Sunday, February 23, 2014

Edisi 62/MTip/2014

Korupsi Agraria Merajalela
Petani Demo KPK, BPN dan Mabes Polri

Jakarta (Media TIPIKOR)
Ribuan petani yang tergabung dalam Koalisi Anti Korupsi Pertanahan (KAKP) berunjuk rasa di tiga tempat di Jakarta, Selasa (11/2). Lokasi pertama yang disambangi petani adalah Gedung Komisi Pembarantasan Korupsi. Selanjutnya, para petani menuju Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan berakhir di Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri).
Dalam aksinya di depan Gedung KPK, para pengunjuk rasa mendesak KPK segera melakukan penyelidikan terhadap wilayah-wilayah yang dilaporkan masyarakat mengalami konflik agraria diseluruh Indonesia. Mereka juga melaporkan dugaan korupsi di bidang pertanahan dan kekayaan alam agraria. Indikasi korupsi seperti manipulasi dalam proses ganti kerugian tanah, pemerasan dalam proses ganti rugi pertanahan, hak guna usaha perkebunan jauh lebih luas dibandingkan dengan pengusaha kebun, penggunaan tanah untuk kerjasama operasional, pembiaran penelantaran tanah serta pembiaran manipulasi pajak.
“Kami mengutuk atas terbitnya HGU PTPN VIII Perkebunan Bumi Syailendra di Garut yang telah mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 1,9 triliun sejak berakhirnya HGU 1997 lalu,” ujar Koordinator Umum Aksi, Iwan Nurdin saat berorasi.
Indikasi-indikasi dugaan korupsi itu, menurut Iwan, sering kali terjadi di wilayah-wilayah Indonesia, seperti, Garut, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Tenggara.
Unjuk rasa ini juga digelar untuk menagih janji Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Saat akan menjabat pada periode pertama 2004 silam, SBY pernah berjanji akan menjalankan reforma agraria.
Tampak kurang lebih 350 personel gabungan dari Polda, Polres, Polsek, dan Brimob diterjunkan untuk siaga mengamankan aksi tersebut.(Bond)

Kasus Dugaan Korupsi Bansos OKU
Tersangka Eddy dan Yulius Resmi Ditahan

Palembang (Media TIPIKOR)
Setelah berungkali menjalani pemeriksaan, hingga ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Kriminal khusus (Ditreskrimsus) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polda Sumatera Selatan (Sumsel), akhirnya mantan Wakil Gubenur Sumsel Eddy Yusuf dan Bupati Ogan Kombring Ulu (OKU) Yulius Nawawi, resmi di tahan di Rumah Tahanan (Rutan) Pakjo Palembang, Rabu (19/2) sekitar pukul 10.00 WIB, dimana sebelumnya kedua tersangka telah menjalani pemeriksaan di gedung Ditreskrimsus Polda Sumsel.
Usai diperiksa di Mapolda Sumsel, Eddy dan Yulius beserta barang bukti mobil Toyota Kijang Innova milik Eddy dan beberapa dokumen, dibawa ke Kejati Sumsel. “Hari ini, kita telah menerima dua tersangka Bansos OKU 2008 yakni Eddy dan Yulius. Keduanya langsung ditempatkan di Rutan Pakjo, selama 20 hari dan proses persidangan,” kata Asisten Intelijen Kejati Sumsel, Adil Wahyu Wijaya.
“Terkait dengan jabatan Yulius Nawawi,  yang masih aktif sebagai Bupati OKU, itu bukan wewenang kita. Itu merupakan wewenang dari Pemda untuk mecari penggantinya. Keduanya, diancam dengan pasal 2 dan 3, Undang-Undang (UU) Tipikor dengan ancaman hukuman 4 hingga 20 tahun penjara,” ujar Aidil.
Sementara itu Kuasa hukum Eddy, Hendri Donal, mengaku kecewa dengan diberlakukannya penahanan terhadap Eddy. Ia menilai, Eddy sudah kooperatif, baik diperiksa sebagai saksi maupun sebagai tersangka. “Namun, kita ikuti perosedur kita pelajari dulu berkas surat penahanan. Akan kita upayakan penangguhan untuk Eddy,” kata Hendri.
Terpisah, Husni Candra, kuasa hukum Yulius Nawawi, mengungkapkan, pihaknya akan terus mengikuti proses hukum yang diarahkan kepada kliennya. "Saat ini kita akan pelajari dulu berkas-berkasnya. Saat ini, untuk surat perintah penahanan belum kita terima, tentu kita akan menempuh jalur hukum melakukan pembelaan,” tukasnya.(Akil)

Terkait Kasus PON Riau
KPK Tetapkan SF Tersangka

Jakarta (Media TIPIKOR)
Dalam pengembangan penanganan perkara tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan penyelenggaraan PON XVIII Pekanbaru Riau, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan satu orang sebagai tersangka, yaitu Said Faisal (SF) selaku ajudan mantan Gubernur Riau.
"Penyidik KPK menemukan dua alat bukti yang cukup yang menyimpulkan dugaan keterlibatan pihak lain, yakni SF alias H, yang bersangkutan adalah ajudan mantan Gubernur Riau," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Senin (17/2).
Menurut Johan, SF selaku ajudan mantan Gubernur Riau Rusli Zainal diduga dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan yang tidak benar dalam persidangan perkara tindak pidana korupsi pada PN Pekanbaru dengan terdakwa mantan Gubernur Riau Rusli Zainal.
Atas perbuatannya, SF disangkakan melanggar Pasal 22 jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, SF juga diduga melakukan percobaan, pembantuan atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji yang dilakukan oleh terdakwa Rusli Zainal terkait pelaksanaan kelanjutan PON XVIII Riau. Atas perbuatannya ini, SF disangkakan melanggar Pasal 15 jo. Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Pada yang bersangkutan diduga melanggar Pasal 15 juncto Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56," tutur Johan.
Sebelumnya, imbuh Johan, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru memerintahkan jaksa penuntut KPK untuk menahan Said. Menurut majelis hakim, Said berbohong dan memberikan keterangan palsu saat bersaksi untuk terdakwa Rusli Zainal terkait dengan kasus dugaan suap PON Riau.
Dalam persidangan itu, jaksa penuntut KPK, Ryono, menghadirkan lima saksi terkait dengan permintaan uang Rp 500 juta oleh Rusli Zainal kepada mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Lukman Abbas. Uang itu diperoleh Lukman Abbas dari PT Adhi Karya melalui petinggi PT Adhi Karya, Diki Aldianto. Kelima saksi adalah Said, sopir PT Adhi Karya, Nasafwir; bendahara PT Adhi Karya, Nur Saadah; Kepala Cabang PT Waskita Karya, Tri Hartanto; dan Lukman Abbas.
Majelis hakim mengonfrontasi Said ihwal kebenaran permintaan dan alokasi dana Rp 500 juta dari PT Adhi Karya tersebut. Namun, hakim kerap dibuat jengkel karena Said Faisal selalu membantah dan menjawab tidak tahu. Padahal tiga saksi, yakni Nasafwir, Nur Saadah, dan Lukman Abbas, dalam persidangan itu mengaku telah menyerahkan uang Rp 500 juta untuk Rusli Zainal melalui ajudannya, Said Faisal.
Dalam persidangan tersebut, jaksa KPK berulang kali memutarkan lima rekaman percakapan terkait dengan uang Rp 500 juta untuk Rusli antara Said Faisal dan Lukman Abbas. Begitu juga percakapan perjanjian pertemuan penyerahan uang antara Nasafwir dan Said Faisal. Namun, Said Faisal tetap mengaku tidak mengenal dan tidak tahu suara rekaman tersebut.(Bond)

Proyek 2013 Tidak Selesai
Dinas PU dan DPRD Dumai Saling Tuding

Dumai (Media TIPIKOR)
Tidak selesainya pengerjaan paket jalan dan drainase di kota Dumai, Riau, melalui RAPD 2013 menyebabkan Dinas Pekerjaan Umum (PU) kota Dumai dan DPRD Dumai beradu argument saling tuding kesalahan.
Bermula saat Abdul Kosim salah seorang Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Dumai yang juga sekretaris komisi III DPRD Dumai, menuding Dinas PU Kota Dumai tidak pernah mengajukan pembahasan Dokumen Pelaksana Anggaran Lanjutan (DPAL) terhadap proyek 2013 dirapat pembahasan RAPBD 2014.
Tudingan ini membuat Kepala Dinas PU Dumai Joni Amdani angkat bicara dan kembali menyalahkan DPRD Dumai sebagai biang kerok tidak selesainya pengerjaan paket jalan dan drainase Dumai tahun Anggaran 2013 yang seharusnya di DPAL kan di 2014, namun DPRD tidak menganggarkannya.
"Mereka (DPRD-Red) yang salah. Yahudi anggota dewan itu semuanya. Kenapa kami yang disalahkan mengenai masalah program pembangunan ini," ujar Joni, Senin (17/2) kepada wartawan.
Joni menerangkan bahwa pada tanggal 27 Januari 2014, pihaknya sudah membahas DPAL dengan DPRD. Bahkan, sebelumnya pihaknya sudah melakukan usulan terkait beberapa proyek 2013 yang masih terbengkalai agar di DPAL-kan. Menurutnya, Dinas PU sudah bekerja maksimal untuk meningkatkan pembangunan di Kota Dumai.
"Kalau terkait tidak selesai, kan akibat cuaca yang tidak mengizinkan. Apakah kita berhenti melakukan pembangunan. Padahal pembangunan itu penting, menyangkut kebutuhan ril masyarakat," ujarnya.
Sementara itu menurut laporan Banggar DPRD Dumai, ada tujuh paket proyek 2013 yang diusulkan Dinas PU untuk di DPAL-kan. Namun, tujuh paket itu ditolak. Di antaranya adalah pembangunan jalan di Basilam Baru, Sungai Sembilan, dan proyek drainase.
Terpisah, anggota Banggar Zainal Abidin yang juga Wakil ketua DPRD Dumai justru balik menyerang Kadis PU Dumai. Ia mengatakan banyak temuan pihaknya yang tidak memungkinkan DPAL disetujui.
"Kadis PU itu yang bodoh. Ia tidak tahu aturan hukum. Kalau memang bernyali, coba konsultasi ke penegak hukum, apakah proyek-proyek itu layak DPAL. Bagaimana kalau disetujui, lalu dewan diseret ke ranah hukum dikemudian hari. Kami tentu banyak pertimbangan," ujarnya.
Dijelaskannya, hingga jelang pengesahan APBD, tidak ada argumentasi hukum dari Dinas PU yang menguatkan kalau proyek itu layak di DPAL-kan. Sehingga tidak mampu menjawab pertanyaan anggota dewan saat pembahasan.
"Tentu kami berpikir, argumentasinya lemah. Padahal, ini menyangkut hukum," ujarnya.
Ia mengatakan, salah satu temuan DPRD bahwa proyek 2013 tidak layak di DPAL-kan adalah paket drainase Sukajadi dan terusannya di sisi jalan Kamboja. Berdasarkan investigasi dan laporan masyarakat setempat, drainase itu baru mulai dikerjakan Februari 2014. Sedangkan proyek itu di mata anggaran 2013.
"Apakah itu yang boleh di DPAL-kan. Kita mintalah aparat penegak hukum meninjau. Itu sangat menyalahi aturan. Kok Dinas PU tidak paham itu," katanya.(Murd)

Polres Inhu Gelar Perkara Kasus Cetak Sawah Baru Desa Alim

Rengat (Media TIPIKOR)
Dugaan penyelewengan proyek bantuan sosial (Bansos) cetak sawah baru seluas 50 hektare di Desa Alim, Kecamatan Batang Cenaku, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) Riau, senilai RP.500.000.000, yang bersumber dari APBN sampai saat ini masih terus didalami pihak Kepolisian Resort Indragiri Hulu (Polres Inhu) yang dalam waktu dekat akan segera menggelar perkara tersebut di Mapolda Riau.
“Setelah dilakukan pengumpulan sejumlah keterangan dan bukti terkait kasus cetak sawah baru di Desa Alim tersebut, maka dalam waktu dekat ini akan dilakukan gelar perkara di Mapolda Riau,” ujar Kapolres Inhu AKBP Aris Prasetyo Indaryanto melalui Kasat Reskrim AKP Meilki Barata didampingi Kasubag Humas Polres Inhu Ipda Yarmen Djambak, Selasa (18/2).
Dijelaskannya, gelar perkara merupakan tindak lanjut hasil pengumpulan keterangan dan barang bukti yang sudah dilakukan oleh penyidik Polres Inhu sejak beberapa waktu lalu. Diharapkan setelah gelar perkara dapat mengerucut pada calon tersangka.
Polres Inhu mengakui, kasus tersebut lebih mengarah pada penetapan lokasi cetak sawah baru di Desa Alim yang ternyata berada dalam kawasan hutan. Sehingga kuat dugaan, pelaksanaan cetak sawah baru dilakukan tanpa perencanaan yang matang.
Ditambahkannya, jika mengacu kepada aturan yang ada, setiap penetapan lokasi cetak sawah baru harus diawali dengan penetapan calon lokasi. Kemudian pada tahun berikutnya, baru dilanjutkan penetapan lokasi cetak sawah baru.
“Dari hasil lidik, diketahui pada tahun 2013 langsung dilakukan penetapan lokasi cetak sawah baru tanpa diawali dengan penetapan calon lokasi pada tahun 2012. Bahkan lokasi tersebut kuat dugaan berada dalam kawasan hutan,” sebutnya.
Terkait adanya satu unit alat berat yang sudah diamankan Polres Inhu beberapa waktu lalu, dijelaskan bahwa alat berat tersebut hingga saat ini masih diamankan sebagai barang bukti. Hanya saja, mengingat lokasi parkir di Mapolres Inhu sangat terbatas, alat berat tersebut dititipkan ditempat lain. “Untuk perkara ini, sejumlah pihak terkait sudah dimintai keterangannya,” terangnya.
Ditempat terpisah, Kepala Dinas Kehutanan Inhu Ir Suseno Adji mengakui sudah dimintai keterangannya oleh penyidik Polres Inhu. Sehingga Kadishut tidak bersedia memberikan keterangan lebih rinci tentang keterangan yang telah diberikan kepada penyidik Polres Inhu. “Biar informasi tidak simpang siur, lebih baik meminta keterangan dari satu pintu yakni Polres Inhu,” ujarnya singkat.(Dod/Nng)

0 comments:

Post a Comment

 
Free Website TemplatesFreethemes4all.comFree CSS TemplatesFree Joomla TemplatesFree Blogger TemplatesFree Wordpress ThemesFree Wordpress Themes TemplatesFree CSS Templates dreamweaverSEO Design