Tuesday, June 10, 2014

Edisi 70/MTip/2014

Puluhan Ton BBM Solar Bersubsidi Dinikmati Mafia

Medan (Media TIPIKOR)
Rentannya penyimpangan peruntukan solar bersubsidi nelayan yang disalurkan pengelola SPBN kepada mafia BBM terjawab sudah. Pasalnya PT. AKR Corporindo Tbk sebagai perusahaan pendistribusian BBM tersebut tidak transparan melaporkan jumlah kouta solar yang didistribusikan ke SPBN. Akibatnya puluhan ton BBM solar bersubsidi untuk nelayan dinikmati mafia BBM. Kamis (5/6).
Seperti yang dikatakan Kadis Pertanian dan Kelautan kota Medan Ahyar melalui stafnya Rijal pada wartawan melalui telepon selularnya. Rijal mengaku pihaknya tidak mendapat laporan jumlah kouta BBM solar bersubsidi untuk nelayan kota Medan. “Sampai sekarang pihak PT. AKR tidak ada melaporkan jumlah kouta BBM solar bersubsidi untuk nelayan kota Medan, sehingga Distanla Medan sulit melakukan pendataan dan pengawasan”. Kata Rijal.
Keterangan yang dihimpun di lapangan, PT. AKR Corporindo, Tbk mendistribusikan BBM solar bersubsidi untuk nelayan kota Medan 100 ribu liter/hari, masing-masing di SPBN Kelurahan Bagan Deli 20 ribu liter, SPBN Kelurahan Belawan Lama (Pajak Baru-red) 20 ribu liter, SPBN Kelurahan Belawan Bahari 20 ribu liter, SPBN Kelurahan Labuhan Deli jalan Young Panah Hijau 20 ribu liter, dan SPBN di Kelurahan Nelayan Indah 20 ribu liter/hari.
Nelayan kota Medan yang terdata di Distanla Medan yang mendapatkan BBM solar bersubsidi (Nelayan fiktif-red) berdasarkan surat sampan berjumlah 1500 dengan pemakaian BBM rata-rata 30 liter/hari. Dari jumlah tersebut tercatat penyimpangan BBM solar bersubsidi sekitar 55 ribu liter/hari.
Tangkap Manager SPBN
Terpisah, aktivis kota Medan SR. Saragih pada media ini melalui telepon selularnya, Kamis (5/6) minta manager SPBN ditangkap. “Kita minta Poldasu segera tangkap Manager SPBN di Medan Utara yang kerap melakukan penyimpangan BBM solar nelayan bersubsidi, seperti SPBN di Kelurahan Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan”. Kata Saragih.
Kita sudah investigasi ke SPBN Nelayan Indah lanjut Saragih, pihak kita temukan sejumlah becak bermotor yang mengangkut solar nelayan subsidi dari SPBN itu, yang selanjutnya dibawa ke gudang pengoplosan atau penimbunan BBM di Pekan Labuhan, artinya BBM solar nelayan bersubsidi dari SPBN tersebut bukan disalurkan kepada nelayan melainkan kepada mafia BBM. Jelas Saragih.
Manager service PT. AKR Corporindo Medan Riadi ketika dikonfirmasi melalui telepon selularnya, Rabu (4/6) tidak menjawab. Melalui pesan singkat SMS, Riadi tetap diam.(Her)

Empat Tahun Tak Selesai
Pembangunan Kantor Walikota Gunung Sitoli Dipertanyakan

Gunungsitoli (Media TIPIKOR)
Terhitung kurang lebih empat tahun sudah proyek pembangunan Kantor Walikota Gunungsitoli, Sumut, belum juga selesai dikerjakan hingga saat ini, karenanya pembangunan yang dimulai sejak Tahun 2011 dan terbagi atas beberapa tahap yakni dari tahap ke-II, III dan ke-IV ini telah mengundang pertanyaan dari berbagai pihak masyarakat Gunung Sitoli, sementara itu Walikota Gunungsitoli Drs Martinus Lase MSP malah terkesan menutup mata atas kejanggalan proyek ini.
Pembangunan kantor walikota yang tak kunjung selesai semakin hangat dibicarakan berbagai kalangan masyarakat setempat terlebih dengan adanya isu bahwa proyek ini disinyalir sangat berpeluang dijadikan sebagai ajang korupsi, pasalnya anggaran baru proyek tersebut telah tertimpah dengan anggaran lama. Hal ini terjadi disebabkan tahapan-tahapan pengerjaannya selalu putus kontrak, sehingga sisa anggaran tersebut sepertinya tidak melalui pembahasan P-APBD, bahkan terkesan dipaksakan karena kelanjutan pekerjaannya berpatokan dengan PERWAL (Peraturan Walikota).
Hal ini dituturkan oleh salah seorang sumber dilingkungan Pemerintah Kota Gunungsitoli kepada wartawan, baru-baru ini, dan meminta agar identitasnya tidak dipublikasikan.
Selain kepada Walikota, sumber juga mengaku heran atas DPRD Kota Gunungsitoli yang seakan-akan tutup mata, entah benar-benar tidak tahu atau mungkin tidak mau tahu atas kejanggalan ini.
"Mungkin mereka (DPRD) benar-benar tidak tahu,” ujar sumber.
Sementara menurut sumber bahwa pembangunan Kantor Walikota Tahap ke-III yang telah diputus kontraknya tahun 2012 lalu dilanjutkan kembali pengerjaannya pada Tahun 2013 tanpa melalui pembahasan P-APBD.
"Toh juga tetap disahkan dan diterima pada pembahasan P-APBD, lalu tahukah anggota DPRD Kota Gunungsitoli sisa anggarannya diparkir kemana dan berapa lagi jumlahnya, selanjutnya apakah jaminannya juga telah disita. Seharusnya setiap pembangunan yang telah diputus kontraknya harus melalui pembahasan P-APBD, lain halnya jika pembangunan tersebut mendesak atau sangat-sangat dibutuhkan sekali,” ungkap sumber penuh tanda tanya.
Hal senada juga diungkapkan salah seorang tokoh agama Dafid Lase STh MTh yang sangat menyesalkan kinerja Kadis Tarukim Kota Gunungsitoli, dimana dalam hal ini seharusnya dapat lebih mengoptimalkan kinerjanya, bukan malah sebaliknya.
"Terbukti dengan pembangunan kantor walikota yang selalu tidak bisa diselesaikan pengerjaanya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam kontrak kerja rekanan," pungkasnya.
Menurut Dafid, pembangunan Tahap ke-III yang bersebelahan dengan kantor Pengadilan Kota Gunungsitoli, volume dan anggarannya sama dengan volume dan anggaran Pembangunan Tahap I yang sekarang ini di jadikan sebagai Kantor BKD Kota Gunungsitoli. Pembangunan Tahap I dikerjakan dan diselesaikan tepat waktu selama 6 bulan (satu tahun anggaran) lalu bagaimana dengan pembangunan tahap III sehingga tidak dapat diselesaikan selama satu tahun anggaran. Begitu juga pada pembangunan tahap ke-II dan ke-IV, sepertinya ada udang tersembunyi dibalik kontrak rekanan sehingga para pejabat teras di pemko Gunungsitoli dibutakan.
"Jika kita kupas lebih dalam lagi maka bisa dibuktikan bahwa rekanan yang mengerjakan paket pembangunan tersebut jelas yang diarahkan. Bisa kita menduga bahwa tahap tender atau pelelangan yang dilakukan melalui elektronik (LPSE) hanya sebatas formalitas saja," ujarnya.
Terlebih rekanan yang mengerjakan dari awal kemudian diputus kontraknya karena tidak selesai tepat waktu sesuai dengan kontrak, selanjutnya ditenderkan kembali dan selalu pemenangnya pihak rekanan yang sama (yang mengerjakan dari awal).
"Hal ini perlu kita curigai bahwa ada unsur kerja sama yang begitu intim. Jika saja peraturan itu diterapkan maka jelas rekanan yang telah diputus kontraknya tidak bisa lagi diperkenankan sebagai pemenang walaupun memakai perusahaan yang berbeda. Namun kenyatannya aturan tersebut tidak diterapkan malahan dipendam begitu saja," ungkap Dafid.
Ditambahkan Dafid, ironinya sangat aneh bin ajaib lagi dengan Walikota Gunungsitoli Drs Martinus Lase MSp yang sepertinya buta dengan semua itu, sehingga mengakibatkan munculnya tandatanya dan kecurigaan dari berbagai kalangan masyarakat Kota Gunungsitoli.
"Melihat kinerja dari Kadis Tarukim Kota Gunungsitoli yang tidak dapat memaksimalkan serta mengoptimalkan kerjanya, maka seharusnya walikota Gunungsitoli tersebut bisa mengambil sikap dan tindakan yang tegas, namun kenyataannya dibiarkan begitu saja," ujarnya.
Sementara itu, Drs Martinus Lase MSp selaku Walikota Gunungsitoli saat akan dikonfirmasi Media TIPIKOR, Rabu (28/5) di Kantor Walikota Gunung Sitoli sedang tidak berada di tempat karena sedang berada diluar daerah.
Informasi yang diperoleh dari salah seorang oknum PNS di Pemerintahan Kota Gunung Sitoli yang tidak berkenan dituliskan namanya, memberitahukan bahwa walikota Gunungsitoli pernah dalam satu bulan tepatnya pada bulan Januari 2014, hanya 3 hari masuk kantor dan berada di Kota Gunungsitoli, selebihnya diluar daerah.(Nota Lase)

Terkait Korupsi LTE GT
Tiga Mantan Bos PLN Disidangkan

Medan (Media TIPIKOR)
Mantan bos PT PLN menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Medan. Ketiganya didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pekerjaan life time extention (LTE) Gas Turbin (GT) 2.1 dan 2.2 PLTGU Blok II Belawan yang merugikan negara Rp2,3 triliun, Rabu (21/5) siang.
Adapun ketiga nama terdakwa adalah Chris Leo Manggala, mantan General Manager (GM) PLN, Surya Dharma Sinaga selaku Ketua Panitia Lelang dan Muhammad Ali.
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Medan Oky Yuda Tama mengatakan, perbuatan ketiga terdakwa telah merugikan negara senilai Rp2,3 triliun. Karena hingga akhir masa kontrak pengadaan dan pemasangan GT 2.1 dan GT 2.2 Belawan pada Desember 2012 masih melakukan amandemen kontrak dengan PT Mapna Co. hingga tiga kali. Selain melakukan amandemen kontrak, pihak PLN juga terus melakukan pembayaran meski kontrak telah berakhir.
Masih kata Oky, pengadaan dan pemasangan GT 2.1 dan 2.2 Belawan tersebut juga menyalahi kontrak awal. Di antaranya, untuk GT 2.1 seharusnya pihak rekanan memasang 600 item material. Namun, setelah mesin pembangkit GT 2.1 dioperasionalkan baru setengah material yang dipasang. Bahkan, jaksa mensinyalir di antara 300 item material yang dipasang, ada barang bekas atau rekondisi. Akibat tidak seluruh material yang disepakati dalam kontrak dipasang di GT 2.1, menurut jaksa, negara dirugikan hingga Rp337 miliar.
Kerugian negara tersebut bertambah karena pekerjaan LTE GT 2.2 Belawan belum dilaksanakan hingga saat ini. Padahal, sesuai kontrak awal pekerjaan LTE di kedua pembangkit itu harus selesai pada Desember 2012. Bila GT 2.2 tersebut beroperasi pada akhir 2012, negara diperkirakan memperoleh penghasilan sebesar Rp 2 triliun.
Namun, pihak PLN tidak menolaknya dan memberikan pekerjaan tersebut kepada perusahaan asal Iran tersebut. Usai persidangan, majelis hakim yang diketuai Jonner Manik pun menunda persidangan hingga minggu depan dengan agenda eksepsi dari dakwaan.
Sementara iru terkait dakwaan tersebut, penasihat hukum terdakwa menyatakan menolaknya karena tidak ada alasan hukum untuk mendakwa ketiga mantan pejabat PLN itu.
Secara terpisah, penasihat hukum terdakwa, Todung Mulya Lubis menilai Jaksa memaksakan dakwaannya dengan mencari-cari kesalahan, bahkan dakwaan tidak menyebutkan satu pun peraturan perundang-undangan yang dilanggar oleh para terdakwa.
"Tuduhan jaksa itu tidak benar, karena beban 123 MW yang diperoleh penyidik Kejagug bukan berasal dari hasil pengujian, tetapi kejaksaan hanya menyaksikan mesin yang pada saat itu hanya memikul beban 123 MW (siang hari). Padahal berdasarkan pengujian yang sebenarnya oleh lembaga sertifikasi, daya mampu GT 2.1 hanya mencapai 140,7 MW sehingga melebihi daya mampu minimal kontrak," katanya.
Langkah ini pun tak berhasil karena tidak ada titik temu lantaran Siemens menawar harga Rp830 miliar, jauh dari pagu anggaran PLN sebesar Rp645 miliar. Karena terus tertunda, Direksi PLN memutuskan proses pengadaan LTE PLTGU tersebut dialihkan menjadi ke pemilihan langsung karena selain negosiasi dengan Siemens tak tercapai kata sepakat, tujuan digunakannya metode pemilihan langsung yaitu untuk efisiensi anggaran, mendapatkan harga kompetitif, mencegah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), juga memberikan kesempatan yang sama ke perusahaan lain.
Di persidangan, penasihat hukum para terdakwa mengajukan permohonan pengalihan tahanan para terdakwa dari tahan Rutan menjadi tahanan kota. Alasannya, tenaga para terdakwa sangat dibutuhkan PLN untuk mengatasi krisis listrik. Para terdakwa juga tidak akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan tidak akan mengulangi perbuatan.(M Sembiring)

LP3TKJ Demo Kejati
Usut Tuntas Dugaan Korupsi Dinas PU Batanghari

Jambi (Media TIPIKOR)
Puluhan pengunjuk rasa yang tergabung dalam Lembaga Pengawasan Pembangunan dan Pelaporan Tindak Pidana Korupsi Jambi (LP3TKJ) melakukan aksi demo di depan kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi, Rabu (28/5) pagi.
 Dalam aksi tersebut massa menuntut agar Kejati Jambi melakukan pemeriksaan kasus dugaan korupsi di tubuh Dinas Pekerjaan Umum (PU) terkait anggaran perawatan jalan Abdul Mutholib, lintas Sridadi, Kecamatan Muara Bulian, Batanghari.
"Kami meninta Kejati memanggil kepala Dinas Pekerjaan Umum Batanghari terkait adanya penyimpangan proyek jalan di Batanghari," ujar Erdi, koordinator lapangan aksi.
Dimana menurutnya, bahwa proyek perawatan jalan ini menelan biaya sekitar Rp11 miliar dan perawatan tersebut dilaksanakan pada tahun 2013.
"Proyek jalan pada anggaran APBD tahun 2013 ini telah merugikan negara miliaran rupiah," ujar Erdi dalam orasinya.(Ard)

Terkait Dugaan Korupsi Rp1,83 Miliar Dispora Riau
Polresta Tetapkan Dua Tersangka

Pekanbaru (Media TIPIKOR)
Tim Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satuan Reskrim (Satreskrim) Polresta Pekanbaru terus dalami penyidikan dugaan korupsi Pengadaan barang koneksi unit Chiller ke Genset Hall A Sport Center Rumbai, di Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Riau melalui APBDP Riau 2011 dengan pagu anggaran Rp 1,83 miliar.
Dalam kasus tersebut penyidik sudah menetapkan dua pelakunya yakni Perdamaian (56) PNS Dispora Riau selaku PPTK dan Andri Putra (46) rekanan atau kontraktor. Untuk mengungkap dugaan korupsi itu penyidik Polresta Pekanbaru sudah memeriksa dua orang saksi yakni Saksi Ir Mujiana (51) PNS Dispora Riau dan Sukirman (58).
Kabid Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo SIK, Senin (2/6), kepada wartawan membenarkan perkembangan laporan dugaan korupsi tersebut masuk kepihaknya secara tertulis dari jajaran Polresta Pekanbaru. Dalam laporan itu, diketahui, setelah lelang dilakukan Dispora Riau tahun 2011 terdapat penyalah gunaan wewenang yang dilakukan oleh pelaku.
Dimana lelang itu awalnya dimenangi oleh CV Merpati yang dibawa oleh Sukirman selaku kuasa dari Direktur CV Merpati. Kemudian Sukirman menjual proyek tersebut ke Andri Putra. Namun saat dikerjakan ternyata tidak selesai karena ada kabel yang tidak sampai sesuai dengan batas waktu pelaksanaan pekerjaan. Kemudian pelaku dibantu oleh Andri merekayasa laporan kemajuan proyek sebesar 27,88 persen untuk mencairkan dana. Setelah cair Andri memberikan fee sebesar Rp32 juta kepada Amir Syaripuddin.
"Hal itu tentunya sangat berpotensi merugikan keuangan negara, saat ini penyidik terus mendalami dugaan korupsi ini," pungkas Guntur.(Nng)

Penyelewengan BBM Bersubsidi
Diduga Masih Terjadi di Kabupaten Batang

Semarang (Media TIPIKOR)
Berawal dari kecurigaan terhadap aktifitas truk pengangkut BBM dan informasi masyarakat, bahwasanya di sebuah gudang yang berada di jalur lingkar Desa Plelen Kabupaten Batang sering menjadi tempat keluar masuk truk tangki pengangkut BBM.
Media TIPIKOR mencoba melakukan pantauan di lokasi, tepatnya Kamis (29/5) dan mendapatkan sebuah truk tangki BBM No Pol E XXXX YA atas nama PT GAD yang awak truk diketahui bernama T, seperti sengaja membelokkan truknya kesebuah gudang yang bersebelahan dengan rumah  pemilik gudang  dan disinyalir melakukan aksi curangnya berupa menjual bbm sebelum sampai di SPBU (isitilah disana kencing– red). Setelah truk selesai melakukan aksinya dan meninggalkan gudang yang di tengarai menerima, menyembunyikan, menampung BBM dari hasil kejahatan itu.
Dalam perjalanannya awak truk pengangkut tangki BBM kepada Media Tipikor menceritakan bahwa tidak hanya truknya saja yang  biasa kencing di gudang milik “IA” akan tetapi ada juga truk tangki BBM lainnya.
 Media Tipikor mencoba beberapa kali menemui IA sebagai pemilik gudang namun tidak bisa ketemu karena selalu tidak ada ditempat, bahkan saat wartawan mencoba menunggu kepulangan IA, salah seorang karyawan gudang dengan nada sinis berkata “Buat apa menunggu mas, bos saya pulangnya nanti malam.” ucap karyawan terebut ketus.
Menurut data dari kepolisian daerah  Jawa Tengah, pihaknya pada bulan Desember 2012 pernah melakukan penggrebekan gudang kepemilikan IA, karena terbukti melanggar Pasal 480 KUHP dan UU NO 22 TH 2001 tentang Migas.(AF/DM)

Kejari Terus selidiki Dugaan Korupsi Proyek Kolam Renang Tanjabtim

Muarasabak (Media TIPIKOR)
Dugaan kasus korupsi proyek pembangunan kolam renang di komplek GOR-GOS Datuk Paduka Berhala Muarasabak Kabupaten Tanjabtim, saat ini masih diselidiki intensif oleh Kejari Muarasabak.
Diduga pada proyek yang bersumber dari dana APBN Kemenpora tahun anggaran 2011 terjadi penyimpangan anggaran.
"Saat ini kasus itu masih dalam tahap penyelidikan, dan baru sebatas pemanggilan saksi serta pemeriksaan para saksi tersebut," ungkap Kajari Muarasabak Bambang Permadi SH MH melalui Kasi Pidsus Dharma Natal SH, baru-baru ini.
Sejauh ini sudah 30 orang yang diperiksa sebagai saksi terkait pembangunan kolam renang yang menelan dana Rp4.358.972.000. Pengerjaan pembangunan kolam renang itu dimulai pada Juni 2012 dan berakhir pada 8 Januari 2013, itupun sudah termasuk pemberian adendum sebanyak 3 kali.
Dari 30 orang yang diperiksa, tim penyidik Kejari menemukan dugaan penyimpangan dan segera meminta bantuan tim ahli untuk menindak lanjuti temuan tersebut, apakah nanti ada mark up atau tidak dan spesifikasi tehknisnya.
"Dua dari tiga puluhan orang Kementerian juga telah kita panggil, guna dimintai keterangan terkait pembangunan kolam renang oleh tim penyidik, yaitu dari Bidang Harmonisasi dan Kemitraan. Hal itu guna melengkapi data yang kami butuhkan," ujarnya.(Ard)

0 comments:

Post a Comment

 
Free Website TemplatesFreethemes4all.comFree CSS TemplatesFree Joomla TemplatesFree Blogger TemplatesFree Wordpress ThemesFree Wordpress Themes TemplatesFree CSS Templates dreamweaverSEO Design