapat ditemui karena berada diluar daerah. Demikian pula saat ditemui Wakil Walikota Gunungsitoli Drs. Aroni Zendrato dan Sekda Kota Gunungsitoli Edison Ziliwu juga tidak berhasil ditemui karena tidak berada di kantor Walikota. Sementara saat ditanya keberadaan para pejabat tersebut kepada staf pegawai yang berada di ruang tunggu jawabannya tidak tahu pada kemana.
Namun sebelum dikeluarkannya rekomendasi tersebut saat wartawan Tipikor menemui Wakil Walikota Gunungsitoli Drs. Aroni Zendrato, kepada wartawan menyampaikan segala kegiatan kerja Pemerintah Kota Gunungsitoli dari setiap SKPD, baik dalam hal kegiatan pengadaan fisik maupun non fisik sama sekali tidak tahu, namanya saja Wakil Walikota.
Begitu juga dalam pelaporan pencapaian kerjanya SKPD tersebut kepada pemerintah kota mungkin sudah dilaporkan kepada Walikota dan tidak pernah dilaporkan kepada saya sebagai wakil walikota, tutur Aroni.
Sementara ditempat terpisah, Tema L. yang selama ini dikenal sebagai tokoh pemuda Kota Gunungsitoli yang sangat ngotot mengkritik kinerja Pemerintah Kota Gunungsitoli, kepada Wartawan Tipikor menyampaikan dengan tegas dalam menanggapi rekomendasi DPRD Kota Gunungsitoli, yang mana rekomendasi tersebut jangan hanya sebatas wacana dari DPRD Kota Gunungsitoli tetapi harus benar-benar diterapkan.
Yang perlu kita pertanyakan kepada Wakil Rakyat sebagaimana isi dari rekomendasi mereka, apa ia, apa benar dan apakah sanggup Walikota melaksanakan hal itu dalam waktu 60 hari kerja. Lalu tindakan apakah yang akan dilakukan DPRD jika Walikota mengabaikannya. Jadi hal ini ada perlu Anggota DPRD Kota Gunungsitoli memperhatikan dan menimbangnya, jelas Tema.
Dia menambahkan Selain masalah kinerja Pemerintah Kota Gunungsitoli yang dibuatkan rekomendasinya oleh DPRD, maka ada lagi beberapa hal yang dibutuhkan kajian khusus dari DPRD Kota Gunungsitoli dan harus segera ditanggapi dan kalau bisa dibentuk pansus.
Hal ini termasuk sejumlah kasus dugaan korupsi yang diduga melibatkan Walikota Gunungsitoli dan Sekda Kota Gunungsitoli dalam hal ini kasus korupsi pada Pengadaan Alat Kesehatan, kasus dugaan korupsi Dana Hibah DOB dan juga kasus dugaan korupsi pada pembangunan kantor Walikota Gunungsitoli Dinas Tarukim serta kasus Dugaan SPPD Fiktif Kadis Tarukim Kota Gunungsitoli, tegasnya.
Jika dilihat dari isi rekomendasi DPRD Kota Gunungsitoli yang ditujukan kepada Walikota Gunungsitoli sepertinya antara para pejabat di pemerintah Kota Gunungsitoli tidak searah dan sejalan sehingga ada kepincangan. Hal ini bisa kita dibuktikan dengan memperhatikan kinerja setiap SKPD yang tidak bisa memaksimalkan kinerjanya.
Keharmonisan di tubuh para pejabat dilingkungan Pemerintah Kota Gunungsitoli sudah mulai jelas adanya perbedaan pendapat baik para pimpinan maupun para kepala SKPD.
Dengan demikian sangatlah kita butuhkan perhatian khusus dari para Wakil Rakyat dalam menyelaraskan hal ini, sehingga apa yang diharapkan dalam pencapaian kinerja pemerintah Kota Gunungsitoli dapat terwujud sebagaimana dambaan kita bersama, imbuh Tema mengakhiri.
Dari pantauan wartawan Media TIPIKOR setiap hari, Walikota Gunungsitoli dan sekda Kota Gunungsitoli alergi terhadap wartawan yang sering menyorot kinerja Pemerintah Kota Gunungsitoli sehingga saat ditemui untuk dimintai tanggapannya tetap tidak dapat ditemui.
Pernah wartawan Media TIPIKOR selama 3 hari berturut-turut mencoba menemui walikota Gunungsitoli dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore menunggu di ruang namun dengan banyak alasan disampaikan hingga tidak bisa ditemui. Apalagi keberadaan para pejabat tersebut dikantornya bisa dihitung berapa hari dalam seminggu sebab kebanyakan diluar daerah.(Nota Lase)

Akibat Proyek Saluran Air Limbah Jalan Kupak-kapik
Masyarakat Kota Medan Kecewa

Medan (Media TIPIKOR)
Masyarakat Kota Medan saat ini dikecewakan akibat banyaknya jalan yang kupak-kapik diakibatkan proyek penggalian jalan untuk pembangunan saluran air limbah, bahkan akibat proyek ini juga berakibat kemacetan yang panjang.
Proyek pembangunan tersebut memang bertujuan untuk kemajuan masyarakat Kota Medan namun ternyata belum-belum apa sudah membawa mudarat, hal ini dimungkinkan pelaksanaannya kurang diawasi.
Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi menilai, kondisi itu sudah cukup meresahkan masyarakat. Sisa material proyek yang dibiarkan berserakan di pinggir jalan dapat membahayakan pengguna jalan, khususnya pengendara motor, pejalan kaki atau mobil.
“Pengembalian kondisi jalan setelah diselesaikan proyek malah belum disentuh. Jalan menjadi cepat ambles, dan becek di mana-mana khususnya pada musim hujan seperti sekarang. Jika panas, abu menyeruak. Hal ini akan mengganggu perjalanan dari para pengguna jalan,” kata Farid.
Farid menilai, kontraktor seenaknya memotong ruas jalan yang ada dengan cara melakukan pengalian dan pemasangan pipa maupun kabel di wilayah milik jalan, padahal itu melanggar hukum. “Secara normatif, badan atau seseorang melakukan pemotongan ruas jalan aspal, otomatis melanggar UU Nomor 38 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, dan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan,” papar Farid.
Pengguna jalan lanjut Farid, bisa menuntut para penyelenggara jalan jika terjadi kecelakaan akibat jalan rusak. Dalam hal ini adalah pemborong (swasta) dan pemerintah Kota Medan. “Ketentuan itu dituangkan dalam Pasal 24 ayat 1 UU No. 22 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyatakan penyelenggara jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas,” katanya.
Kata Farid, bila penyelenggara jalan tidak memasang tanda pada jalan rusak, maka ketentuan pidana atas pelanggaran Pasal 24 ayat (2) diatur dalam Pasal 273 ayat (4), sehingga penyelenggara jalan terancam pidana penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp1,5 juta. “Jika penyelenggara jalan tidak segera memperbaiki kerusakan dan mengakibatkan muncul-nya korban, maka ada ancaman sanksi pidana. Jika korban mengalami luka ringan atau kerusakan kendaraan, ancaman hukumannya  paling lama 6 bulan penjara atau denda paling banyak Rp12 juta.
Jika korban mengalami luka berat,   penyelenggara jalan bisa terancam pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp24 juta. Jika korban sampai meninggal dunia, maka penyelenggara terancam penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp120 juta (vide Pasal 273),” katanya.(tim)

Diduga Manipulasi Edaran PT Malindo Serta Ambil Sertifikat Tanpa Izin
Sekdes Harjowinangun Bertindak Semena-mena

Grobogan (Media TIPIKOR)
Sekretaris Desa (Sekdes) Harjowinangun Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan diduga telah memanipulasi surat  edaran penerimaan karyawan PT Malindo Feedmill Tbk dan mengambil sertifikat tanpa seijin pemiliknya.
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun Media TIPIKOR menyebutkan, Sekdes Harjowinangun H.Supardi kabarnya telah menyalahgunakan wewenang/jabatannya, dengan cara memanipulasi edaran PT Malindo Fedmill tbk yang berlokasi di desa Harjowinangun,terkait penerimaan karyawan di perusahaan pengolah makanan tersebut.
Dimana dalam edaran yang ditandatangani salah seorang karyawan PT Malindo bernama Supomo itu disebutkan, bahwa PT Malindo membutuhkan beberapa karyawan sebagai general worker.
Dalam edaran yang diumumkan kepada masyarakat, tertuang tentang kualifikasi, benefid, jam kerja maupun note/catatan. Dalam catatan itu disebutkan, lamaran/pendaftaran dibawa ke kantor PT Malindo di kawasan industri desa Harjowinangun.
Namun entah kenapa, Sekdes H.Supardi mengganti dan merubah edaran tersebut pada note/catatan yang isinya berbunyi, bagi yang sudah daftar dimohon daftar lagi lewat kepala desa Harjowinangun, yang mengkordinir lamaran tersebut. Bagi yang belum lamaran juga diserahkan pada Kepala Desa. Sontak saja, kejadian itu membuat pelamar atau warga menjadi bingung dan bertanya-tanya.
Perbuatan semena-mena kabarnya juga pernah dilakukan H.Supardi selaku sekdes, dimana salah seorang warganya bernama Damanhuri didusun Kaliombo, desa Harjowinangun pada tahun 1984 berniat mensertifikatkan 9 bidang tanah miliknya melalui program prona dan dari 9 bidang tanah itu, 5 diantaranya sudah siap, sedangkan yang 4 bidang lagi belum siap.
Pada tahun 2005, Damanhuri menjual dua bidang tanah dari empat bidang tanah yang belum siap tersebut, yaitu tanah C Desa 95 persil 191 dan 192 kepada Ngatirin/Dwi Supartini, sesuai jual beli nomor:590/218/VIII/2006. Kemudian, Dwi Supartini mengajukan permohonan sertifikat ke kantor BPN Grobogan atas tanah tersebut.
Namun, permohonannya ditolak oleh pihak BPN, dengan alasan tanahnya sudah bersertifikat. Saat ditanyakan siapa yang mnengurus dan mengambilnya diperoleh jawaban bahwa sertifikat tanah tersebut telah diambil Supardi sekretaris desa.
Sementara itu Kepala dusun Harjowinangun, Suhadi saat ditemui media TIPIKOR (19/5) mengakui perbuatan sekdes Harjowinangun H.Supardi serta menyatakan bahwa Supardi sudah melakukan dua kesalahan. Pertama, memanipulasi edaran lowongan pekerjaan PT Malindo dengan merubah catatan edaran dengan tulisan tangan tanpa seijin dari PT Malindo. Dan hal itu, diakui oleh Supardi serta katanya disuruh oleh Kepala Desa.
“Semula lamaran /pendaftaran dikirim ke PT Malindo, dirubah menjadi, pelamar/pendaftar yang sudah mendaftar dan mau mendaftar diharap daftar lagi lewat Kepala desa. Akibatnya,masyarakatkan menjadi bingung. Ketika ditanya pihaknya apa motif dan maksud Sekdes merubah surat edaran PT Malindo ini dia menyatakan disuruh kepala desa” terangnya sambil menunjukkan edaran yang dirubah.
Lebih lanjut Kadus menyatakan bahwa kesalahan kedua yaitu mengambil sertifikat milik Damanhuri yang dibeli Dwi Supartini tanpa seijin atau sepengetahuan pemiliknya. “Soalnya, Dwi Supartini saat ini kebingungan, mau mensertifikatkan tanahnya, tidak bisa. Karena sertifikatnya sudah diambil oleh sekdes sekitar tahun 1989/1999,” ujarnya.
Kalau demikian halnya, tindakan Sekdes Harjowinangun itu jelas-jelas telah penyalahgunanaan wewenang, yang berakibat merugikan masyarakat.
Untuk itu pihaknya mendesak, Sekdes Harjowinangun H.supardi harus  mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuat. Dengan mengembalikan sertifikat tersebut” papar Suhadi mengakhiri pembicaraanya. Sementara itu, Sekdes Harjowinangun H.Supardi hingga berita ini diturunkan belum bisa ditemui.(Z Arifin)

0 comments:

Post a Comment

 
Free Website TemplatesFreethemes4all.comFree CSS TemplatesFree Joomla TemplatesFree Blogger TemplatesFree Wordpress ThemesFree Wordpress Themes TemplatesFree CSS Templates dreamweaverSEO Design